Aku berjalan kaki menuju alamat yang diberikan Chanyeol padaku. Alamatnya tidak begitu jauh dari stasiun TV, tapi keadaanku membuat ini terasa sulit.
"Apa?" Reaksi dia setelah aku memberitahunya.
"Aku tahu ini terdengar gila, tapi aku berkata jujur." Aku menunduk. Tidak lagi tahu harus berkata apa.
"Chanyeol!!" Teriakan manager mengalihkan pembicaraanku dan Chanyeol.
"Aku harus kembali, kita akan bicara lagi. Datanglah ke tempatku."
Aku menulis alamat yang disebutkan Chanyeol di ponselku.
Aku mendongak, aku telah sampai di gedung yang Chanyeol katakan. Aku membasuh keringat yang sedari tadi keluar karena terik panas matahari. Kepalaku pening dan mataku silau hingga aku memutuskan untuk bergegas masuk kedalam. Perutku terasa sakit dan bergejolak kembali. Aku setengah mati menahannya.
Apartemen yang disebutkan Chanyeol berada di lantai 6 dan bodohnya aku terlalu cepat datang. Sementara aku melupakan jika Chanyeol masih menjalani jadwal tampilnya. Aku beberapa kali menekan bel, tak kunjung mendapat jawaban. Aku yang sudah tidak kuat lagi untuk pergi memilih duduk menekuk lututku disamping pintu apartmennya.
Setelah beberapa kali terlelap dan bangun di duduk tidurku. Aku mendengar langkah kaki. Aku melihat Chanyeol yang berjalan kearahku. Aku segera berdiri, mengindahkan rasa pegal kakiku yang mungkin sudah beberapa jam terduduk.
"Kau menungguku?" Tanya Chanyeol yang tergopoh membantuku berdiri tegak.
"Gumawoyo." Aku sedikit membungkuk. Tapi sayangnya itu malah membuat rasa mual yang tadi sudah reda muncul kembali. Aku mengatupkan bibirku menahan sesuatu yang mendesak keluar.
Chanyeol membuka pintu dan mempersilakanku masuk.
"Duduklah." Chanyeol meninggalkanku menuju dapurnya.
Aku berjalan ke ruang tamu, melewati sebuah kaca besar yang tertempel di almari yang ada di lorong. Aku menoleh dan menemukan diriku dipantulannya. Kacau. Itulah kata yang dapat aku deskripsikan. Rambutku tidak begitu rapi. Bajuku sangat lusuh, dan wajahku, entahlah... Ini terlihat seperti aku yang baru tersesat dari hutan. Aku berjalan lemah dan duduk di sofa. Menyisir rambutku dengan jemari. Berharap akan menjadi sedikit rapi.
Chanyeol kembali dengan minuman bersoda di kedua tangannya. "Minumlah."
Aku mengabaikannya. "Chanyeol sshi ... Tentang apa yang aku katakan..."
"Apakah itu benar? Apakah itu benar..em.. Milikku?"
Kalimat Chanyeol menohok dalam diriku. Dia baru saja meragukan hal yang bahkan sudah menghancurkanku sejauh ini.
"Aku tidak pernah melakukan itu setelah saat itu. Bahkan aku bersumpah itu yang pertama untukku." Mengatakan itu membuat ketegaranku runtuh. Airmataku membanjir dan mengalir.
"Oh... Hei... Aku hanya... Aku, aku tidak tahu .. Ini terlalu mendadak. Maafkan aku. Aku akan bertanggung jawab y.n aku sudah berjanjikan?!." Chanyeol mendekat dan mencoba menenangkanku.
Aku masih tersedu dengan pikiran yang melayang pada pagi terkutuk dan terburuk yang pernah aku alami.
Saat itu aku terbangun dengan tubuh polos dan Chanyeol yang memelukku dari belakang. Aku yang terkejut menghempas tangan Chanyeol dan berteriak histeris. Aku menutup tubuhku dengan selimut. Menangis seakan saat itu akhir dari dunia bagiku. Chanyeol tak kalah terkejutnya denganku. Dia terduduk dengan mata yang melebar. Dia melihatku dan melihat ranjang. Aku melihat bercak darah di arah pandang Chanyeol. Itu milikku. Dia merebutnya. Aku meraung, menutup mata dan menjambak rambutku sendiri. Berharap itu hanya mimpi. Tapi mustahil, semua masih sama saat aku membuka mataku.
"Mianhae... A-aku... Aku tidak tahu apa yang-" Chanyeol tidak bisa meneruskan kalimatnya. Dia terlihat marah dan kebingungan.
Aku tersedu tanpa suara. Mencoba berdiri, memunguti pakaianku dan mengurung diriku di kamar mandi yang ada di kamar itu.
Aku mengguyur diriku dibawah air shower. Mengutuk kebodohanku yang tidak bisa mengontrol minumku tadi malam. Aku ingat saat itu aku sedang dalam pesta ulang tahun di villa temanku. Karena dia orang kaya, dia mengenal beberapa artis. Dia juga mengundang mereka.
Karena terlalu senang, aku terlalu banyak minum dan menari di tengah pesta. Aku juga melihat Chanyeol saat itu. Aku tidak sendiri. Aku bersama beberapa teman dekatku. Dan entah kenapa atau bagaimana aku tidak tahu setelah itu. Aku, pagi ini terbangun di ranjang salah satu kamar di villa dengan Chanyeol disampingku.
Chanyeol mendobrak pintu kamar mandi. Mematikan shower, dia mengabaikan segalanya, mengangkat tubuhku setelah menutupinya dengan bathrobe. Aku seperti tidak bernyawa. Aku tidak merespon, aku tidak memprotes, aku juga tidak menolak. Chanyeol memakaikan pakaianku dan merapikan rambutku. Setelah semua itu dia menggenggam bahuku. Mencoba mendapatkan perhatian dariku yang menatap kosong.
"Dengarkan aku. Aku akan bertanggung jawab. Aku lengah dan aku berbuat suatu kesalahan padamu. Aku minta maaf. Aku akan bertanggung jawab. Aku berjanji. Jika terjadi sesuatu. Kau pasti tahu dimana kau bisa menemukanku."
Aku mengerjap, membuat air mata yang menggenang mengalir kepipiku. Aku merasakan bau alkohol dari napas Chanyeol, dan itu membuatku sadar jika mungkin bukan hanya kesalahan Chanyeol saja. Aku juga.
"Hei.. Aku mendengarku?"
Aku mengangguk pasrah, karena tidak ada yang bisa aku lakukan. Aku juga tidak bisa menuntut karena ini bukan kejahatan atau pelecehan. Aku tahu apa yang terjadi.
"Siapa namamu?"
"y.n" jawabku lirih.
"Baiklah y.n, aku berjanji akan bertanggung jawab."
Dan sekarang aku menagih janjinya.
----
Hai lagi...
Annyeong...
Sebenarnya cerita ini udah mengganggu pikiranku sejak beberapa bulan yang lalu. Bagaikan rasa mules di perut yang harus dikeluarin hhe..., cerita ini juga gak mungkin aku pendem aja di otak karena sungguh mengganggu... beneran deh... Jadi akhirnya kemaren aku memutuskan buat mulai nulis dan publish. Semoga kalian suka...
Vote dan Comment nya yah....
Gumawo~
( ˘ ³˘)♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Did I Love You
Fiksi PenggemarAku bahkan hanya bertemu sekali dengannya-..."Chanyeol-sshi... bisakah aku bicara berdua saja denganmu?" "Oh. ya tentu.." "Manager.. aku akan kembali." "Em... jadi.. apa yang ingin kau sampaikan?" "Aku hamil"-dan aku mengandung anaknya.