4 (Kali Ini agak Berbeda)

1.1K 229 12
                                    

Gadis pirang mengerutkan kening ke arah Oikawa yang duduk di rumput dengan kantung kresek putih di tangan.

"Eh? Saru? Gerbangnya masih di buka itu, kau takkan masuk?" tanya si pirang yang kini rambutnya diikat satu.

Oikawa menggeleng pelan, wajahnya bukan lesuh berpeluh, tapi sedih dan kecewa.

"Ada apa, Saru?" Gadis itu paham, ia mendekat dan duduk di depannya.

"Eng ... apa kau pernah ... merasa tinggi kemudian jatuh ke jurang?" Oikawa mengingat kekalahannya dengan Karasuno.

"Heh?! Kau arwah!" jerit si gadis hendak pergi.

"Bukan!" Oikawa menarik tangan si gadis agar kembali duduk di depannya.

"Kenapa, Saru? Habis pisang?"

"Sudah kubilang aku bukan monyet!" Oikawa membalas dengan tersinggung. Si gadis terkekeh pelan, Oikawa terkaget karena gadis yang biasa datar nan mengejek itu terkekeh ... cukup menggemaskan. Si gadis tersadar, berdeham, kembali pada wajah datarnya.

Oikawa menyeringai. "Aku bawa pocky cokelat. Kau belum pernah makan, kan?"

Gadis menggeleng pelan. "Aku hanya tertarik dengan pink."

"Lalu, kenapa kau meminum kopi?"

"Karena tak ada kopi yang pink, bodoh!" teriak si gadis penuh tawa.

Kini, Oikawa ikut tergelak. Dan keduanya menghabiskan jam pertama dengan memakan cemilan serta mengobrol. Oikawa setidaknya lupa pada rasa jatuh ke jurang, malah mungkin sekarang merasakan rasa jatuh ke hati. Eitss, Oikawa dan si pirang kini berselfie berdua dengan banyak gaya yang bisa dikatakan norak.

"Terima kasih, Saru!" Nah, lho, Oikawa belum sepenuhnya berdiri, si gadis sudah berlari memasuki gerbang—karena sudah jam kedua. Meninggalkan Oikawa dalam kekagetan.

"Aku yang terhibur, kenapa dia yang berterima kasih? Huh, gadis aneh." Oikawa mengulas senyum tipis yang tulus.

[]

Setidaknya, si gadis pirang dapat merasakan pocky cokelat, dan Oikawa merasakan hatinya lebih rileks.

---to be continue

Liebe : Di Depan GerbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang