5. Benih.

26 4 0
                                    

"Sorry, Shen. Nyokap gue emang rada." Ucap Juna.
"Nyantai aja. Ini kamar lo, Jun?" Ucap ditambah pertanyaan oleh Shena. "Iya, ini kamar gue. Sorry brantakan." Ucap Juna tanpa beban. Lalu Shena berjalan menuju rak buku yang terkesan clasic itu dan mengambil sebuah novel yang menarik perhatiaannya.

"Lo suka baca novel?" Tanya Shena. "Bisa dibilang gitu." Ucap Juna. "Gimana kalo besok main ke rumah gue. Aj--" belum selesai bicara, Juna langsung memotong pembicaraan Shena. "Boleh." Potong Juna antusias. "Lo ya! Gue belom selesai main potong-potong aja. Ntar gue lindes tau rasa lo!" Teriak Shena kesal. "Ih! Lo imut deh." Ucap Juna sambil tertawa lepas membuat Shena ngeri sendiri. "L-lo ke-kenap-a? Se-seha-t ka-kan?" Ucap Shena ketakutan. "Eh? I-iya gue sehat kok." Ucap Juna sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal sambil cengengesan. "Oh. Oke." Ucap Shena. "Pintunya gak bisa dibuka ya?" Tanya Shena. "Kalo dikunci berarti?" Ucap Juna. "Berarti? Ngak bisa dibuka." Ucap Shena dengan polosnya. "Itu tau." Ucap Juna sambil terkekeh. "Hehe." Ucap Shena sambil tersenyum kikuk. "Ma? Mama?. Shena sama Juna pengen keluar, ma." Panggil Shena pada mamanya di luar sana. "Itu anak manjanya." Kekeh Nova pada Shintya. "Anak jaman sekarang mah gitu, sist." Tambah Shintya. "Ma! Mama mah loh." Keluh Shena persis seperti anak balita yang sedang cemberut karena tidak dibelikan es krim. "Minggir. Gue dobrak." Ucap Juna. Lalu Shena pun mundur agar tidak kena dobrakan Juna. Saat akan mendobrak pintu itu, tiba-tiba Shintya membuka pintu kamar Juna.

Bruk! Jeduar! Meooww!

"Mama! Emang ya, mama ini rese ah." Kesal Juna yang menabrak tembok karena pintu kamarnya sudah dibuka oleh mamanya. "Juna? Lo gak papa?" Tanya Shena sambil cekikikan. "Gak papa. Hehe." Ucap Juna malu. "Shin! Ada gempa! Ada gempa!" Heboh Nova. Lalu mereka pun tertawa saat melihat wajah nova yang penuh dengan kekhawatiran itu.

"Oh, gitu toh ceritanya. Aduh jadi malu ini tante." Ucap Nova saat mengetahui kejadian Juna menabrak tembok tadi dengan malu. "Biasa aja kali, Nov." Kekeh Shintya. Saat mereka tengah mengobrol datang seorang lelaki paruh baya itu lalu menyapa mereka. "Asyik banget kayaknya." Ucap Wendu - papa Juna. "Eh papa. Sini, pa." Ajak Juna. "Eh, ada Nova. Tumben." Sindir Wendu sambil tertawa. "Giliran udah nikah aja jarang kerumah, ya?!" Sindir Nova balik. "Kalian ini masih sama seperti dulu." Ucap Shintya. Lalu mereka bertiga pun tertawa. "Loh, Shena ya?" Tanya Wendu. "Iya, om." Ucap shena dengan senyum yang mempesona. "Emang ya keluarga Andhara mah mukanya ngak ketulungan." Puji Wendu. Lalu mereka bertiga kembali tertawa, sementara Shena hanya tersenyum kikuk. "Nyonya, makan malam sudah siap." Ucap Bi luli - pembantu runah Juna. "Makasih, bi." Ucap Nova, Shintya, dan Wendu bersamaan. Lalu mereka kembali tertawa. "Juna, Shena. Ayo makan dulu." Panggil Nova. "Iya, ma." Ucap Shena dan diikuti dengan Juna dibelakang.

"Kita pamit ya, Shin, Wen." Ucap Nova sambil melambaikan tangan yanh sudah didalam mobil sport hitam itu. "Hati-hati, Nov." Ucap Shintya, lalu mereka melajukan mobil tersebut menuju rumah mereka.
"Mama. Abis dari mana?" Tanya Arez. "Abis tempat bang Juna." Ucap Nova. " lah? Kok ngak ajak Arez sih ma?" Protes Arez kesal. "Tadi kan kamu bilang gak mau." Ucap Shena sambil menuju lift. "Eh? Iya-ya. Hehe" ucap Arez sambil nyengir.
"Hai istana kapuk gue." Sapa Shena pada kasur king size nya lalu merebahkan tubuhnya diatas kasur itu dan mengambil benda persegi berwarna rose gold itu dari dalam tas kecilnya.

Line.
Line.
Line.

Notifikasi dari aplikasi berjudul Line itu berbunyi hingga 3 kali. Lalu Shena membuka aplikasi tersebut. "Siapa ini?" Ucap Shena heran melihat kontak tanpa nama itu di Linenya itu dan membuka nya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SHENAJUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang