Belum saatnya?

46 5 4
                                    

Hani pov

Kami pergi menggunakan taksi, terdengar aneh karena aku tak punya uang sama sekali. Baru ku ingin bertanya tapi ibu sudah berkata bahwa taksi ini akan dibayar oleh seseorang ditempat berkerjamu.


Siapa dia?apa dia pria tua bangka hidung belang dengan perut buncit? Dan meminta ganti dengan pekerjaan ku? Aku tak mau .

Aku takut sekali..
Tuhan tolong selamatkan aku Selama perjalanan aku termenung dengan nasib ku.


Tak lama ku mendengar ponsel ibu berdering, dan melihat dari ekor mataku ibu terlihat kesal dan sesekali mengupat.


" mungkin malam ini bukan saatnya. Tapi jangan senang dulu, karena aku masih punya segudang pekerjaan yg sama seperti disana" ujarnya dengan sinis.

Kenapa ibu berucap seperti itu? Senang katanya? Bagaimana aku bisa senang jika ia masih punya segudang pekerjaan yang sama?

Tapi setidaknya aku lolos malam ini.

Terimakasih Tuhan... Kau telah menyelamatkan ku malam ini

Lalu kami pulang kerumah dan bagaimana dengan taksinya? Kulihat ibu mengeluarkan sejumlah uang yang aku yakin itu pasti untuk makan untuk besok bahkan sampai lusa.

" lihat lah sekarang aku tak punya uang lagi. Kau puas!!!, kita akan makan apa bodoh !!!" Bentaknya sambil menarik rambutku sakit sekali bahkan tiap detik ia mengencangkan tarikannya yang dikepalaku.

" aku tak mau tau pokoknya kau harus ganti rugi!" Sambungnya lalu mendorongku hingga tersungkur ke tanah

" aku tak punya uang sama sekali bu... "


" ah... bagaimana kau malam ini cari uang untuk ganti rugi dan jangan pernah injak rumah ini jika kau tak punya uang!! "

" ini sudah mulai larut bu... bagaimana aku dapatkan uang selarut ini?"

Ia menendangku belum hilang sakit di kepalaku ia sudah menambahkannya.

" rasakan itu! Jangan sekali-kali kau membantahku atau kau akan merasakan yang lebih pedih dari ini!!!"


Aku membuang nafas berat " baiklah aku akan ganti uang ibu malam ini tapi aku ingin ganti baju karena aku kedinginan"

Aku tak bohong karna baju yang kecil ini tak mampu menghangatkan tubuh ini di malam yang selarut ini.

Ia mencengkram daguku. Rasanya rahangku akan hancur jika ia tak segera melepaskannya.

" kau bisu kah?! Ku bilang jangan pernah injak rumah ini jika kau tak punya uang!!! Maka kau jangan harap bisa mengganti bajumu itu!!!".

Ujarnya sambil melepas cengkaramannya yang di rahangku ini

" aku kedinginan bu... tolong bu aku hanya sebentar..".

Plak....

Ia menamparku dan ku merasakan asin di sudut bibirku sekeras itukah? Aku yakin pasti akan membiru bekas tamparan itu


Andai kau tahu Sebentar saja aku ingin pelukan hangatmu bu...
batinku berteriak


" aku tak perduli ! Cepat kau pergi dan jangan pulang sebelum kau ganti uangku ini"


Akupun pergi dengan hawa dingin yang menusuk ini. Aku takut karena malam semakin larut dan semakin dingin. Aku juga tak tau mau kemana.


Tin tin


Sebuah motor berhenti tepat di sampingku. Aku takut kalau ia orang yang berniat jahat kepadaku. Dan ketika ia membuka helmnya aku baru mengenalnya ternyata ia

Sahabatku Maira kita sudah lama bersahabat. Hanya ia yang mengerti keadaanku di dunia ini, mengerti perasaanku, hanya ia yang tak membully ku bahkan ia membelaku. Ia pemberani bahkan ia memukul orang yang membelaku. Aku senang karena Tuhan telah memberiku seorang sahabat sepertinya.


HANI!!!

Ia memeluku dan terlihat senang. Seusai berpelukan ia melihatku dengan aneh


" aku sempat tak mengenalmu tadi. Tapi ntah kenapa aku yakin sekali mengenalmu dari belakang. Dan mengapa kau berpakaian seperti ini? Kau tahu kau terlihat seperti... jalang. Maaf aku tak bermak..".

" ya aku tahu Maira. Jangan berminta maaf kau benar aku seperti jalang yang tak memiliki pelanggan haha" aku tertawa miris

" ada apa hun? Aku tau kau bukan perempuan seperti ini. Apa yang membuat mu jadi begini?" Tanyanya penasaran

" ceritanya panjang aku tak bisa menjelaskan padamu disini"

" baiklah bagaimana kita kerumahmu?"

" aku tak bol.. maksudku aku tak bisa pulang bagaimana dirumah mu saja? Akan aku ceritakan disana".

" baiklah kau berhutang cerita kepadaku"

Ia pun menyalakan mesin motornya dan aku duduk dibelakangnya.

Terlintas di benak ku untuk minta bantuan ke maira saja? Tapi aku takut merepotkannya belum lagi ia meminta pejelasan dariku yang akan menambah beban pikiran untuknya.

SurviveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang