1. Tatapan mata

120 7 8
                                    


SELAMAT MEMBACA KISAH LINGGA & AININ

***

Tatapan mata bisa membunuh. Menyebabkan jantungan mendadak dan mati terkapar begitu saja dengan perasaan yang tak kunjung terbalas.

***

Makassar, November-2016.

Satu hal di kepala Ainin sekarang; November telah tiba. Dan perasaan cintanya kepada seseorang masih diabaikan.

"Ainin kampretttttt."

Suara cempreng dari Tasya membuat Ainin terlonjak kaget lalu menatap temannya itu setajam silet.

"Nggak usah teriak di telinga gue juga." sambil mengusap telinganya akibat korban teriakan mahadasyat.

"Mau lihat yang ganteng, nggak?"

Ainin mengerutkan alisnya, "dimana?"

"Di lapangan futsal. Cogant banyak woyyyy. Sekali-kali kita nyuci mata juga, Nin. Lo nggak sakit mata apa? Lihat teman kelas cowok mukanya berdebu semua."

Rafi yang berjalan menuju bangkunya lalu tanpa tak sengaja telinganya mendengar hal-hal menjelekkan membuat ia mendengus dengan keras.

Tasya menyipit melihat Rafi, "apa lo!!!""

"Elah, sok cantik. Jangan ngehina dulu lo tanta kebo. Boleh ngehina sih kalau cantik lo udah seperti Ainin."

Tasya berdiri lalu menggebrak meja dengan keras. Sisa-sisa penghuni kelas hanya melirik sebentar kemudian melanjutkan aktifitas mereka yang sudah tertunda.

"Awas yah lo Rafiii. Sini lo brengsek."

Dan tak perlu ditanyakan lagi bagaimana kelanjutannya. Rafi dan Tasya terlibat aksi kejar-kejaran seperti tom and jerry.

Ainin hanya menghela nafas sabar. Kelasnya memang tak bisa dicap sebagai kelas ter-baik. Tapi yang membuat Ainin senang dengan teman kelasnya adalah mereka ter-solid diantara semua kelas.

Ainin melirik Intan yang tertidur. Sedikit ide jail dikepalanya, ia mengambil nafas yang panjang kemudian,

"INTAAAAAN BANGUUUUN WOYYY!! MAU IKUTAN LIHAT COGANT MAIN FUTSAL NGGAK?"

Intan tiba-tiba terbangun sambil mengusap-usap dadanya. Sabar. Hidup masih panjang, pikirnya.

"Aelah, sok-sokan bilang cogant. Lo cuman mau nonton si Kaleng, kan?"

Ainin memukul bahu Intan dengan keras, "Kampret lo. Namanya bukan Okang tapi Kalingga. Ingat, K. A. L. I. N. G. G. A."

"Iye iye tau gue. Jadi nggak nih lihat cogant?"

Ainin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, menatap Tasya dan Rafi yang masih kejar-kejaran.

"Nggg, lo panggil Tasya dulu deh. Lo lihat, kan? Mereka berdua nggak cape apa kejar-kejaran. Mereka nggak tau yah ngejar itu capek."

Intan mendelik, "idihhh ini bocah. Baperan banget sih. Kalau udah tau ngejar itu capek, kenapa masih ngejar?"

Ainin terdiam menatap lantai dengan kosong.

"Lihat gue," Ainin mendongak menatap Intan, "gini yah. Jika sewaktu-waktu lo ngejar dia terus kaki lo keseleo, gimana dong? Dia nggak bakal balik. Wong dia udah jalan duluan."

Ainin mengangguk dengan polos, "kalau dia balik, gimana dong?"

Kali ini Intan yang terdiam.

Dan mereka berdua sama-sama terdiam sambil tatap-tatapan dengan tajam.

"Yoooribuuunnn. Jangan tatap-tatapan gitu dong. Kalau kalian berdua saling jatuh cinta? Hayoo yang tanggung jawab siapa. Masa jeruk makan jeruk," dan Tasya mengacau segalanya.

***

Disinilah mereka bertiga. Berdiri dipinggir lapangan berpanas-panasan cuman lihat pemandangan yang menyejukkan mata. Bukan cuman mereka bertiga, siswi-siswi juga banyak yang menonton dan menyoraki. Sepertinya bukan hanya kelas X IPA 4, kelas Ainin yang jam kosong. Buktinya, ini bukan jam istirahat tapi banyaknya yang menyoraki membuat rame lapangan.

Menurut mereka, ini adalah pemandangan yang sangat langka. Sangat jarang kelas XI IPS 2 yang isinya subhanallah, cogant semua main futsal. Apa lagi bajunya dibuka gitu. Siapa coba yang ingin nyia-nyiain pemandangan adem.

"Kak Linggaaaaa~~~ semangatt!!"

"Lingaaaa pujaan hati, semangatt!"

"Oppa Lingga~ahh bisa pelukkk."

Aini hanya menggelengkan kepala. Rata-rata yang menonton hanya fans Lingga.

Memang benar. Tak ada seorangpun yang bisa menolak sang Kalingga Dipta Shanystkara Termasuk Ainin yang sudah sangat jatuh cinta.

Ainin tersenyum mengingat pertemuan pertamanya dengan Lingga. Awalnya, Ainin sangat membenci Lingga. Tetapi, keadaan malah membalik kepadanya. Ainin sudah jatuh. Jatuh sedalam-dalamnya.

Ainin menatap punggung kokoh Linggah. Punggung yang selama ini Ainin ingin peluk. Lingga berbalik. Dan tanpa sengaja tatapan mata Ainin bertemu dengan Lingga.

Pengaruhnya, jantung Ainin tiba-tiba berdetak dengan keras. Apa ia jantungan?

Lingga memutar bola matanya malas.

LINGGA & AININTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang