2. Lebih dari dekat

67 16 0
                                    

"Renan, kamu suka cokelat ?" tanyaku,

"Tidak" jawabnya,

"Kamu suka bunga ?" tanyaku sekali lagi,

"Tidak juga" jawabnya,

"Lalu apa yang kamu suka ?" tanyaku lebih dalam,

"Yang aku suka ?, sepertinya kamu" jawabnya,

dan aku terbangun. Ahh cuma mimpi ternyata, Renan kamu tidak sopan, datang ke mimpiku tanpa izin terlebih dahulu, dan juga kenapa aku memimpikan kamu.
Kamu memang membingungkanku ya Renan.

Hasil ulangan kemarin telah dibagikan, nilaiku biasa saja, tidak tinggi, tuntas semua saja aku sangat bersyukur.

"Renan, kamu tuntas semua ?" tanyaku,

"Iya tuntas semua, kamu ?" dia bertanya kembali kepadaku,

"Tuntas semua juga" jawabku,

sikap Renan mulai berubah, dia tidak seperti Serigala saat aku pertama kali mengenalnya.

"Malam ini jadi pergi denganku ?" tanyaku soal ke rumah Nada,

"Jadi" jawabnya dengan paket komplitnya yang tidak berubah,

"Baiklah, nanti aku ke rumahmu ya ?" tanyaku,

"Iya, datang saja" jawabnya,

ah, aku tak sabar menunggu matahari terbenam.

Matahari pun terbenam, senja sedikit lagi ditelan malam, dan bintang mulai bermunculan, aku bingung menggunakan baju apa, ah, pake kemeja sajalah, hanya dalam hitungan menit, aku sampai di rumah Renan, dia keluar rumah mengenakan sweater biru dan celana jeans,

"Renan, kamu cantik sekali" pujiku,

"Mau merayu ya ?" tanyanya menepis pujianku,

"Ngga kok, memang iya kamu cantik" kataku meyakinkannya,

"Oh yaudah, yuk, daripada nanti terlambat" katanya,

kemudian aku dan dia bergegas menuju rumah Nada.

Sesampainya di rumah Nada, aku dan Renan berjalan di halaman rumahnya, banyak mata yang tertuju pada kami, mungkin karna Renan malam ini cantik sekali. Terlihat Nada dan Tara sibuk berswafoto bersama, ternyata mereka jadian ya, memang terkadang cinta datang dalam waktu sesingkat itu. Aku dan Renan bergabung dengan anak-anak kelasku, menikmati makanan dan musik yang ada.
Giliran anak laki-laki kelasku berfoto dengan Nada, cukup banyak foto yang diambil, jadi memakan waktu yang cukup lama. Setelah itu aku berjalan mengitari rumah, dan aku terjekut, Renan berbicara hingga tertawa dengan anak kelas lain, terlihat akrab, dan ada rasa yang tidak biasa di hatiku.

Aku berjalan kembali ke perkumpulan anak-anak kelasku, rasa bingung menghiasi setiap langkah kakiku, ternyata Renan akrab juga dengan orang lain, terlebih lagi dengan laki-laki.
Ah, dada ini terasa sesak walaupun aku dan dia tak lebih dari teman. Jika dunia itu tuli, aku ingin berteriak sekuat mungkin, tak apa jika tak ada yang tahu, yang penting beban hatiku sedikit berkurang. Aku memandang langit yang dikelilingi jutaan bintang, nafasku terasa berat, ah aku ingin pulang rasanya.

"Renata, sedang apa ?" tanya seseorang yang ternyata adalah Renan,

aku memandang matanya cukup lama kemudian berkata

"Cuma ngeliat bintang nih" kataku,

"Ohh begitu ya" balasnya,

"Renan, kamu suka bintang ?" tanyaku memperpanjang obrolan,

"Tidak terlalu suka" jawabnya,

"Mengapa ?" tanyaku sekali lagi,

"Bintang itu naif, terkadang bersinar terang, kemudian menghilang, benar-benar naif" jawabnya,

Renata & RenanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang