Prolog

8.2K 435 22
                                    

Aldira duduk di kursinya dengan dagu yang terangkat. Dia tidak akan menunduk sambil meremas jemarinya. Atau dengan kedua kaki yang mengetuk lantai. Dia akan menjadi Aldira yang biasanya. Dia tidak akan menjadi pesakitan di ruangan ini. Meski, dalam hidupnya, ada beberapa hal yang memaksa Aldira untuk kalah dan mundur. Tapi di sini, dia tidak akan menampakkan topeng nelangsa itu.

Kursi di sebelahnya, yang berjarak beberapa meter, masih kosong. Dia tidak mau memikirkan alasan kenapa kursi itu masih kosong. Menit terus berlalu. Lima belas menit lagi, sidang akan dimulai. Aldira hanya datang sendirian. Apa pun yang akan terjadi, akan dia hadapi. Dia tidak akan mengusap pipi. Dia berjanji tidak akan menangis. Meski hatinya tergerus selama satu bulan ini. Hatinya pernah lebih hancur daripada ini. Tidak masalah.

Sudah satu bulan ternyata. Aldira bahkan tidak sempat menghitungnya. Karena satu bulan ini, dia sibuk menata hati. Dia sibuk bangkit dari kejatuhan yang sangat dalam. Dia mencoba tertatih berdiri, belajar kembali berjalan sebagaimana mestinya. Hidupnya berangsur normal seperti kebanyakan orang. Satu bulan ini, dia kembali bekerja di kantor lamanya. Dia beruntung memiliki atasan yang bersedia menampungnya kembali.

Kesibukan membuatnya melupakan banyak hal. Kesibukan membuatnya tetap terjaga dari lamunan yang selalu berakhir dengan meratapi diri sendiri. Dia sudah lama menerima masa lalu miliknya. Berdamai dengan situasi macam apa pun. Dia lakukan agar masa lalu itu tidak selalu menjadi mimpi buruknya. Tapi satu bulan ini, dia terbangun tengah malam dengan keringat membanjiri tubuh. Dia gagal lari. Masa lalu itu kembali menjadi mimpi buruknya.

Seperti tidak cukup menjadi mimpi buruk saja, masa lalu kini mengejarnya. Dia ada di mana-mana. Nyata. Bukan lagi mimpi buruk yang menyiksanya.

   Satu tahun sebelum hari ini, dia bahagia. Kebahagiaan yang dia sangka tidak akan dibayarnya dengan mahal. Hari ini, kebahagiaan itu meminta dibayar lunas. Sedangkan, Aldira tidak punya apa-apa lagi.

Tuhan ingin apalagi dari hidupnya?

   Semuanya sudah Aldira berikan. Papa, Mama, Mas Yoga, dan adik kembarnya.

Tuhan ingin apalagi?

Sementara satu-satunya yang Aldira miliki akan diambil sebentar lagi.

Besok, Tuhan ingin apalagi?

***



Diketik: 01 Juli 2018
Dipost: 02/07/18



us against the world ✓ [Pindah ke Dreame]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang