Eps. 7 : Festival // Love

6 4 0
                                    

Pukul 08.00 pagi, Axcel bersiap-siap. Hari Rabu itu sedang libur nasional. Axcel nampak berpakaian rapi.
“Egh.. ehm,” Oxcel tiba-tiba ada di dekat Axcel. Axcel hanya melirik sebentar. “Wah-wah, masih pagi sudah rapi sekali,” sindir Oxcel.
“Terserah aku lah,” balas Axcel.
“Mau berangkat kencan ya ?,” goda Oxcel.
“Kau  sendiri juga melakukannya kan, nanti ?,” balas Axcel.
“Selalu saja memutar balik perkataanku,” ucap Oxcel.
“Aku kan kakakmu,” ucap Axcel.
“Baik-baik, kakak. Sudah cepat berangkat sana ! Ersa pasti sudah menunggu,” balas Oxcel sambil mendorong-dorong kakaknya.
. . . . .
Reon duduk di kursi di teras rumahnya. Ia sedang memainkan handphonenya. Tak lama kemudian, Ayah Reon muncul dari dalam rumah. Ia lalu duduk disamping Reon sambil membaca koran
“Hari ini kamu tidak pergi keluar ?,” tanya Ayah Reon.
“Tidak yah,” jawab Reon.
Mereka lalu saling diam . fokus pada yang dipegangnya masing-masing.
“Ayah, aku ingin bertanya ?,” ucap Reon kemudian.
“Tanya apa ?,”
“Bagaimana tindakan perusahaan terhadap para penyelundup itu ?,” tanya Reon.
Ayah Reon menatap Reon sejenak. “Setiap hari para pegawai diperiksa, keamanan diperketat, bisa dipastikan tidak ada penyelundupan,” jawabnya.
“Bagaimana dengan nama-nama di catatan itu ?,” tanya Reon lagi.
“Tidak ada satupun pegawai dengan nama itu,”
“Ooh ...,”
“Ayah tahu kamu khawatir. Itu bagus. Itu sebuah perkembangan,” puji Ayah Reon. “Iya, yah,”ucap Reon.
Ayah Reon menghela nafas. “Ayah mungkin akan memberitahumu tentang ini,” ucapnya.
“Memberitahu apa, yah ?,” tanya Reon.
“Kemarin lusa, 1 serum x-mage dicuri,” cerita Ayah Reon.
“Loh, kok bisa ?” Reon terkejut. “Pencurinya tertangkap kan, yah ?,” tanya Reon.
“Tidak, dia tak terlacak,” jawab Ayah Reon. “Tapi perusahaan berusaha keras melakukan penyelidikan, tenang saja,” lanjutnya.
“Astaga, ini bisa gawat,” ucapnya.

SWITCH!
Rianda dan Fiona sedang ada di lapangan dekat sekolah mereka.
“Hey, Rianda. Kita ngapain sih kesini ?,” tanya Fiona sedikit protes.
Rianda tak menjawab. Ia dari tadi diam saja. Matanya memerah dan basah. Air matanya menetes membasahi pipinya.
“Rianda, kamu kenapa ?,” tanya Fiona khawatir.
Rianda mengusap air mata itu. “Tidak apa-apa,” jawabnya lembut.
Sebuah motor memasuki area lapangan. Motor itu parkir di tepi yang laindari tempat Rianda dan Fiona. Setelah turun, cowok yang membawa motor itu menuju ke arah Rianda dan Fiona.
“David ?,” Fiona terkejut. Cowok itu adalah David.
David berjalan mendekati mereka. Pandangannya tertuju pada Rianda. Begitupun Rianda, pandangannya terus tertuju pada David. Fiona terdiam, tak bicara.
David kini berada di hadapan Rianda. Mereka saling bertatapan. “Rianda, aku ingin berkata jujur,” ucap David. Fiona tetap terdiam.
“Aku ingin mengungkapkan perasaanku,” lanjut David. Rianda terus menatap mata David. “Awalnya kau tak ingin peduli pada perasaan ini. Takutnya orang lain aka terluka. Tapi aku tidak bisa berhenti memikirkan perasaan ini,” ucap David.
“Hatiku terasa damai saat bersamamu,” ungkap David.
Fiona perlahan mundur. Matanya memerah. Raut wajahnya berubah. Ia berbalik lalu berlari meninggalkan Rianda dan David.
Rianda menundukkan pandangannya. David melihat Fiona yang tengah berlari.
David lalu kembali menatap Rianda. “Rianda, aku ...,”
Rianda memandang David. “Aku menyukaimu, Dave,” ucap Rianda tersenyum. Air mata menetes di pipinya.
David mengusap airmata itu. Ia lalu tersenyum.
. . . . .
Fiyan, Bram, dan Rocky berada di rumah Beni. Mereka berempat sedang memperbaiki drone milik David.
“Eh, sudah baca koran hari ini belum ?,” tanya Bram.
“Emangnya ada apa ?,” Rocky balik bertanya.
“Ini lihat ! Kemari ada perampokan bank,” jawab Bram.
Rocky mendekat, melihat koran itu. “Eh, kawasan ini kan tidak jauh dari sini,” ucap Rocky.
“Benarkah ?,” Beni tidak percaya. Beni dan Fiyan lalu ikut melihat koran.
“Disini tertulis pencurinya bawa senjata canggih,” ucap Bram.
“Waduh, bahaya dong !,” tanggap Rocky.
Fiyan merasa teringat sesuatu. Ia merebut koran itu. Ia membaca rincian beritanya. “Mungkinkah ini ?,” Fiyan bertanya dalm hatinya. “Apakah sudah terlambat ?,” pikir Fiyan.
“Fiyan, kau ini kenapa ?,” tanya Beni.
“Emm.. aku hanya reflek saja karena terkejut,” jawab Fiyan. Fiyan mengembalikan koran itu ke teman-temannya.
“Polisi yang mencoba menangkap malah sekarang masuk rumah sakit gara-gara senjata itu,” komentar Rocky.
“Aku harus memberitahu Dave,” ucap Fiyan dalam hati. “Teman-teman, bukankah lebih baik jika kita mengajak David untuk selesaikan drone ini ?,” tawar Fiyan.
“Ya, ajak saja dia,” jawab Bram.
“Baik, akan kutelpon dulu,” balas Fiyan.
Fiyan keluar ke teras. Ia menelepon David. Teleponnya tidak diangkat. “Aduh, kenapa tidak diangkat ?,” Fiyan menelepon lagi. Tidak diangkat lagi.
“Mungkin Fiona tau,” pikir Fiyan. Ia mencoba menelepon Fiona. Fiona tidak mengangkatnya.
“Fiona juga,” keluh Fiyan. “Apa aku harus beritahu Rianda saja ?,” Fiyan lalu mencoba menelepon Rianda. Lagi-lagi tidak diangkat. “Astaga,” Fiyan kembali masuk ke rumah.
“Kau sudah meneleponnya ?,” tanya Beni.
“Dia tidak mengangkatnya,” jawab Fiyan. “Emm.. kurasa aku harus mencarinya,” ucap Fiyan. “Aku keluar dulu ya,” pamit Fiyan.
“Eh tunggu,” ucap Beni.
Fiyan tidak menghiraukannya. Ia langsung menaiki motornya dan pergi.

Couple PuzzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang