Pagi yang cerah di SMAN 8 Kota Exorta. Seorang cowok yang baru tiba berjalan menuju ke kelasnya. Tubuhnya tinggi, ideal. Wajahnya juga cukup ganteng.
“Dakk!!,” seorang cowok lain menabrak bahunya dari belakang. Kemudian ia tersenyum mengejek. Si cowok tadi hanya menghela nafas dan mengalihkan pandangannya.
“Ekspresimu selalu seperti itu. Jangan lupa nanti sore ! Aku akan mengalahkanmu lagi,” ucap cowok yang menabrak tadi lalu pergi.
“Pagi diganggu Dino, siang diganggu Dino, sorepun juga diganggu. Terus saja hidupku seperti ini,” gerutu cowok itu dalam hati. Tiba-tiba langkahnya terhenti ketika melihat seseorang, seorang cewek. Berkerudung, cantik, dan manis. Cewek itu juga berhenti. Suasana senyap dan canggung.
“Hai Zane,” sapa cewek itu.
“Hai Carla,” balas Zane.
“Emm.. aku duluan ya. Sedang buru-buru,” ucap Carla.
“Oh! Iya,” jawab Zane. Carla kemudia pergi terburu-buru.
Nama cowok itu Muhammad Z. Hizane. Dipanggil Zane. Termasuk anak petinggi perusahaan. Begitupun Dino, anak yang suka mengganggunya. Ayah mereka sama-sama orang penting,
Zane segera memasuki kelasnya, X MIA 4. Ternyata, kelasnya sudah cukup ramai. Tak lama kemudian, bel masuk berbunyi. Pelajaran segera dimulai.
. . . . .
Saat jam istirahat, Zane keluar kelas sendirian.
“Hai Zane,” sapa seorang cowok menghampirinya.
“Eh, Awan,” ucap Zane.
“Mau ditemenin ke kantin ?,” tanya Awan.
“Tidak ah, sebenarnya aku ...,” Zane ragu meneruskan ucapannya.
“Oh, aku mengerti. Kau ingin ke kantin dengan Carla, kan ?,” goda Awan.
Zane menatap Awan dengan wajah masam. “Sok tahu,” ucap Zane. Tak lama kemudian ... “Itu ... Carla !,” panggil Zane seraya berlari menghampiri Carla.
“Ah, sudah kuduga,” ucap Awan sambil tertawa.
“Kamu mau ke kantin ? Tumben sendirian ?,” tanya Zane pada Carla.
“Emm.. itu.. teman-teman bawa bekal semua,” jawab Carla.
“Kalau begitu, ayo ke kantin bersamaku! Nanti kutraktir,” ajak Zane.
“Beneran ?,” tanya Carla.
“Iya,” jawab Zane. Mereka kemudian pergi bersama.
Setelah membeli makanan, Zane dan Carla pergi ke tempat duduk Mereka membeli Bakso.
“Dakk !! Pyar !!,” seseorang menabrak Zane. Mangkuknya terjatuh dan pecah. Sebagian isinya mengenai seragam Zane. Suasana kantin hening.
“Ups, maaf,” ucap Dino, ternyata dia yang menabrak Zane.
Zane tak mampu menahan amarahnya. “Sudah cukup,” ucapnya. Ia mengambil sesuatu dari sakunya. Sebuah gelang logam warna perak. Ia hendak memakai gelang itu, tapi seseorang tiba-tiba merebutnya.
“Ersa,” ucap Zane kesal.
“Tidak perlu Zane,” jawab cewek bernama Ersa itu.
“Tapi ...,” Zane tidak melanjutkan ucapannya. Ia menenangkan dirinya. Kemudian ia membereskan mangkuk yang pecah tadi. Ia meminta maaf pada pemilik kantin. Lalu ia kembali menhampiri Carla.
“Carla, maaf ya. Aku pergi dulu,” ucap Zane.
“Zane, tunggu ...,” Carla merasa cemas. Zane pergi dan tidak menghiraukan.
Sementara itu, Ersa hendak kembali ke kelasnya. Gelang Zane masih di genggaman tangannya. Tiba-tiba, seorang cowok merebutnya.
“Merampasnya lagi ? Kau benar-benar sepupu yang buruk ya?,” ucap cowok itu.
“Kembalikan ! Kembalikan ! Reon !,” Ersa berusaha merebut gelang itu.
“Seolah kau sudah cukup dewasa. Seolah kau sudah mengerti,” ucap Reon. Ersa terdiam. “Zane hanya ingin melakukan pembelaan terhadap dirinya, apa itu salah ?,” lanjut Reon. Ia kemudian meninggalkan Ersa. Ersa masih terdiam di sana.Beralih ke tempat lain, SWITCH!
Di SMAN 2 Kota Exorta, seorang cowok sedang asyik membaca buku. Seorang cewek menghampirinya.
“Fiyan, boleh aku duduk di sebelahmu ?,” tanya cewek itu.
Fiyan terkejut. “Eh Alin, Kamu baca buku juga ? Kamu boleh kok duduk di sini,” ucap Fiyan.
“Terima kasih,” ucap Alin.Mereka membaca buku bersama.
“Egh.. ehm..,” Fiyan dan Alin terkejut menyadari ada seorang cewek di dekat mereka. Parasnya cantik dengan tinggi tubuh ideal.
“Rianda ...,” ucap Fiyan.
“Ups, maaf kalau mengganggu. Kalian lanjutkan saja,” ucap Rianda. Fiyan dan Alin lanjut membaca. Namun Rianda memandangi mereka dengantersenyum.
“Kamu kenapa sih ?,” tanya Fiyan.
“Enggak apa-apa kok,” jawab Rianda.
Seorang cowok datang menghampiri . “Fey, apa dia mengganggumu ?,” tanya cowok itu. Fey adalah panggilan akrab Fiyan.
“Ah, enggak kok,” jawab Fiyan.
“Kamu ngganggu mereka ya ?,” tanya cowok itu pada Rianda.
“Enggak kok,” jawab Rianda.
“Aku yakin kamu mengganggu mereka,”
“Aku cuma melihat saja. Sebuah pasangan yang so sweet,” ucap Rianda. Alin tertunduk malu.
“Ya, tentu saja. Tidak seperti kamu yang jomblo,”
“Eh David, emang kamu punya pacar ?,” tanya Rianda.
“Enggak, tapi aku banyak yang suka,” jawab David.
Rianda tertawa. “Ah, kamu terlalu percaya diri,” ejek Rianda.
“Daripada kamu. Emang ada yang suka kamu ?,” David balik mengejek.
“Kamu meremehkan aku ya ?,”
“Iya, emang,”
“Dave, sudahlah,” ucap Fiyan menengahi mereka. Dave adalah panggilan akrab David.
“Aku menantangmu David. Kalau kau kalah, kau harus menraktirku,” tantang Rianda.
“Baiklah. Kalau kau kalah, kau yang menraktirku. Apa tantangannya ?,” tanya David. Fiyan menghela nafas menyaksikan mereka.
“Dapatkan nilai 100 pada ulangan Matematika berikutnya,” jawab Rianda.
“OK, aku terima,” balas David dengan wajah PD dan yakin. Rianda kemudian pergi meninggalkan mereka.
Kembali ke SMAN 8, SWITCH!
Zane duduk termenung sendirian. Ia memikirkanyang baru saja terjadi di kantin. Ia tak sadar, di dekatnya ada seseorang.
“Kau harusnya bersyukur loh,” ucap cowok itu. Zane melihat cowok itu, namun tetap diam. “Yah, meskipun kau masih bergantung pada gelang itu. Tatap saja anugrah itu milikmu,” cowok itu duduk di sebelah Zane.
“Jangan menceramahiku, Ray,” ucap Zane.
“Ini gelang milikmu,” ucap Ray seraya memberikan sebuah gelang.
“Kau mendapatkannya ?,” Tanya Zane heran.
“Itu mudah saja bagiku,” jawab Ray.
“Ah, benar juga,” balas Zane.
“Lucu juga ya. Padahal di SMP dulu kau termasuk anak keren. Tapi di SMA kau malah dibully,” ucap Ray.
“Apa-apa an kau ini ?,” Zane sedikit tersinggung.
Ray tertawa. “Seandainya saja Rianda sekolah di sini ...,”
“Jangan berabdai-andai,” ucap Zane menyela Ray.
“Ya, benar juga,” Ray berdiri. “Baiklah, sampai jumpa,” ucap Ray lalu pergi.
Zane menghela nafas. Ia menatap gelang itu.
. . . . .
Saat pulang sekolah, Ersa menunggu Zane di gerbang sekolah. Tak lama kemudian, Zane muncul.
“Zane,” panggil Ersa. Zane menoleh namun tak menjawab. “Aku minta maaf soal yang tadi,” ucap Ersa.
Zane menghela nafas. “ Tidak apa-apa. Aku juga mengerti,” ucap Zane. “Oh ya, kurasa ini gelang milikmu,” Zane mengeluarkan gelang tadi.
“Eh iya,”
“Ray yang memberikannya padaku tadi,” jelas Zane.
“Dia salah mengambil gelang,” balas Ersa. “Sebenarnya gelang milikmu dibawa Reon,” jelas Ersa.
Reon tiba-tiba sudah berada disamping mereka. “Ini gelangmu,” ucap Reon seraya memberikannya pada Zane.
“Terima kasih,” balas Zane.
“Dasar kau payah,” ucap Reon lalu pergi meninggalkan mereka.
“Tunggu ! Hei ! Sebaiknya kita pulang bersama,” ucap Zane.
“Tidak perlu,” balas Reon.Beralih ke SMAN 2, SWITCH!
Para muruid berhamburan keluar gerbang.David ber jalan pelan keluar gerbang. Di luar, ia melihat salha satu teman lamanya.
“Hai Randy !,” sapa David.
“Hai,” balas Randy.
“Lama tidak bertemu,” ucap David.
Randy tersenyum. “Beruntung kita bertemu hari ini,” ucapnya.
“Sedang apa kau di sini ?,” tanya David.
“Aku memang sedang mencarimu,” jawab Randy. “Hei, jika ada waktu, ayo bermain drone denganku lagi !,” ajak Randy.
“Drone ?,”
“Iya. Kau masih ingat kan ? Aku pernah memberimu sebuah drone untuk kita main bersama,” balas Randy.
David terdiam sejenak. “Oh, iya. Ada di rumah,” ucap David.
“Baguslah. Ya sudah, aku pergi dulu,” pamit Randy. Randy adalah murid SMAN 1 Kota Exorta. Ayahnya merupakan direktur OOO corps,.
David terdiam. Ia mengingat-ingat drone itu.
. . . . .
Sementara itu, Rianda dan temannya sedang berjalan pulang. Di jalan, mereka melihat orang dengan sikap agak mencurigakan membawa benda mirip senapan air mainan.
“Sudah besar kok main mainan anak-anak,” komentar teman Rianda.
“Mungkin milik anaknya,” balas Rianda. “Tapi ...,” Rianda merasa curiga. Tiba-tiba warna bola mata Rianda berubah jadi berwarna nila. Temannya tidak tahu itu karena sedang fokus melihat yang lain. “Eh, itu bukan mainan anak-anak,” ucap Rianda.
“Hah ?,” Emang kamu tau ?,” tanya temannya.
“Aku membaca pikiran orang itu,” jawab Rianda.
“Apa ?,”
“Eh,” Rianda tiba-tiba tersadar dan terkejut atas ucapnnya tadi. “Emm.. maksudku.. sudahlah, Fiona. Ayo kita segera pulang,” Rianda seperti menutupi sesuatu.
“Hmm ...,” Fiona masih bingung dan heran pada perilaku Rianda.SWITCH!
“Akhirnya sampai rumah,” ucap Zane. “Sungguh Selasa yang melelahkan,” lanjutnya. Ketika hendak masuk rumah, Zane teringat sesuatu. “Oh iya. Aku lupa beli buku tulis,” Zane tidak jadi masuk dan pergi membeli buku.
Setelah membeli buku, Zane berniat segera pulang. Tiba-tiba terdengar suara sirine polisi. “Eh, ada apa ?,” tanya Zane seraya melihat ke arah jalan raya. Nampak mobil polisi sedang mengejar seseorang yang mngendarai sepeda motor.
“itu bukan pertanda baik,” ucap Zane. Ia megambil gelang di sakunya, kemudian menyimpan buku tulisnya. Zane lalu memakai gelang itu pada tangan kirinya. Seketika warna bola mata Zane berubah menjadi biru.
Aura biru menyelimuti tubuh Zane. Lalu muncul sepasang sayap warna biru di punggungnya. “Wush!,” Zane terbang mencari orang yang dikejar polisi tadi.
Zane terbang merendah disamping orang itu. Orang itu Lantas terkejut. Orang itu membawa benda mirip senapan air mainan. Zane membentuk aura ditubuhnya menjadi tangan untuk mengambil benda yang dibawa orang itu.
“Berani sekali kau ingin membawa kabur magic gun dari desa ini,” ucap Zane. Ia mempercepat terbangnya lalu berhenti di depan jalur motor itu. Orang itu pun sontak menghentikan motornya.
“Kau bisa kabur dari polisi. Tapi tidak dariku,” ucap Zane lagi. Orang itu pun turun dari motornya. Ekspresinya terlihat gelusah dan geram. Ia mencoba menyerang Zane. Tapi Zane bisa menghindar, bahkan ia memukul orang itu. Ternyata Zane juga ahli bela diri.
Mobil polisi nampak sudah dekat. Orang itu hendak menaiki motornya lagi. Zane menghentakkan sayapnya. Orang itu terjatuh dan merasa lemas. Zane meletakkan magic gun pada motor orang itu.
“Selanjutnya, biar polisi yang mengurusmu,” ucap Zane lalu terbang pergi.
. . . . .
Sementara itu, Ersa sedang belajar di ruang tamu rumahnya.
“Assalamualaikum,” seseorang mebuka pitu rumah.
“Wa’alaikumsalam,” jawab Ersa. “Tumben ayah sudah pulang ?,” tanya Ersa heran.
Ternyata itu Ayah Ersa. Ia kemudian duduk disamping Ersa. “Tugas ayah selesai lebih cepat hari ini,” jawabnya.
“Ooh ...,” balas Ersa.
“Semakin hari, semakin menarik saja. Semakin banyak fakta yang ditemukan dari magic energy di atmosfer kita ini,” cerita Ayah Ersa. “Orang desa lain bilang desa kita adalah yang paling rendah potensi sihirnya. Tapi dengan ilmu pengetahuan, Desa Daun Sejajar ini menjadi lebih maju dari desa lain di Kecamatan Kota Raja . Kamu juga harus rajin belajar supaya bisa lebih memajukan desa kita ini,” lanjutnya
“Tentu saja, yah,” jawab Ersa.
“Kita benar-benar harus bersyukur. Cahaya yang jatuh 17 tahun lalu telah membawa anugrah di wilayah ini, termasuk kamu,” ucap Ayah Ersa.
“Ayah tau kan ? aku tidak suka disebut penyihir,” ucap Ersa.
“Tidak ada yang menyebutmu penyihir,” jawab Ayah Ersa.
“Faktanya tidak begitu, yah,” Ersa menghela nafas. “Kenapa sih para tetua menyebut kami sebagai Colour Mage ? Seharusnya Gifted Kid,” gerutu Ersa.
Ayah Ersa hanya bisa diam. Ia tidak tahu harus menjelaskan apa. Tapi faktanya memang benar begitu.
. . . . .
Zane merasa kelelahan setelah apa yang terjadi. Ia membaringkan tubuhnya di sofa rumahnya.
“Zane, kamu tidak latihan hari ini ?,”
Zane tersentak dan terbangun. “Ayah ? Ah kukira ayah benar-benar sudah pulang,” Zane menghela nafas. “Maaf, yah. Hari ini aku tidak latihan dulu. Aku sedang benar-benar kesal pada dia,” ucap Zane~To be continued to Eps. 2
KAMU SEDANG MEMBACA
Couple Puzzle
FantasyZane dan Rianda adalah kunci kisah ini. Zane adalah anak SMAN 8 Kota, sedangkan Rianda adalah anak SMAN 2 Kota. Mereka memiliki kehidupan yang berbeda. Kisah dan nasib mereka berbeda. Namun karena satu masalah ini, mereka harus menyatukan tangan mer...