4. Terbongkar 2

38 5 2
                                    

"Balik yok. Kita lanjut rapatnya. Kasian si Gwen sama Rian musti habisin makanannya sendiri." Kekeh Shena. "Wokeh tuan putri." Ucap Alan dan Juna bersamaan. Tanpa disadari Shena tersenyum tulus. Alan dan Juna pun melongo karena kejadian palinh langka mereka lihat secara live. "Kalian kenapa? Woy sadar!" Teriak Bianka. "Eh. I-iya kita sadar kok." Ucap Alan gagap. Shena hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah temannya itu.
"Wah parah lu, nyet. Gak nyisain makan buat kita." Kesal Alan. "Eh. Sorry, Al." Ucap Rian sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Eh, Shen. Gimana kalo kita main jujur atau tantangan?" Usul Bianka. "Mm. Oke gue setuju." Ucap Shena antusias. Lalu mereka pun segera memutar pena itu dan...Ya Gwen dan Rian yang mendapatkanya. "Jujur atau tantangan?" Tanya Gwen pada Rian. "Jujur aja deh." Pasrah Rian. "Mm...siapa orang yang lagi lo suka." Tanya Gwen.
Deg!
"Mm..jawab gak ya?" Ucap Rian ragu. "Jawab aja. Kita gak bakal kasi tau siapa-siapa." Ucap Gwen meyakinkan. "Gue suka sama...lo Gwen!" Ucap Rian. Gwen yang mendengarnya hanya melongo dan kemudian sedikit tersadar. "Ini mimpi apa bukan?" Tanya Gwen setengah sadar. "Beneran kok." Ucap Rian. "Mm...sebenernya gue juga suka sama lo Rian." Ucapan Gwen membuat semunya melongo. Tiba-tiba Alan berteriak. "PJ woy PJ!" Heboh Alan dan kemudian semunya tersedar. Gwen dan Rian pun hanya menunduk malu dan menyembunyikan wajah merah mereka. "Udah nanti aja PJ nya. Kita lanjut yok." Ajak Bianka. "Ayok." Jawab mereka bersamaan. Kemudian Bianka memutar kembali pena itu dan.... ya Juna dan Shena yang mendapatkannya. "Jujur atau tantangan?" Tanya Juna pada Shena. "Tantangan." Jawab Shena yakin. "Mainin satu alat musik sekalian nyanyi." Ucap Juna. Mendengar tantangan Juna, Shena pun melotot tak percaya. "Sanggup ngak nih?" Tanya Juna. "Tunggu disini." Pinta Shena.
Tak lama kemudian Shena pun kembali dengan sebuah gitar ditanganya.
"Pertama tolong diam saat gue nyanyi. Kedua tolong rahasiain ini semua." Pinta Shena sungguh-sungguh. Mereka hanya mengangguk dan membenarkan posisi duduk mereka masing-masing hingga siap mendengarkan nyanyian dari Shena. Kemudian suara merdu keluar dari petikan gitar tersebut.

I will always remember

The day you kiss my lips like as a father

And it went just like this

No its never ben better

Than the summer of 2002

Sungguh indah. Seperti malaikat memanggil nama mereka dengan sangat lembut. Lagu yang dibawakan oleh Shena membuat semua seperti terhipnotis. Petikan gitar yang indah, suara yang merdu, dan senyum yang tulus. Itu sudah sangat lebih dari cukup. Tak lama kemudian, lagu itu pun berhenti dan membuat mereka sadar.
"Itu beneran Shena kan?" Tanya Gwen. "Iya ini gue." Ucap Shena sambil tersenyum. "Jangan senyum terus, Shen. Gue gak kuat." Ucap Alan dan membuat mereka tertawa.

"Kita pamit ya, tan." Ucap Bianka pada mama Shena. "Bye, Shen." Ucap mereka hampir bersamaan. Lalu mereka pun pergi meninggalkan istana itu.
"Itu siapa, ma?" Tanya Arez yang membuat mamanya hampir terlonjak karena kaget. "Arez. Kamu ini ngagetin mama aja." Oceh Nova. "Hehe. Maaf ma." Ucap Arez sambil nyengir. "Itu siapa, kak?" Tanyanya pada Shena. "Temen." Jawab Shena singkat, padat, dan jelas. Arez hanya ber'oh' ria. Dan mereka oun masuk kedalam istana itu.
"Kak, Dipanggil mama. Suruh ke bawah." Ucap Arez. "Hm." Ucap shena singkat. Lalu mereka pun turun ke bawah. "Ayo sini, sayang. Kita makan dulu." Ajak sang mama pada kedua anaknya. "Papa mana ma?" Tanya Shena. Belum sempat menjawab, papa Shena pun segera mengambil alih jawaban Nova. "Kangen ya sama papa yang ganteng ini?" Canda Rio - papa Shena. "Apa sih, pa. Geer bener." Protes Shena. "Kalian ini. Sudah-sudah, kita makan dulu." Ucap Nova sambil terkekeh melihat tingkah anak dengan ayah itu. Mereka pun segera duduk di meja makan yang mewah dan segera menyantap makanan. Diam. Itulah suasana di meja makan sekarang. Semua fokus dengan makanannya masing-masing.
"Udah selesai kan makanya?" Tanya Nova. "Udah kok mama sayang." Canda Rio. Nova hanya geleng-geleng kepala. "Ayo, ma. Shena bantu." Ucap Shena lembut. "Wih. Sok rajin lu." Sindir Arez. "Arez." Panggil sang papa sambil melotot. "Eh? I-iya sorry." Jawab Arez nyengir.
"Ya udah, ma. Shena ke kamar dulu. Besok kam sekolah." Ucap shena. "Ya. Selamat malam sayang." Ucap sang mama lembut. "Malam ma." Ucap Shena lalu pergi menuju lift.
"Capeknya badan gue." Protes Shena, kemudian menuju ke balkon kamarnya. "Bintang, bulan. Selamat malam." Ucap Shena sambil tersenyum. Lalu iya kembali masuk dan tidur.

SHENAJUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang