"Assalamualilaikum ma"
"Waalaikumsalam sayang. Udah pulang?
"Udah ma." sambil menyium tangan mamanya.
"Gimana kuliahnya nak?"
"Hah?... Ehm..anu.. Baik kok ma. Berjalan seperti semestinya hehe"
Bahkan hari ini aku tidak mengikuti kelas gara gara kecerobohanku. Batin gladys.
"Oh syukurlah kalo gitu. Bantuin mama ya nyiapin makan malam"
"Siap ma."
Setelah beres membantu mamanya didapur untuk menyiapkan makanan, Gladys pun menuju ke balkon kamarnya. Dimana dia sekarang bisa melihat matahari mulai tenggelam dan bergantian dengan bulan yang akan menerangi malamnya.
Sore ini sangat indah menurutnya. Gladys sedikit melupakan kejadian tadi pagi. Setidaknya jangan sampe itu terulang lagi.Matanya menuju kearah bawah sekarang. Dimana Pak Edwin pulang dengan muka yang sangat terlihat lelah. Anak mana yang tidak tersenyum getir melihat perjuangan seorang ayahnya. Demi menghidupi keluarga dia harus kerja keras mencari nafkah. Walau bisa dibilang keluarganya bisa digolongkan keadaan mampu, tapi tetap saja.
Digerakanya kaki jenjang yang semula berdiri tegak itu menuruni anak tangga satu demi satu. Disambutnya pak Edwin dengan senyuman hangat penuh kasih sayang. Menyalaminya dan mengajaknya makan malam yang sudah disajikan tadi dengan ibunya.
Makan malam yang nikmat hanya ditemani oleh suara sendok dan piring yang seakan akan saling bersahutan.
"Papa gimana kerjanya?" Tanya gladys memecahkan keheningan.
"Papa mulai kewalahan dys. Pekerjaan semakin kesini semakin memaksa papa buat berpikir keras. Sementara papa sendiri sudah mulai merasa sering sakit kepala karna kerjaan. Maklum lah papa sudah mulai tua."
Entah kenapa jawaban papanya membuat gladys sedih. Baru kali ini ia mendengar sang malaikatnya mengeluh.
"Ehm.. Pa,kenapa ga kak Hans aja yang handel perusahaan papa disini?"
Hans Dackshaen, Kaka dari Gladys yang diputus papanya untuk memegang perusahan di Amerika.
Hans jarang pulang. Bahkan hanya bisa dihitung dalam setahun paling hanya 1 atau 2 kali menjenguk orang tua nya di indonesia. Apa katanya disana? Sibuk! Ya hanya sibuk yang selalu terlontar dari mulut Kakaknya itu. Padahal adiknya itu sangat merindukanya. Semenjak ada di Amerika Hans jarang menghubungi adiknya, bagaimana adiknya tidak sedih melihat kakanya seolah olah seperti melupakan dirinya? Orangtua nya pun heran dengan kelakuan Anak laki laki itu. Tapi bagaimana pun doa orangtua selalu menyertai anak nya bukan?"Ya tidak bisa lah dys, Kakamu sudah papa putuskan untuk menghandel semua perusahaan papa di sana. Dan disini? Ya kamu yang papa harapkan. Papa harap kamu mau belajar bisnis dari sekarang nak." Pinta pak Edwin dengan sangat lembut.
"Akan Gladys pikirkan pa."
Sedangkan Bu Sinta sedari tadi hanya menjadi pendengar percakapan antara dua insan yang sama sama saling mengharapkan itu.
Ditengah tengah hangatnya obrolan kecil itu terdengar suara bel yang membuat tiga orang itu sontak saling tatap.
"Biar mama yang buka." Ujar Bu Sinta.
Bu Sinta menuju arah suara sambil diikuti oleh Pak Edwin dibelakang nya.
Sedangkan Gladys mengambili piring piring kotor yang habis dipakai itu untuk dicuci.Setelah selesai Gladys hendak menuju ke kamarnya karna merasa sangat mengantuk. Dan jangan lupa, ia juga tidak ingin sampai kejadian tadi pagi terulang lagi. Trauma, alih alih takut tidak lulus dan mendapatkan nilai rendah dari dosen nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Surga
SpiritualLaki laki bertubuh lebih tinggi dariku,menuntunku ke syurganya Allah. Menikahiku sebagai penyempurna Agamanya. Semua karna Allah,Hanya karna Allah. Zayn Atha Dhesber Imam yang akan membawaku menuju jannah-NYA.