Bab 11 : My Humaira

173K 8.9K 331
                                    

Jika cinta pertamamu kau anggap seperti Khadijah. Lantas bolehkah aku menjadi Aisyah untukmu? Yang akan menjadi penyejuk mata dan pelipur lara bagi dirimu?
-Nafisa-
🕊🕊🕊

"Mama kenapa nama Mama Aisyah Humaira?" tanyaku waktu aku kecil berumur lima tahun.

"Karena nenek Ica pengen Mama seperti Ibunda Aisyah. Ibunda Aisyah adalah seorang wanita berparas cantik berkulit putih, sebab itulah ia sering dipanggil dengan “Humaira”. Selain cantik, ia juga dikenal sebagai seorang wanita cerdas yang banyak meriwayatkan hadist." jawab Mama sambil menyisir rambutku yang tergerai panjang.

Aku hanya mengerjapkan mata tidak tahu apa yang dimaksud Mama.

"Ibunda Aisyah siapa Ma?" tanyaku lagi saat dipangkuan Mama.

"Aisyah binti Abu Bakr, Shiddiqah binti Shiddiqul Akbar, istri tercinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam." jawab Mama.

"Ma, kenapa nama Ica ada Humaira nya juga?"

"Mama ingin suatu saat nanti ada pangeran yang memanggil Ica dengan panggilan Humaira seperti Rasulullah memanggil Ibunda Aisyah dengan panggilan Humaira."

      Tiba-tiba anak laki-laki berusia delapan tahun menghampiriku dan Mama.

"Humaira. Tante bolehkan Radit manggil Ica dengan panggilan Humaira?" katanya sambil tersenyum.

Aku mengerecutkan bibirku,"Gak boleh! Kak Radit jangan panggil Humaira. Panggilan Humaira hanya untuk pangeran Ica saja! Iya kan Ma?"

"Iya sayang. Yasudah Mama ke dapur dulu ya. Ica main sama kak Radit dulu ya." kata Mama sambil mengelus puncak kepalaku dan berlalu pergi.

Kak Radit duduk di sampingku. Sementara aku sedang memeluk boneka pink-ku.

"Humaira." katanya.

"Kak Radit jangan panggil Ica dengan panggilan Humaira! Humaira hanya untuk pangeran Ica!"

"Hmm ... Yasudah kak Radit manggilnya Ica jelek wlee..." katanya sambil menjulurkan lidahnya mengejekku.

        Kak Radit pun kabur dan aku berusaha mengejarnya. Namun kakiku terkilir dan terjatuh. Saat itu aku menangis dan menyalahkan kak Radit kepada Mama. Kak Radit meminta maaf dan memberikanku cokelat supaya aku berhenti menangis lalu ia juga menggendongku. Dan saat dia menggendongku aku pun berhenti menangis.

        Radit yang dulu sama saja dengan yang sekarang. Dia yang membuatku menangis namun dia juga yang bisa membuatku berhenti menangis. Farhan Raditya Hermansyah dialah teman masa kecilku dan sekarang dia menjadi imam untukku. Apa Mas Farhan masih mengingatnya? Apa dia melupakanku setelah ia mengenal Salsha?

"Humaira." panggil Mas Farhan sambil menghampiriku yang sedang berdiri di balkon kamar melihat langit malam.

        Dia memelukku dari belakang sambil menepelkan dagunya di bahuku. Aku hanya terdiam. Ini tidak mimpi kan? Mas Farhan memanggilku dengan panggilan Humaira? Apa Mas Farhan sudah mengingat masa kecil kami?

"Kak Radit," ucapku.

"Kak Radit? Siapa dia?" tanya Mas Farhan.

Oh Allah, ternyata dia tidak mengingatnya sama sekali.

"Hmm ... bukan siapa-siapa Mas," dustaku.

"Kamu sedang apa sayang?" tanyanya sambil mengeratkan pelukannya.

"Aku sedang mengingat masa kecilku bersama Mama sambil lihat langit malam."

"Oh ya? Berarti kamu lagi kangen Mama ya?"

Bring Me To Jannah [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang