3

2.1K 236 10
                                    

Di keheningan senja yang menghampar luas di langit sore kala itu, terlihat dua pemuda yang tampak tak memperhatikan pergantian dari siang dan malam yang mengiringi aktivitas mereka saat ini.

Salah satu dari mereka tak selesai sedari tadi mengelap peluh keringat yang terus mengalir di pelipisnya. Sedangkan yang satunya asyik tertawa memperhatikan pemuda di hadapannya yang sudah tampak kelelahan. Mungkin saja berdiri pun tidak kuat. Ia pun meraih tangan kanan pemuda itu kemudian meletakkan dibelakang kepalanya. Membopong pemuda tersebut dan membantunya jalan.

"Gue huh.. Ng-ngak papa-ssu.. Huh..."

"Apanya yang gak papa. Lo napas aja kek orang sekarat gitu"

Sepertinya terlalu cepat bagi mereka untuk pulang, jadi pemuda berkulit a.g.a.k hitam tersebut membopong teman kuningnya ke kursi taman yang terdapat di dekat lapangan basket.

Setelah teman kuningnya itu duduk, matanya kini menggeliat memandangi seluruh taman, ketemu apa yang ia cari segera ia berlari kesana meninggalkan si kuning yang heran kebingungan.

Tak lama, ia kembali membawa dua botol air mineral. Ya, dia baru saja pergi ke mesin penjual minuman. Menyodorkan satu botol ke pemuda berambut kuning yang senang hati menerimanya, buru-buru ia membuka tutup botol kemudian meneguk air di botol hingga habis.

"Masih haus? Nih minum punya gue," ujar pemuda berkulit hitam menyodorkan botol minumnya.

"Eh? Enggak usah-ssu. Kalo kebanyakan minum entar gue kebelet-ssu" yang disodori minuman hanya menggeleng lalu menggaruk belakang kepalanya yang padahal tidak terasa gatal sama sekali.

"Tumben lo cepet banget capek? Biasanya juga gak mau berenti main sampe lo menang." pemuda bekulit hitam, Aomine Daiki, melirik sedikit ke arah teman kuningnya, kemudian berdiri menuju lapangan basket didepan mereka. Mengambil kembali bola basket yang mereka mainkan tadi disamping ring basket. Mulai memantulkannya dan dengan mudah memasukkan bola ke dalam ring basket.

Tau tidak akan ada respon dari pemuda berparas cancankep (cantik-cantik cakep) tersebut, Aomine pun menghentikan kegiatannya memantulkan bola basket, mengulang kembali pertanyaannya, "kenapa lo mudah banget capek sekarang?"

"Cedera di kaki gue kayaknya tambah parah-ssu..." pemuda berambut kuning, Kise Ryouta, tersenyum kecut mengatakannya. Ia mengangkat kaki kirinya, membuka sepatu dan tampak punggung dan pergelangan kakinya yang membengkak.

Aomine diam ditempatnya agak lama, kemudian tersadar dan menghampiri Kise. Berjongkok dihadapannya. Menyentuh pelan bagian kaki yang bengkak. Kise meringis tertahan kemudian membuang muka tak ingin ekspresi kesakitannya terlihat oleh pemuda berdaki-- berkulit hitam itu.

"Gue ingat adeknya Kagami si [name] ngerti yang ginian..." ucap pemuda berkulit hitam tersebut menyilangkan tangan bersedekap seraya berdiri, kembali ke lapangan dan mulai bermain basket. Lagi.

"Eh Aominecchi!! Maksudnya apaan-ssu!! Jangan main basket dulu oii!" Kise segera memasang kembali sepatunya dan beranjak berdiri menghampiri Aomine yang langsung mengoper bolanya ke arah pemuda berambut kuning tersebut.

"Si [name], Kagami bilang dia pernah ikut pelatihan medis cabang olahraga apalah gue juga gak ngerti. Mungkin aja kaki lo bisa sembuh ikut rehab-nya si [name]"

Kini kembali Kise yang mengoper bola ke arah Aomine. "[Name]cchi itu... Menurut gue orangnya misterius-ssu. Gue rada kaget aja Kagamicchi sampe nelponin kita satu satu buat nyuruh jagain [name]cchi-ssu.."

"Wajar aja sih kalo abang rada perhatian sama adeknya.. Yang gue bingung itu [name]... Gue kok rasanya gak asing ya sama mukanya??" Aomine mulai memantulkan bola basketnya.

Crazy Me 'cause KISEDAI [KnBXreader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang