2. NERAKA BARU

1K 115 1
                                    

Seperti biasanya, setiap hari jum’at pukul 3 sore rutinitas Dewa selalu sama untuk dua jam ke depan. Ia akan datang membawa sebuket bunga mawar putih ke makam perempuan yang akan selalu menempati posisi pertama dalam daftar orang yang sangat di cintai Dewa di dunia ini.

Sebaris nama cantik terpahat sempurna di atas permukaan nisan yang selalu Dewa raba dengan air mata. Intan Viandra—perempuan hebat yang sudah melahirkan Dewa ke dunia ini.

Tidak banyak yang bisa Dewa lakukan semasa ibunya masih hidup, dan Tuhan juga mengambil ibunya di saat Dewa masih belum bisa memberikan apa-apa untuk membalas segala kebaikan yang ibunya berikan sejak Dewa ia lahirkan.

“Bu, apa disana sangat indah? Orang baik seperti ibu pasti akan berbahagia di surga. Aku percaya itu. Jangan lupakan aku ya bu”. Bisiknya pada nisan yang telah ia letakkan dengan bunga mawar putih di atasnya. Dan walau tak pernah mendapatkan jawaban apa-apa, Dewa tahu ibunya pasti mendengar dan melihat dirinya saat ini.

Lima tahun telah berlalu sejak kematian Intan, Dewa sudah berusia empat belas tahun sekarang. Ia tumbuh menjadi anak remaja yang sangat tampan dan juga cerdas. Dewa selalu mendapat peringkat pertama di sekolahnya, ia bahkan meraih predikat tertinggi nilainya di antara semua murid lainnya di sekolah.

Dewa tumbuh dengan baik sesuai janjinya dulu kepada ibunya. Semua mungkin akan sempurna jika saja ibunya masih ada disini.

Dua jam menghabiskan waktu bercerita banyak hal dengan ibunya, Dewa juga menyempatkan dirinya untuk membersihkan makam tersebut. Kini, Dewa keluar dari area pemakaman.

Dewa bisa melihat dengan jelas seorang laki-laki yang kira-kira berusia 20 tahun telah membuka kan pintu mobil untuknya. Laki-laki itu ialah Bayu, anak dari seorang pembantu rumah tangga di rumah Dewa. Mas bayu—begitu Dewa memanggilnya, ia adalah satu-satunya orang yang Dewa percaya untuk mendengarkan segala keluh kesah di dalam hati Dewa.

Sejak kecil, Bayu ikut ibunya tinggal di rumah keluarga Dewa. Ayah Dewa lah yang membiayai segala keperluan pendidikan Bayu selama disini karena Mbok Minah—ibunya adalah pembantu di rumah keluarga Dewa yang paling lama. Oleh karena itu, Dewa dekat sekali dengan Bayu dan sudah seperti saudara sendiri.

Dewa tersenyum tipis saat melihat senyum penuh semangat yang di berikan oleh Bayu kepadanya. Dewa memang selalu sendu dan murung kalau seusai menengok makam ibunya, bukan karena tidak bisa menerima kematian ibunya tetapi karena rindu semakin memenuhi dadanya.

Bayu yang sudah tidak sebentar mengenal Dewa, bahkan mereka telah berteman sejak masih belum mengerti apa-apa, tentu sudah terbiasa dengan reaksi yang Dewa tunjukkan. Sebab Bayu lah yang selalu mengantar Dewa kemana-mana, menemani anak itu, mengobrol dengan anak itu setiap hari, membantunya setiap ada masalah, bahkan mengikuti Dewa berolahraga karena terlalu khawatir pada anak itu. Bayu sendiri sudah menganggap Dewa seperti adiknya sendiri.

Bayu pun mengantar Dewa pulang. Selama perjalanan Dewa tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya menatap murung ke luar jendela mobil dan menolak di ajak bicara. Padahal biasanya Dewa adalah seorang anak yang paling banyak bicara, Dewa juga dikenal sangat usil dan suka bercerita apapun, ia pandai dan ia sangat menyenangkan walau sebenarnya Bayu sendiri pun tahu betapa anak itu mati-matian menyembunyikan kesedihan yang semakin hari semakin menggerogoti hatinya sendiri.

“Wa, nanti hari minggu temenin Mas Bayu mau nggak?”. Tanya Bayu tiba-tiba. Terdengar helaan nafas Dewa yang terasa sangat berat, Bayu menoleh tepat saat Dewa juga menoleh padanya. “Memangnya mau kemana?”. Tanya Dewa balik.

“Lihat pameran fotografi punya temen gue, ini pameran pertamanya loh. Dan setahu gue hasil-hasil foto punya dia tuh emang keren-keren”. Jawab Bayu sambil berhati-hati memarkirkan mobil yang telah sampai di rumah.

TEARS  [kaistal]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang