2. Gadis yang Tenggelam

41 10 1
                                    

Setelah menghabiskan waktu untuk memikirkan cerita Dane yang belum kuketahui dengan pasti kebenarannya, sekarang di sinilah aku. Salah satu kamar asrama perempuan Saint Augustine Boarding School. Mengeluarkan satu per satu pakaianku dari dalam koper dan menatanya di dalam lemari. Susan yang akan jadi teman sekamarku juga sudah datang lebih awal dan membereskan barang-barangnya.

"Kau tidak apa tidur di bagian atas?" tanyanya sambil berbaring santai di ranjang susun bagian bawah. "Aku agak tak bisa diam saat tidur, jadi aku khawatir jatuh jika aku tidur di bagian atas."

"Ya, tak masalah." jawabku santai. "Sejak dulu aku selalu ingin mencoba tidur di bagian atas ranjang susun."

"Karena hari ini kita kosong," Susan bangkit dan mengambil jaket jeansnya. "Bagaimana kalau kita pergi ke danau?"

"Eeh?" aku terkesiap. "Memangnya kau tahu jalan menuju ke sana?"

"Itu mudah," Susan menjentikkan jarinya. "Dari lapangan baseball di belakang sekolah, kita tinggal mengikuti jalan setapak menyusuri hutan. Danaunya ada di sana."

Aku menarik napas panjang. Sempat meragu, akhirnya aku mengatakan apa yang ada di benakku. "Tidakkah... di sana agak sedikit... menyeramkan?"

"Menyeramkan apanya?" Susan mengangkat sebelah alisnya. "Di sana menakjubkan. Danaunya sangat tenang, angin bertiup dengan kencang, kita bisa bersantai di gazeboo. Ayolah.."

"Baiklah," aku menyimpan koperku di atas lemari, lalu meraih mantel fleece super panjang yang sudah kugantung dengan rapi di lemari. Susan tertawa kecil melihat pilihanku.

"Mantelmu lebih cocok dipakai saat musim salju." komentarnya.

"Aku pakai celana pendek," tanggapku sambil menyingkapkan mantel dan memperlihatkan celana jeans selutut yang kukenakan. "Dan di hutan banyak nyamuk."

"Oke, oke." Susan menggamit lenganku dan mengajakku keluar dari kamar. "Aku sudah mengajak Brian dan Bobby untuk bergabung. Mereka sudah menunggu di depan gedung."

"Hmm," gumamku sambil mengangguk, bertepatan dengan terbukanya pintu lift yang baru saja kami lewati.

Eh? Terbuka? Aku menghentikan langkah dan menoleh ke arah lift itu lagi.

"Kenapa?" Susan ikut melihat ke arah lift. Ternyata aku salah melihat saja. Pintu lift berkarat itu tetap tertutup rapat.

Tentu saja, lift itu kan sudah tidak terpakai. Bagaimana bisa pintunya terbuka? Ini semua pasti karena cerita Dane yang masih saja kupikirkan.

"Tidak," aku mengajak Susan untuk melanjutkan perjalanan kami dan menuruni tangga. Kamar kami ada di lantai 4 gedung asrama, dan itu berarti... ada sangat banyak anak tangga yang harus kami lewati.

"Seandainya saja lift itu berfungsi," keluh Susan saat kami baru saja tiba di lantai 2. "Bagaimana bisa aku naik dan turun tangga ini selama 3 tahun?"

Aku mengangkat bahu. "Tapi seandainya lift itu berfungsi, sepertinya aku akan tetap naik tangga." Susan tertawa.

"Yeah, lift itu terlihat menyeramkan." katanya. "Kau tahu kenapa lift itu tak lagi digunakan?"

"Karena rusak?" jawabku asal.

"Karena kudengar ada siswi yang terjebak di dalam lift itu hingga kehabisan napas dan mati."

Aku terbelalak dan menatap Susan tak percaya. Susan tertawa melihat ekspresi terkejutku.

"Bercanda. Aku tidak tahu kau akan memercayainya." Susan tersenyum dan melambai ke arah Brian dan Bobby yang sudah menunggu kami ketika kami sampai di lantai dasar.

You Are (Not) Alone : Kutukan Kematian di Saint AugustineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang