Bab V : Torment

9.2K 572 142
                                    

Suara dentingan sendok dan garpu bersahutan, meja makan menjadi hening. Semua manusia di pinggiran meja masih sibuk menyantap hidangan, yang tersaji di sana. Ya, semua orang di sana. Kecuali seorang gadis berperawakan mungil itu, hanya menunduk sembari mengaduk makanan di piring.

”Apakah masakan Ibu tidak enak, Sayang?” Wanita paruh baya itu bertanya, menatap sang puteri bungsu lekat. Memperhatikan tingkah Nana, yang terlihat aneh sejak pulang dari apartement pribadi Jungkoook.

”Enak,” sahut Nana singkat. Ia mengulas seyum paksa, memasukkan sesuap makanan dalam mulut dengan enggan. Menjilat bibir bawah yang pucat, ia mengernyit tak suka merasakan makanan yang disantapnya terasa pahit.

Sang Ibu hanya menghela napas, memandangi Nana dengan alis bertaut. Memilih diam, sosok wanita paruh baya ini memutuskan untuk tidak bertanya. Memberikan luang bagi Nana, cukup mengerti bahwa puteri bungsunya tidak ingin bercerita apapun.

Disisi lain, Taehyung menatap tajam sang adik di hadapannya. Kening pemuda rupawan inipun membentuk lipatan-lipatan, merasa aneh akan tingkah Nana. Sejak kepulangan Taehyung dari Jepang, gadis itu seperti sedang dirundung masalah. Entah masalah apa itu, yang pasti masalah yang cukup rumit.

”Ngomong-ngomong, Na. Sudah dua hari ini, aku pulang.” Taehyung membuka suara, setelah terdiam cukup lama. Memancing Nana, yang tampak enggan menyantap makanan buatan sang Ibu tercinta. ”Mengapa Jungkook tidak datang ke sini, Na?” tanya Taehyung.

Tubuh mungil gadis itu menegang, manakala mendengar nama Jungkook disebut. Sepasang tangan yang masih menggenggam sendok dan garpu itu bergetar, manakala Taehyung melantunkan nama Jungkook dengan sangat lantang. Nana bungkam, kedua belah labium merah muda itu membentuk garis lurus.

”Apakah Jungkook benar-benar sibuk dengan pekerjaannya hingga tidak bisa meluangkan waktu untuk menemui calon kakak iparnya ini?” tanya Taehyung lagi.

Membanting sendok dan garpu, Nana menatap Taehyung tajam. Mendesis, gadis cantik ini mengeratkan rahang. ”Berhenti menyebutnya dan menanyakan tentang Jungkook padaku!” teriak Nana.

Setelah mengatakan hal itu, Nana beranjak dari kursi. Melangkah cepat meninggalkan Ibu dan Taehyung yang masih terpaku, masih terkejut dan sulit percaya bahwa Nana akan meledak seperti itu.

Mengambil gelas berisikan air putih, pemuda ini menenggak air tersebut hingga tandas. Lalu, ia mengalihkan arah pandang. Taehyung menatap sang Ibu, yang sudah kembali sibuk menyantap makanan. ”Ibu, apa Jungkook dan Nana bertengkar?” tanya Taehyung pelan.

”Ibu juga tidak tahu,” sahut sang Ibu. Wanita ini mengedikkan bahu, seraya menatap Taehyung bingung. ”Kenapa tidak kau tanyakan pada Lucy? Dia mungkin tahu,” lanjut wanita paruh baya itu.

”Percuma saja,” kata Taehyung. Pemuda Kim ini menghela napas, menatap wanita paruh baya itu sendu. ”Lucy tidak mau bercerita apapun padaku, Ibu. Sepertinya Nana dan Lucy memang tidak mau membahas Jungkook,” katanya lagi.
**

Duduk meringkuk di ranjang, Nana menangis di sana. Merasa tidak enak hati pada Taehyung, karena telah membentak sang kakak. Entahlah, sulit rasanya mengontrol emosi saat sang kakak menyebut nama Jungkook. Rasa sesak dan sakit itu kembali memenuhi rongga pernapasan, lantaran nama Jungkook disebut.

Menghapus air mata dengan kasar, Nana pun menurunkan kedua kaki telanjang dari ranjang. Ia menaikkan sebelah alis, mendengar suara dari luar kamar. Sedikit meragu, Nana mendekati jendela kamar.

”Nana, ini Jungkookie!”

”Na, Jungkookie merindukanmu!”

Jungkook mendongakkan kepala, memandang sendu jendela kamar Nana yang telah gelap. Ia meremas kuat botol soju yang ada di tangan, terus berteriak memanggil-manggil nama sang pujaan hati. Air mata terus merembes, basah di pipi Jungkook yang kian menirus. Kehilangan Nana benar-benar membuat Jungkook tersiksa, serasa dibunuh secara perlahan.

”Aku ingin memelukmu,” ucap Jungkook. Sosok rupawan ini menunduk, terus menggumamkan kalimat rindu pada Nana. Berjalan sedikit sempoyongan karena kadar alkohol yang berlebih di tubuh, ia melemparkan kerikil pada jendela Nana. ”Keluarlah, Na! Aku ingin bertemu denganmu!” teriak Jungkook lantang.

Hingga tidak lama, pintu besar kediaman Nana terbuka. Jungkook mengalihkan arah pandang, diiringi dengan senyum lebar yang tersungging manis di wajah lesunya. Namun dalam sekejap, senyuman itu luntur saat Taehyung keluar dari rumah.

”Jungkook, kau gila.” Taehyung berkata sarkas, melihat dan menelisik keadaan Jungkook yang terlihat begitu buruk. Belum lagi, aroma alkohol yang menguar dari tubuh ringkih Jungkook pun sangat menyengat.

”Hyung,” panggil Jungkook pelan. Berjalan sedikit kepayahan, pemuda Jeon ini mendekati Taehyung yang masih berdiri di ambang pintu. ”Aku ingin bertemu dengan Nana,” rengeknya.

”Pulanglah, Jung! Nana tidak akan suka melihat keadaanmu sekarang,” kata Taehyung memberi nasehat. Ia menggesekkan jari telunjuk pada hidung, lantaran alkohol di tubuh Jungkook semakin menyengat di hidung. ”Kau bisa lihat sendiri, kamar Nana sudah gelap. Nana sudah tidur, Jung. Temui dia besok,” lanjutnya.

”Tidak, Hyung. Aku ingin bertemu dengan Nana sekarang,” balas Jungkook. Pemuda tampan ini menggelengkan kepala, menolak keras semua petuah yang diberikan Taehyung padanya. ”Aku ingin melihatnya sekarang,” katanya.

Disisi lain, Nana sudah menangis memandang sendu sosok Jungkook yang sedang merengek pada Taehyung. Air mata Nana berjatuhan, saat melihat keadaan Jungkook yang sekarang. Penampilan sang mantan acak-acakan, sama sekali tidak terawat. Pipi yang dulu tampak bulat, kini semakin menirus.

”Jungkook hiks....”

Kedua telapak tangan Nana menempel di kaca jendela, terus memandangi Jungkook dari sana. Merasa hancur dan bersalah, melihat keadaan Jungkook yang sekarang. ”Maafkan aku, Jung. Maaf,” lirih Nana.

Namun, ingatan saat Jungkook yang mencoba menyakiti Lucy kembali berputar di otak Nana. Gadis ini menghela napas, menghapus air mata kasar. ”Aku juga merindukanmu, Jung. Sangat. Tapi sikapmu yang sudah keterlaluan, membuatku muak dan lelah.”

Suara langkah kaki yang mendekat, membuat Nana mengalihkan arah pandang. Berbalik badan, ia bergegas menghampiri pintu kamar dan menguncinya. Kenop pintu diputar dari luar, Nana lebih memilih diam sembari menatap kosong pintu tersebut.

”Nana,” panggil sang Ibu dari luar. Ketukan pintu terdengar, wanita paruh baya tersebut terus memanggil puteri bungsunya. ”Temuilah Jungkook sebentar saja, Na. Dia ingin bertemu denganmu,” kata sang Ibu.

”Jungkook ingin bertemu denganmu sebentar saja, Nak. Keluarlah,” bujuk sang Ibu. Wanita paruh baya tersebut masih membujuk Nana, yang bersikeras menolak untuk bertemu dengan Jungkook.

Helaan napas pun terdengar, wanita paruh baya ini berhenti mengetuk pintu kamar Nana. Sang Ibu tahu, jika Nana belum tidur. ”Apapun masalahmu dengan Jungkook, kau tidak bisa terus menghindarinya. Selesaikan masalah kalian baik-baik, Na. Ibu tidak suka melihatmu murung karena Jungkook,” ujar sang Ibu menasehati.

Langkah kaki kembali terdengar, menunjukkan bahwa sang Ibu telah pergi. Kedua tungkai Nana melemas, tubuh mungil gadis Kim inipun merosot dan duduk lemas di lantai. Ucapan wanita paruh baya itu terus berputar di otak, membuat Nana tidak bisa menahan isakannya.

”Jungkook,” lirihnya. Gadis ini mengembuskan napas, sembari berjalan lunglai menghampiri jendela kamar. Menatap Jungkook yang berjalan lesu, seraya menundukkan kepala. ”Aku juga ingin bertemu denganmu,” ujar Nana pelan. []

TBC

Posesif (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang