6 (....)

1.4K 246 19
                                    

Sudah berlalu beberapa hari, masuk ke dalam hitungan beberapa minggu. Oikawa Tooru masih sadar setiap berlatih dengan rekan setim. Meski rasa penasarannya akan gadis pirang, rasa ingin berterima kasih pula masih hinggap di hati, hinggap pula di benak, Oikawa tahu kini harus menyerah mencari sosok gadis itu.

Oikawa melakukan server mematikan. Keringat menetes, kouhai-nya melambaikan tangan dari arah pintu gedung olahraga.

"Oikawa-senpai! Ada yang mencarimu!"

Oikawa tentu tak kaget, ia yakin salah satu dari fans-nya. Sebelum menghampiri siapa gerangan yang mencarinya, ia mengambil handuk kemudian mengelap semua keringat di wajah. Setelah selesai ditambah minum, Oikawa melesat sembari senyum mulai terangkat.

"Ano ... Oikawa Tooru-san?" Gadis lugu di depan gedung olahraga. Bukan fans-nya. Biasanya kalau fans, sudah menjerit, bawa bungkusan, atau sok akrab. Gadis lugu ini malu-malu, semburat di pipi, dan suara yang pelan.

"Hm. Iya?" Oikawa mengangguk, memberikan senyuman.

Gadis lugu itu terperanjat kemudian terkekeh.

Senyum Oikawa turun, alis kanannya bergerak-gerak; terganggu akan reaksi si gadis. Oh, ataukah ini deja vu?

"Aku punya ... sesuatu." Gadis lugu berambut hitam serta berkaca mata itu mengulurkan bingkisan dari dalam tas.

Oikawa menerima bingkisan berupa kantung plastik tersebut, saat dibuka isinya ialah; dua buah pisang dan satu pocky cokelat.

"Kau—" Oikawa langsung tahu, tapi suaranya tercekat takut salah orang.

Gadis lugu yang rambutnya rapi dikucir satu itu menahan tawa. "Hai, Saru." Kini ekspresi bandel muncul ke permukaan.

Wajah Oikawa merona sempurna. Gadis lugu itu tertawa pelan.

"Ke-kenapa ka-kau be-berbeda sekali?!" Oikawa baru kali ini gugup berhadapan dengan wanita.

Ah, gadis gugup itu memang sangat feminim, beda dengan gadis pirang yang awut-awutan serta tomboi di depan gerbang.

Gadis lugu itu mengelus-ngelus tengkuk. "Yahh, aku ingin berterima kasih."

Oikawa masih mematung dengan kedua mata cokelatnya yang membulat sempurna.

Gadis lugu itu mulai gugup. Ia menunduk sebelum pada akhirnya angkat bicara lagi. "Terima kasih, Oikawa Tooru-san, berkatmu, aku sudah tahu rasanya menjadi murid tomboi yang sering terlambat!" Suara gadis lugu terdengar riang dan senang, benar-benar penuh rasa syukur.

"Ha—Hah?" Oikawa tentu belum melihat alasan jelas dari semua tingkah laku si gadis.

"Na-namaku [Last Name] [Name]." Gadis lugu masih tergugup, tapi senyum senang merekah di wajahnya yang bersemu. 

"Ke-kelas mana?"

[Name] memberitahukan kelasnya. Oikawa tersenyum lega gadis pirang—yang sekarang sudah tidak pirang lagi—ternyata benar siswi Aoba Josai!

"Oikawa Tooru-san?" [Name] segera memanggil Oikawa yang diam-diam tersenyum.

"Oh." Oikawa tersadar. "Maksudmu, berterima kasih? Em, kenapa berterima kasih soal tadi yang kau katakan?" Oikawa tak mau [Name] pergi begitu saja tanpa menjelaskan secara rinci.

"Ah, iya, sekalian aku juga ingin minta maaf." [Name] memperbaiki letak kaca matanya yang melorot. "Su-sudah memanggilmu monyet." Malu, [Name] memalingkan muka sambil menahan tawa.

"Sudahlah jangan bahas itu! Jelaskan saja yang tadi!" Oikawa wajahnya memerah karena malu.

[Name] terkekeh, berdeham kemudian menjawab, "aku dari ekskul drama. Salam kenal, Oikawa Tooru-san. Penampilan kami untuk pentas nanti ialah ... Siswi Tomboi dan Mereka yang Sama-Sama Terlambat." [Name] senang memberitahukan Oikawa akan title pentas selanjutnya.

Oikawa mulutnya melorot; menganga.

Sebelum air liur Oikawa menetes, [Name] segera melanjutkan, "aku kebetulan ditunjuk sebagai peran utama. Pentas sebelumnya aku hanya sebagai figuran, tepatnya jadi pelayan yang muncul dua adegan tanpa dialog." [Name] memasukkan ekspresi hampa dalam jawabannya, tapi itu berlangsung sekejap. "Karena takut gagal, sebelum pembagian naskah, aku harus tahu betul bagaimana menjadi siswi tomboi plus sering terlambat." [Name] tersenyum manis. "Demi kelancaran pentas ini, pentas di mana pertama kalinya aku jadi pemeran utama, maka aku siap untuk terus terlambat selama dua minggu!"

Oikawa menutup rapat mulutnya, kemudian kini menyemburkan tawa. "Pantas saja aku cari kau tak ketemu!"

"Maaf, seharusnya kita berkenalan dengan benar, ya." [Name] balas tertawa.

"Tapi, [Name]-chan, aku belum memaafkanmu, lho." Oikawa maju selangkah.

"Eh?" [Name] tampak kecewa, sekaligus terkaget akan panggilan dari Oikawa.

"Maka ...." Oikawa mengeluarkan ponsel dari saku. "Kita harus tukeran email!" Antusias terlihat jelas dari raut wajah Oikawa.

"Ohh, tentu, mau apa memangnya?" Naluri siswi tomboi [Name] keluar. Dia meladeni Oikawa, mengeluarkan ponselnya pula.

"Untuk apa? Tentu untuk mengenalmu lebih dekat." Oikawa kian mendekat, dan kini merangkul [Name].

[Name] gelagapan, namun email mereka telah saling terkirim.

"Yoroshiku nee, [Name]-chan." Sebelum pamit, Oikawa Tooru mengedipkan matanya.

Wajah [Name] bukan semu lagi, kini matang sempurna, kemudian uap merah muda berterbangan.

[]

Oikawa baru kali ini menemukan gadis seunik [Name]. Dikejar apa dilepas?

"Tentu, kukejar!"

---The End

Liebe : Di Depan GerbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang