Chapter 20 (especially Rahman)

6.4K 308 22
                                    

Berhubung aku udah bikin chapter ini, tapi sayangnya tereliminasi... So, aku kasih ini buat kalian aja yaw...

And remember...

"Ambisi... siapapun kamu... kamu pasti bisa menjadi orang terhebat, apapun caranya... tapi sayangnya kamu tak akan pernah bisa tenang saat melihat orang lain menjadi hebat..."

Kita tinggal di dunia yang saling membutuhkan orang lain.. So, jangan pernah merasa kalian tak butuh siapapun. Karena jenazahmu pun tak akan bisa menguburkan dirimu sendiri!

Follow my instagram emerald_06

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Aku Rahman Rajendra Danadyaksa. Setiap orang dalam dunia bisnis di negara ini pasti mengenal siapa aku. Aku tumbuh dan hidup dengan kemewahan. Project besar dari proyek pemerintah di dalam maupun diluar negeri sudah mampu ku taklukan.

Perusahaanku tersebar di berbagai wilayah pangsa pasar terbesar di negara ini. Bahkan di mancanegara, namaku juga tak luput dari daftar pengusaha sukses di usia belia.

Tak jarang banyak perusahaan juga yang takut dalam menyaingi perusahaan denganku. Tak sedikit juga perusahaan adidaya berbagai negara di belahan bumi ini yang mengenal dekat denganku.

Selama ini tak ada masalah yang jauh lebih besar dari berkurangnya omzet di perusahaan. Di usia yang masih muda, aku sudah memiliki nama yang besar dan cukup ditakuti.

"Permisi pak.. ini ada pak david dan pak fandy," ucap sekretarisku.

Saat ini dua orang karyawan ini telah melakukan suatu kesalahan besar. Sebelumnya mereka meyakinkan aku untuk bisa memenangkan project ini. Nyatanya nol besar.

Tak sedikit pun kebanggaan yang aku terima. Justru mereka malah seraya melempar wajahku dengan setumpuk kotoran.

Aku memberikan isyarat untuk mereka duduk.

"Kalian lulusan sarjana dimana?"

Hari ini aku merasa tak benar-benar baik. Reputasi hebat tak mampu menarik senyumku lebih lebar. Kekuasaan nyatanya tak banyak membantu menyelesaikan setiap masalahku.

Kini permataku tak lagi memberi sinar berkilauan. Bahkan ia memberiku sinar mencolok yang membahayakan. Seraya berkata segala tindakan baikku bukan baik pula untuk orang lain.

Bunda.. kunci surgaku. Satu-satunya wanita yang amat ku cintai kini seakan membenciku. Berpuluh-puluh tahun aku dibesarkan olehnya, baru kali ini aku merasa begitu dibencinya.

Hancur.. tentu saja. Perasaanku begitu sakit saat melihat bunda bersikap seperti itu padaku. Padahal apa yang ku lakukan itu juga karena untuknya.

Aku duduk membungkuk di ruang tunggu rumah sakit, ku topang kepalaku dengan kedua tangan. Memikirkan hal buruk apa saja yang tlah khilaf ku lakukan di hari ini.

"Bunda gak habis pikir sama kamu. Apa pernah bunda mengajarimu untuk membentak wanita?" tanya bunda menghampiriku.

Setelah jenazah janinku dikeluarkan, emosiku semakin tak terkendalikan. Apa yang menjadi semangat bunda selama ini, kini tlah tiada. Anakku yang belum terbentuk sempurna, ternyata lebih dahulu menghadap sang Pencipta.

"Maaf bunda, aku khilaf."

Aku memang salah. Jelas-jelas bersalah. Egoku begitu membara saat melihat bunda menitikkan air mata saat janin itu dibalut kain kafan. Hatiku seperti tergores, sakit sekali.

Ini semua memang salah wanita itu. Wanita yang entah mengapa harus ku nikahi. Wanita yang entah apa kegiatannya, hingga menjaga kandungannya saja tidak bisa. Dan aku adalah laki-laki terbodoh yang mau menikahinya tanpa perlawanan.

Teruntuk Suamiku (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang