Bab III : Threat

8.4K 509 45
                                    

Membuka kelopak mata, gadis mungil ini mulai tersadar dari tidur. Meringis perih, pandangan mata Nana tertuju pada perut datar yang ditindih oleh sebuah lengan kokoh. Membuka mulut sedikit, ia menatap terkejut pada baju yang dikenakannya. Gaun berwarna hitam tanpa lengan itu telah berganti menjadi sweater dan celana selutut.

Mungkinkah Jungkook yang mengganti pakaian Nana?

Menyingkirkan lengan kokoh Jungkook di perut, Nana memiringkan tubuh. Bibir yang memucat itu melengkung, membentuk kurva. Sepasang mata coklat Nana tertuju pada sosok lain, yang masih berkelana di alam bawah sadar.

Mengulum bibir bawah, Nana menggerakkan tangan ringkihnya perlahan. Sedikit bergetar, ia mendaratkan jari telunjuk pada wajah tampan Jungkook. Menari-nari di sana, menyusuri setiap inci wajah Jungkook yang rupawan itu.

Dalam hati, Nana mengagumi karya tangan sang pencipta. Jungkook benar-benar sempurna, ia bagaikan perwujudan dewa Yunani dengan ketampanan yang dimilikinya. Merasa beruntung, manakala ia memandang wajah Jungkook yang manis dan polos seperti ini. Beruntung karena memiliki pemuda itu, juga bersyukur bahwa Jungkook hanya menatapnya.

Nana terhenyak, sepasang pupil gadis bertubuh mungil ini melebar saat tangan pemuda Jeon itu mencengkeram pergelangan tangannya. Ia memperhatikan wajah Jungkook, sang kekasih masih mengatupkan mata.

”Jungie sudah bangun?” tanya Nana pelan. Si cantik masih takut, mengingat perlakukan sang kekasih kemarin malam. Takut jika Jungkook akan meledak lagi, takut Jungkook akan menyiksanya lagi.

”Heum,” sahut Jungkook. Perlahan, sepasang mata elang pemuda ini terbuka. Pemuda Jeon ini tersenyum, mengecup pergelangan tangan Nana yang masih memerah. ”Good morning,” bisik Jungkook dengan suara serak khas orang bangun tidur.

Nana tersenyum, mendapati perlakuan manis dari Jungkook. Ia menyimpulkan, bahwa sosok rupawan itu telah melupakan dan memaafkan kesalahannya. Menggigit bibir bawah, gadis ini meringis sakit saat punggung berbenturan keras dengan permukaan ranjang.

”Kau tidak apa-apa?” tanya Jungkook. Pemuda ini langsung mendudukkan tubuh, mengekspos tubuh setengah telanjang karena selimut tebal itu melorot. Ia menatap Nana khawatir, tatkala mendengar suara ringisan sang pujaan hati. ”Mana yang masih sakit, Sayang? Aku akan mengobatinya,” ujar Jungkook sedikit panik.

Nana tersenyum, seraya menggeleng pelan. Ia memberi isyarat, bahwa ia baik-baik saja. Nana membasahi bibir bawah yang mengering, lalu ia menatap Jungkook ragu. ”Jungie, apa kau yang mengganti pakaianku?” tanyanya pelan.

”Tentu saja,” jawab Jungkook. Pemuda tampan itu berujar santai, mengabaikan tatapan Nana yang menajam. Menghela napas panjang, ia memangku kepala dengan sebelah tangan. Menatap sang pujaan hati lekat. ”Aku yang mengganti gaunmu kemarin, aku juga yang mengobati luka-luka di tubuhmu.”

”Mengapa kau?” tanya Nana.

”Mudah saja,” sahut Jungkook. Sosok rupawan itu tersenyum lebar, mengusap lembut pipi sang pujaan hati. ”Aku hanya tidak suka milikku disentuh oleh orang lain, Na. Aku benar-benar tidak suka,” ujar Jungkook penuh penekanan.

”Kau gila!” teriak Nana. Gadis ini langsung duduk, mengabaikan rasa sakit di punggung dan lengan. Ia memeluk selimut tebal, gadis ini menatap Jungkook nyalang. ”Apa yang ada di otakmu sebenarnya, Jung? Aku tidak habis pikir dengan jalan pikiranmu. Aku dan kau masih sepasang kekasih, jika kau lupa,” ujar Nana setengah berteriak.

Menggeram rendah, pemuda Jeon ini menutup mata kasar. Ia mendesis pelan, dengan kedua tangan yang mengepal kuat. ”Jeon Nana, aku lelah. Aku tidak mau bertengkar denganmu lagi karena masalah sepele,” kata Jungkook.

Posesif (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang