Bab II : Punishment

8.6K 559 41
                                    

Semakin merapatkan tubuh pada sudut dinding ruangan itu, gadis ini memeluk erat tubuhnya sendiri. Sepasang mata bulat Nana memerah, ia menangis sembari menggelengkan kepala. Ia meringkuk ketakutan, manakala kaki lebar sang kekasih semakin mendekat ke arahnya.

”Sayang,” lirih Jungkook. Memanggil Nana dengan suara mendayu, layaknya lullababy di telinga Nana. Memasang senyum, Jungkook memandang sang pujaan hati yang bergetar takut di sana. ”Kau siap menerima hadiahmu sekarang, Sayangku?” tanya Jungkook.

Menghela napas panjang, Jungkook melangkah pelan menghampiri laci yang berdebu. Tangan kekar pemuda ini mengambil sesuatu dari sana, lantas ia kembali mendekati Nana yang masih meringkuk di sudut ruangan.

”Berdiri!” titah Jungkook. Mengeraskan rahang, ia menggeram saat Nana menggelengkan kepala. Jungkook membengkokkan sebelah lutut, kemudian menarik surai hitam Nana ke belakang.

”Ju-Jungie--”

Nana menggelengkan kepala, menggenggam erat pergelangan tangan Jungkook yang masih mencengkeram rambutnya. Kuku-kuku jemari lentik Nana menancap di pori-pori kulit pemuda Jeon ini, menyalurkan rasa pening yang mendera kepala.

”Sialan!” umpat Jungkook. Pemuda rupawan ini mengalihkan pandangan, saat sepasang manik kembar hitamnya bersitubruk dengan mata coklat Nana yang berkaca-kaca. Mendesis, ia mengatupkan mata. ”Jangan cengeng, Jeon Nana! Berhenti menangis seperti anak kecil,” kata Jungkook.

”Hiks....”

Mendesah panjang, Jungkook melepaskan dasi yang melilit leher. Pemuda bergigi kelinci ini mengambil borgol, yang sengaja diambilnya dari laci. Menarik kedua lengan Nana, yang langsung disembunyikan empunya saat sosok rupawan ini mengambil borgol. Ia memborgol lengan Nana, walau ia harus memaksa dan mencengkeram tangan sang pujaan hati.

”Jungie, tidak. Maafkan aku.”

”Hiks....”

Mengabaikan isakan sang pujaan hati, pemuda Jeon ini beranjak dari sana. Menarik lengan Nana, ia memaksa gadis itu berdiri. Membawa sang kekasih sedikit menjauh dari dinding, Jungkook melepaskan sabuk berbahan dasar kulit yang melingkar di pinggang. ”Berhitunglah! Jika kau salah menghitung, aku akan mengulanginya dari awal,” ujar Jungkook.

Nana menggelengkan kepala, terus memohon pada Jungkook. Berharap, pemuda rupawan itu mau berbelas kasih padanya. ”Tidak, Jungie. Aku menyesal, Jung. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi,” kata Nana dengan nada frustasi.

Jungkook mengabaikan permohonan Nana, ia tetap pada keputusan awal. Menggenggam erat sabuk itu, ia mengayunkan sabuk itu. Sang pemuda Jeon memukul tubuh mungil Nana yang duduk di lantai dengan sabuk, berulang kali.

”Argh! Jungie, hentikan! Hentikan!” jerit Nana diiringi dengan suara isakan.

Jungkook mengeraskan rahang, wajah pemuda ini merah padam. Ia memalingkan wajah, saat Nana menangis dan berteriak memohon untuk berhenti. Mengambil dasi, ia menghentikan cambukan di tubuh Nana. Jungkook menutup mata Nana dengan dasi, seraya menghela napas. ”Apakah kau tidak dengar, Sayang? Aku menyuruhmu berhitung, bukan menangis,” kata Jungkook.

”Berhenti, Jungie. Sakit,” kata Nana.

”Sakit?” ulang Jungkook. Pemuda rupawan ini tertawa kencang, membuat Nana bergidik ketakutan. Mengeratkan gigi, Jungkook meraup wajah kasar dengan sebelah tangan. ”Itulah akibatnya, jika kau berani membuatku marah. Itu karena kesalahanmu sendiri,” ujar Jungkook lagi.

”Mulai menghitung lagi,” perintah Jungkook. Ia menekankan tiap suku kata yang terlontar, tak peduli dengan suara isakan Nana yang menggema di ruangan tersebut. Mendengus, Jungkook mencengkeram kuat kedua pipi Nana dengan satu tangan. ”Kau ingin aku menutup mulutmu juga, Na? Jangan menangis dan mulailah berhitung!” bentak Jungkook.

Nana tidak menjawab, gadis dengan mata yang tertutup dasi itu melipat bibir rapat-rapat. Ia menahan isakan, berusaha untuk berhenti menangis dan membuat amarah Jungkook semakin besar.

”Sa-satu....”

”Arrgh....”

”Du-dua....”

”Hiks....”

Nana menghitung sebanyak lima belas kali, sebanyak itu pula cambukan yang diterima oleh si cantik tersebut. Dasi yang menutupi kedua mata Nana basah, gadis ini tidak berhenti menangis dan menjerit sakit. ”Ju-Jung, berhenti. Sa-sakit,” rintih Nana.

Napas Jungkook memburu, bulir keringat mulai terlihat di kening. Pandangan setajam pedang itu menatap Nana, seakan siap menghunus sang pujaan hati melalui tatapan mata. Memar dan bekas cambukan di tubuh Nana begitu kontras dengan kulitnya yang putih, ditambah lagi dengan bercak darah yang sebagian telah mengering di sana.

”Masih berani menyuruhku berhenti?” tanyanya pada Nana. Mengesampingkan rasa sakit dan nyeri melihat Nana yang kacau dan menangis, Jungkook mempertahankan suara agar tetap terdengar datar. Meremat kuat sabuk yang ada digenggaman, Jungkook menatap Nana lekat. ”Kau berani menyuruhku berhenti? Kau tidak merasa bersalah atas perbuatanmu, Nana Kim?” tanya Jungkook lagi.

Gadis itu memilih membungkam mulut, ia tidak berani mengeluarkan argumentasi untuk membela diri. Menundukkan kepala, Nana terisak kecil. Nana yang salah di sini, gadis ini pantas mendapatkan hukuman dari Jungkook.

Andaikan saja dapat memutar waktu, Nana akan kembali pada fase dimana ia berada di acara prom night. Ia merutuki kebodohan sendiri, melupakan fakta bahwa Jeon Jungkook tidak akan mungkin membebaskan Nana Kim pergi ke acara tersebut begitu saja.

Nana harusnya tidak melupakan satu hal, jika Jungkook akan selalu membayar orang untuk mengawasinya saat si pemuda rupawan itu tak ada. Nana tidak berhati-hati, tidak pula ia memikirkan segala tindakan saat tidak ada Jungkook. Melupakan segala resiko yang akan diterima, Nana berdansa dengan seorang teman satu fakultas, Kang Daniel.

”Maaf,” lirih Nana.

Jungkook mendesis, sepasang mata kelam itu terfokus pada Nana yang masih terisak. Ada rasa benci pada diri sendiri, saat melihat Nana menangis karenanya. Merasa menjadi pemuda yang jahat, karena telah menyakiti Nana. Merasa pula menjadi iblis, manakala melihat sang malaikat cantik itu semakin terpuruk.

”Maaf,” bisik Nana dengan suara serak. Gadis ini mungkin akan kehilangan suara merdunya, karena terlalu banyak menangis dan menjerit.

”Jungie, maafkan Nana,” ujarnya lagi. Kepala si cantik tumbang, senyum yang terukir pada wajah pucat Nana pun telah luntur. Kesadaran gadis Kim ini telah terenggut, Nana Kim jatuh tak sadarkan diri. []

TBC

Posesif (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang