Akibat isu bom di Pos Polisi Bahu, jalanan lengang. Masyarakat nampaknya memilih untuk beristirahat di rumah dan menghindari tempat-tempat ramai. Hal ini berakibat baik pada delta Citra Land yang biasanya dipenuhi kendaraan yang lalu lalang sehingga Marc bisa dengan leluasa memacu motor 200ccnya kembali ke Tomohon. Tiba di rumah, orang tuanya sedang khusyuk dengan tayangan Anak Jalanan dan gonta ganti channel lantaran di hampir semua portal berita televisi nasional yang dibahas adalah teroris yang meledakkan diri di Mako Brimob Depok dan beberapa gereja di Surabaya. Udah gitu ada ledakan susulan lagi di Surabaya di Kantor Polisi dan di pemukiman. Duh, miris memang kalau melihat berita-berita di tivi.
Pagi sampai siang tidak banyak yang terjadi, Marc hanyalah menghabiskan waktu di rumah tanpa kegiatan berarti. Dia agak gelisah juga dengan nasib chargerannya yang dipinjam Patrick semalam. Bagaimana jika Patrick tidak jadi datang ke Tomohon? Bagaimana jika Patrick mengganti rencananya? Bagaimana jika... Banyak banget pertanyaan bagaimana jika yang muncul di kepalanya Marc. Termasuk kemungkinan solusi apa yang dia akan ambil bila Patrick enggak muncul. Dia bahkan berpikir, "ya kalo memang musti ke Toli-toli, apa boleh buat." Siang itu Marc menyibukkan diri dengan membaca beberapa cerita ena-ena karangan penulis-penulis amatiran seperti dia di salah satu aplikasi hapenya. Hahaha... Hitung-hitung mengikuti fantasi si penulis. Beberapa cerita terbaca dengan hasil crot beberapa kali.
Patrick menarik gas motornya ke arah Tomohon. Setengah jam kemudian dia sudah tiba di Kanzo Cafe, dia berhenti dipinggir jalan dan kemudian menelpon Marc, 'tuuut... tuuut... tuuut...' beberapakali dia mengulangi panggilan, tapi nihil. Panggilannya enggak dijawab sama sekali. "ya sudahlah, nanti jo sbantar kalo bagitu." gumamnya. Kemudian dia melanjutkan perjalanan menuju Tondano. Selama di Tondano, dia bertemu dengan beberapa kawan seperusahannya yang lagi mengikuti diklat. Tiba-tiba handphonenya berdering, terlihat nama Marc memanggil.
"Posisi?" Kata Patrick dengan nada yakin dan mantap di ujung telpon.
"Di hatimu, sayang." balas Marc penuh antusias dan dengan nada genit. "Hahahahaha... Cuma di rumah ini, bro. So di mana dang ini?"
"Ya napa so di Tondano ini, tadi kwa kita da ba telpon maar ngana sibuk sto no."
"Io, tadi kita ada kaluar sadiki kong tape henfon tadasetinggal, ta nda dapa bawa." Kata Marc.
"O iyo dang, nan sabantar kalo so babale ka Manado jo taba singgah."
"Na tahu Kanzo cafe? Tape rumah di blakang itu Kanzo." Marc memberi lokasinya.
"Iyo kita tahu, tadi kita ada ba telpon pa ngana dari dekat situ." Jawab Patrick
"Seep, sabantar e. Lanjut jo dulu."
Dan menitpun berganti menit, jam berganti jam. Sudah lewat tiga jam semenjak percakapan mereka, Patrick akhirnya memberitahukan posisinya sudah dekat, di Rurukan. Menurut perhitungan Marc, dia akan tiba tidak lebih dari 15 menit. Marcpun langsung berganti pakaian dengan u-can-see tank top dan celana jeans selutut. Tak lupa dia menyemprotkan parfum eligirnya yang di belinya di Paris Van Java waktu lalu. Dan lagi, mengambil kalung model gigi-gigi serigala plastik yang dimirip-miripin seperti kalungnya King T'Challa. Bedanya, kalung Marc ada ekor menjuntai dengan Cross pendant dan satu taring plastik menjuntai di bagian belakang. Setelah mengecek penampilannya, dia menunggu dengan sabar.
"Bro, kita so di lorong ini." Kata Patrick.
"O io? Pe capat ee..." sambil menengok kearah jam. "tunggu situ jo, tasomengarah". Lanjut Marc dengan percaya diri.Dia keluar dari gang, terlihat Patrick dengan motor maticnya. Lah, dimana si HellBoy merah? Kok dia datang pake matic? Marc langsung ingat bahwa Patrick pernah bilang motornya lagi trouble. Ya oke lah.
"Hoi, tal jao da brenti akang. Tape rumah di sana." tepuk Marc pelan dipundaknya Patrick. "njo singgah dulu. Na ada sapa-sapa kwa di rumah, cuma tasandiri." ajaknya.
Dengan membonceng, Marc duduk dibelakang. Patrick mencium aroma parfum yang begitu menggoda. "Gila ini laki-laki, hele di rumah, bobou sadap." pikirnya.
Patrick memarkirkan motornya di depan rumah Marc dan benar saja, rumahnya kosong. Tidak ada siapa-siapa selain mereka berdua.
"Kopi bro?" tawar Marc
"Doh sudah jo." tolak Patrick sambil menyerahkan Chargeran yang dipinjamnya semalam. "Ya bro, pinjam ulang kote, napa somo abis batre le tape hape ini. Talalu banya bafoto kwa tadi." Patrick mengambil chargerannya lagi dan mencari tempat stop kontak."Di kamar jo, bro. Di sini vool." langsung mengarahkan Patrick ke kamarnya yang luas. Segera Patrick menancapkan chargeran di colokan dekat jendela dan langsung mengecek chattingan yang bejibun entah dari siapa. Marc persis ada di belakang mencuri-curi moment untuk dekat dengan Patrick. Sesekali dia mencium wangi tubuh Patrick, mengendusnya seperti dengan endusan panjang tanpa diketahui si empunya badan. Marc terlena dalam lamunannya. Tanpa sadar dia menyandarkan dagunya di pundak Patrick. Refleks saja Patrick menoleh dan bibir keduanya bertemu. Mata keduanya melotot dan Patrick membalikkan badan, sementara Marc dengan kekinya melingkarkan tangannya di leher kawannya. Hahahaha adegannya mirip deadpool dan colossus. Patrickpun enggak kalah gilanya, langsung memegang bongkahan pantat Marc dan menariknya lebih dekat. Hingga keduanya saling menempel.
"kita so duga ngana gay, bro." pikirnya Patrick saat mereka secara enggak sengaja saling menempel bibir. Dia bisa merasa detak jantung Marc dari dekat pula.
Mimpi apa Marc semalam ya? Orang yang dia idam-idamkan enggak menolak cumbuan ringan ini? Apa efek dari deadpool hingga Patrick sudah enggak merasa canggung atau gimana? Marc sendiri bingung. Tapi, bodo ah, dia menikmatinya juga. Tiga menit mereka saling menatap dan ciuman. Ini bukan waktu yang singkat. Sudah gitu, Patrick tanpa malu-malu membanting tubuhnya di ranjang queen sized Marc, kemudian menyilangkan tangan di bawah kepalanya sebagai bantal. Pikirannya melayang entah kemana. Marcpun dibuat melongo. Tapi nafsu menariknya untuk dekat dan berbaring di samping Patrick. Meletakkan kepalanya pelan-pelan di bisep kanannya Patrick dan kembali mengecup pipi tembemnya. Sadar perlakuan Marc, Patrick menatapnya dan langsung mengecup bibir kawannya. Semudah ini kah? Oh no.
"Kita cowo, bro." Kata Marc.
"Kita le cowo, kong apa depe masalah dang?" Sanggah Patrick
"Nyanda no, maar ini bagini gay pe kerja. Ngana normal." Balas Marc.
"Maar ngana gay, na seblajar no pa kita jadi homo." Tantang Patrick sambil senyum dan mengedipkan sebelah matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-Gara Charger
RomanceBagaimana ceritanya lantaran charger hape, segala rahasia Marc jadi terbuka pada dua teman karibnya. Satu dari komunitas motornya, satu dari komunitas motor lain namun merupakan teman akrabnya. Dunia itu meman aneh, banyak lika-liku hidup yang susah...