Mentari senja yang akan turun ke dalam peraduannya, menanti Sang Rembulan Biru yang naik ke dalam lautan bintang di langit Sang pencipta.
Vira Alivia, nama yang diberikan oleh seorang yang sangat kucintai, Ayah.
Mereka pergi meninggalkanku sendiri disini, entah apa yang membuat kehidupanku nan jauh dari kata bahagia, rasa iri yang tumbuh dalam hidup ini, tanpa teman dan yang menemani, mungkin takdirku ini sudah meresap dalam tubuh ini. Hanya seorang nenek tua yang mau mengurus dan merawatku, rasa sayang, rasa cinta seorang nenek bagiku cukup untuk menutup rasa iri terhadap mereka, tapi tak sedikitpun dapat menutup rasa rinduku terhadap ayah dan ibuku. Kursi kelas 10 Mia yang sering kududuki di salah satu SMA di Bandung, Aku hidup tanpa kedua orang tuaku, mereka yang tega meninggalkan ku sendiri.Tok ... tok ... tok
"Vira, ayo bangun sayang, ini sudah menjelang adzan Shubuh!"
"Iya nek, aku sudah bangun kok."
"Yasudah kalo begitu cepat pergi ke kamar mandi dan kita sholat berjamaah di mushola"
Rumah nenek memang tak sebesar rumah yang pernah aku tempati dulu, nenek tak pernah memberikan rasa manja terhadap diriku, mustahil bagiku dimanja oleh nenek.
Allahu Akbar ... Allahu Akbar!
Suara rintihan adzan telah dikumandangkan, seperti biasa aku dipimpin oleh nenek, setelah selesai sholat nenek selalu mengaji, terkadang aku selalu kagum melihat nenek yang kuat, nenek yang tabah. Kakek meninggal ketika aku baru saja tinggal beberapa minggu dengan nenek, rasa sedih yang menyelimuti nenek sehingga harus bekerja mencari nafkah untuk hidupnya, ditambah cucu 'angkatnya' yang Beliau urus sampai saat ini, semoga engkau selalu diberkahi kebahagiaan ya nek.
***
Pagi itu tepat pukul 6.37, matahari yang akan bersinar dilangit biru dan memulai hari yang cerah.
Tak lupa kucium punggung tangan nenek sebelum berangkat ke sekolah, jarak sekolah dan rumah nenek sekitar 1 KM, mungkin bagi yang tak biasa akan lelah, tapi tidak bagiku yang setiap hari kulewati, meski aku tak menaiki kendaraan, tapi aku tak pernah putus semangat dalam hal mencari ilmu.
Sekolah mungkin salah satu untuk menyibukkan diri dalam berbagai kegiatan bersama teman, tapi tidak juga bagiku, aku tak pernah memiliki seorang teman apalagi seorang sahabat, dengan hal seperti ini aku biasa bertemu dengan kata 'sendiri', kemana pun aku pergi sendiri, juga dalam hal belajar. Aku pernah berbicara kepada temanku, dan itu pun hanya menjawab pertanyaan tugas dari guru, sapaan, gurauan, setelah itu tak pernah kurasakan lagi. Semenjak aku menjadi seorang pendiam, cuek, dingin, dan sebagainya. Mereka tak tahu sebab mengapa diriku seperti ini.Nenek hanya memberiku uang 10.000 rupiah, dan itu cukup untuk jajan juga menabung, nenek sudah mengajarkan aku untuk rajin menabung, meskipun hanya 3000 sampai 5000 rupiah.
Ayah, aku rindu ....
Ibu, aku rindu ....
Hanya air mata yang melewati lesung pipiku, sebegitu jahatnya mereka meninggalkanku, aku salah apa ibu?aku salah apa ayah? Maafkan aku jika aku yang memulai kejadian ini.
Kefokusan terhadap guru yang sedang menjelaskan kabur, aku tak fokus pada pelajaran saat itu, hanya ibu dan ayah yang ada di pikiranku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Sepi Dan Sunyi
Teen FictionSeuntai kata yang kuucapkan agar kalian mengerti, tak perlu kau pahami, apalagi kau selami. Kehidupan datang membawa kesedihan yang membendung air mata dalam jiwa. Kududuk sendiri dalam keheningan yang sepi. kerlap kerlip cahaya bintang yang menyal...