5. Rasa yang baru?

52 5 1
                                    


SELAMAT MEMBACA KISAH LINGGA & AININ

***

Di penghujung november, sesuatu yang ku tunggu-tunggu tak kunjung datang.

***


Makassar, Desember 2016

Ainin benar-benar sangat lelah. Besok sudah ulangan semester dan yang Ainin pelajari tidak masuk di otaknya. Memikirkan Lingga, peringkat nya, lomba seni sesudah ulangan, dan juga Odip yang tiba-tiba seperti orang gila.

Sekali dicoba, Ainin menatap fokus buku yang dibacanya.  Tapi, telepon masuk dari ponselnya membuat ia tidak fokus lagi.

Odip gorilla🐒

"Hall-"

"Woeee lo dimana? Jemput gue."

"Lihat jam, neng. Sekarang mau maghrib gini, lo nyuruh jemput. Kalau nggak mau ribet, nggak usah ikut acara kek gitu."

"Masalahnya gue persami. Lo tega lihat gue nunggu angkot jam segini? Lo tau kan, jarang banget ada angkot disekitar sekolah gue. Jemput yah, kakak cantik."

"Gue lagi belajar, Dip. Naik ojek aja."

"Nggak mau. Pokoknya lo harus jemput. Tukang ojeknya bau badan, ih."

"Hm, iya iya bu bos. Tunggu disana, jangan banyak gerak."

Ainin mengambil kunci motor nya. Berharap bahwa ia tak menemui polisi ditengah jalan. Dan sepertinya, do'a nya terkabul. Tak ada polisi.

Ainin melihat Odip yang seperti orang gila. Mukanya yang kusam seperti tak pernah mandi, kulitnya tiba-tiba kecoklatan, dan kantung matanya yang membesar.

"Lo emang mirip gelandangan."

Odip mencibir Ainin yang membantunya berdiri, "sembarangan. Gue cantik ngalahin Syahrini gini lo bilang kayak gelandangan."

"Yah, terus apa dong?"

"Park Shin Hye."

"Mimpi lo ketinggian, Dip."

Ainin dan Odip menaiki motor. Odip yang memang tidak tau naik motor, dan belum diijinin karena masih kelas 8.

Diperjalanan, Odip mengingat sesuatu yang dilihatnya tadi. Odip merasa penglihatannya salah.

Odip nyaris berbisik kehilangan Ainin, "Nining."

"Apa?"

"Tadi, gue lihat si Kaleng sama cewek. Foto-foto mesra kayak gitu. Terus bawa fotografer kayaknya."

Ainin berusaha fokus. Berusaha mengabaikan omongan Odip, tapi rasanya tidak bisa. Mulutnya yang gatal ingin bertanya itu, membuatnya menyesali pertanyaan dam jawaban dari mulut Odip.

"Ceweknya cantik?" tanya Ainin.

Odip terdiam, seperti mengingat-ngingat sesuatu, "ah! Ceweknya jelek, ih. Masa wajahnya hitam gitu kayak pantat panci."

Ainin hanya menggeleng mendengar Odip. Apa Odip tidak bercermin? Wajahnya tiba-tiba jadi cokelat gitu.

***

Ulangan telah usai. Dan disinilah Ainin berdiri. Mendengar arahan pembinanya. Rasanya Ainin kepingin tidur. Badannya sudah lelah karena belajar terus-menerus, dan latihan drama untuk lomba pentas seni.

Setelah mendengar instruksi dari pembinanya, ia menuju kamar yang telah disediakan. Besok, lombanya dimulai. Dan Ainin butuh istirahat dengan total. Sangat total.

Setibanya di kamar yang telah disediakan, Ainin menyimpan kopernya lalu segera berbaring. Rasanya badannya sudah remuk.

"Langsung tidur aja, nih? Nggak mau makan dulu?" tanya Lia, teman angkatannya yang juga ikut lomba musikalisasi puisi.

Ainin melirik sebentar kepada Lia lalu kembali menutup mata,"nggak deh. Thanks yah," lirih Ainin.

Lia hanya mengangguk sebentar kemudian keluar dari kamar. Kamar yang disediakan oleh gurunya hanya 5. 1kamar diisi oleh 3 orang.

Setelah Lia keluar, sepertinya kedamaian yang dirasakan Ainin hilang begitu saja karena suara cempreng membuatnya tiba-tiba terbangun. Padahal ia baru saja memejamkan matanya.

"Aining cantiiiiik. Tasya datang nih. Yuhuuuu."

Ainin berdecak kesal. Bisakah ia tidur dengan tenang? Kepalanya tiba-tiba berdenyut sakit. Ainin yakin ini gara-gara ia yang baru saja tertidur tiba-tiba dibangunkan.

"Diem napa, sih. Gue baru tidur goblok."

Sambil berpura-pura memegang dadanya, Tasya juga memasang mimik sedih, "sedih aing. Tuhan, cabut nyawaku saja. Rasanya menyakitkan dikatakan goblok. Cabut saja, kumohon."

"Amin."

Tasya menggeram kesal lalu tanpa aba-aba ia menendang Ainin hingga terjatuh dari ranjang.

"Santai ae, goblok. Sakit nih badan gue. Gue capek banget."

Tasya menatap Ainin sambil tersenyum jail, "jangan tidur mulu. Lihat kak Aksa ngangkat barang, yuuuk. Kan bisa lihat otot tangannya. Apa lagi pas urat-urat tangannya menonjol. aduhhhh sekseh banget sih."

Mendengar nama Aksa, Ainin buru-buru keluar dari pintu. Siapa yang tidak ingin menyia-nyiakan melihat sosok seperti Aksa. Kakak kelasnya yang hidungnya mancung, kulitnya putih, bibirnya yang tipis dan merah, dan tentunya rambutnya yang dibiarkan acak-acak membuat ia terlihat sangat tampan.

Tapi, tetap saja dihati Ainin hanya Lingga. Aksa memang lebih tampan daripada Lingga. Dan poin tambahan untuk Aksa adalah suara Aksa bagus. Aksa dikenal sebagai Vokalis band di sekolah nya.

Ainin dan Tasya celinguk-celingukan. Menoleh ke kanan dan kekiri, layaknya mencari induknya. Lalu Ainin menahan nafas ketika Aksa membawa gitar dan berhenti dihadapan Ainin.

"Nyari apa, Nin?"

Ainin pura-pura menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Berusaha mencari ide yang bersarang di kepala nya. Tapi, Ainin tidak memiliki ide sama sekali.

Ainin menoleh ke arah Tasya. Merasa diperhatikan, Tasya juga menoleh. Ainin mengode menggunakan mata yang langsung dimengerti oleh Tasya.

"Ngg, kita lagi nyari Lia, kak." ucap Tasya berusaha menghilangkan nada gugupnya

"Lia? Tadi gue ketemu sama Lia. Tapi," Aksa memiringkan sedikit kepalanya menatap datar kepada Ainin yang sudah berdiri dengan kaku, "Lia bilang Ainin lelah dan tidur. Terus, ngapain lo nyari Lia?"

Ainin tergugu ditempatnya, "hmm hngg, g-gini kak. T-tadi itu Ainin emang capek. Tapi, Tasya datang bawa berita hot. J-jadi gue keluar deh mau nyamperin Lia."

Aksa hanya memasang wajah datar. Lalu ingin berbalik tetapi berhenti karena mendengar omongan Ainin yang sempat tertunda.

"Tapi..... Bagaimana bisa kakak tau kalau gue sedang lelah? Kak Aksa nanya ke Lia, yah?"

Aksa menoleh ke Ainin masih dengan memasang wajah datarnya sambil bergumam dengan singkat, "iya."

Ainin terbengong ditempatnya. Setelah mengatakan itu, Aksa berlalu begitu saja. Benar-benar cowok kaku, menurutnya.

Tasya yang hanya menjadi penonton tiba-tiba bertanya sesuatu yang membuat Ainin terdiam.

"Kalau lihat kak Aksa mulu, kira-kira lo bisa nggak lupain si Kaleng?"

***

Menunggu emang membosankan. Tapi akan terasa lebih spesial jika yang ditunggu adalah sosok yang penting.

LINGGA & AININTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang