Raut pada pualam Jaejoong terbaca jelas oleh Yunho yang dengan gemas mengacak rambut pria itu hingga berantakan –hingga kembali mengundang Jaejoong meliriknya dengan tajam. Tapi Yunho tidak perduli, sekertarisnya ini tetap menggemaskan bagaimanapun dia, benarkan? –percayalah, dalam hal ini tidak akan ada yang membantah pendapat Yunho.
.
.– My Secretary –
Main Pair : YunJae
Warn. Boys Love – Rated T++
If you Don’t like YunJae or Boys Love or even My Story,
just make your Own story
If you can’t do it, just shut up your mouth.
."Kau sudah mencatatnya?"
"Ya. Tanpa terkecuali."
Kepuasan tergambar jelas pada ekspresi, sebuah kebanggaan tersendiri akan kemampuan Jaejoong yang tidak terprediksi. Siapa sangka pria yang sejak awal berkata tidak pernah memiliki pengalaman sebagai sekertaris kini menjadi sekertaris terbaik yang Yunho miliki –tentu saja disamping segala perasaan yang ada, sebab pemikiran itu benar datang dari hal yang nyata.
Keduanya baru saja mengakhiri meeting keempat saat matahari mulai menyongsong empat puluh lima derajat ke arah barat. Yunho tidak mengatakan ini akan menjadi hari yang sangat sibuk dan karenanya Jaejoong harus kuat menahan malu saat bertatap temu dengan klien kerja atau sebatas pegawai biasa. Well, Yunho tidak membiarkannya bersiap diri, menariknya langsung pada meja diskusi, dan memintanya mencatat apa saja di setiap negosiasi.
"Hampir jam tiga. Mau makan siang?" Yunho bertanya. Tapak kakinya angkuh menuju sofa pada ruang kerja, seraya melepas jas dan membuang asal sang armani pada lengan sofa. "Kau mau pesan apa?" masih dengan sikap angkuhnya, Yunho memgambil duduk berpangku kaki.
"Kita makan disini?" Jaejoong masih mengekor, begitu setia berdiri sekitar tiga atau empat langkah dari sang atasan.
"Kau mau makan diluar? Kita bisa pergi ke–"
"Tidak-tidak." Jaejoong menyela, menahan Yunho agar tidak bangkit dari duduk dengan kata-kata. "Disini saja." lebam pada pipi memang tidak lagi terlihat mencolok, menyamar serupa warna kulit berikut juga bekas alkoholnya. Hanya saja, Jaejoong sudah terlalu lapar, menghabiskan banyak waktu ke restoran hanya akan membuatnya semakin kelaparan.
Jawaban Jaejoong tentu disambut anggukan tanda setuju oleh si penawar yang tangannya menepuk ringan sofa pada sisi kosong sofa. "Santailah sedikit, Jae. Tidak ada lagi meeting setelah ini. Duduk dan beritahu aku kau mau makan apa."
"Aaa Kimbap.. Aku mau kimbap." meski mengatakan itu tanpa beban, Jaejoong masih merasa enggan untuk menurut duduk. Impresi yang tertanam dalam kepala terulang sedemikian cepat, saat Yunho menyuruhnya duduk namun justru menyentuhnya intim tak tahu malu.
"Kimbab? Hanya itu?"
"Kurasa itu cukup. Lagipula aku sedang ingin menabung jadi–"
"Tunggu–" Yunho menyela, "Aku yang akan membayar, Jae. Tugasmu hanya duduk dan makan yang banyak." ia menyambungkan kalimatnya cepat, merogoh dan mengambil ponsel pada saku.
Belum juga Yunho selesai dengan kegiatannya memesan makanan melalui ponsel, Jaejoong sudah lebih dulu kembali berucap, menyuarakan penolakan dengan tegas, menekan kuat tanda sudah seharusnya Yunho berhenti memperlakukannya sebegini baik dan membuatnya seperti menabung hutang budi. "Aku bisa membayarnya sendiri. Kau sudah memberiku uang, ingat?"

KAMU SEDANG MEMBACA
My Secretary [✔]
FanfictionTidak ada pilihan selain menjadi sekertaris Jung Yunho bagi Kim Jaejoong. Ia punya alasannya. Dan jika tidak karena alasan itu, sudah dipastikan Jaejoong tidak harus bertemu beruang jelek ini, dengan tatapannya yang mesum meski pekerjaan yang ditawa...