5. Rupanya, Sara....

9 3 0
                                    

Tak terasa sudah dua bulan sejak aku bersekolah di Saint Augustine Boarding School yang menyeramkan dan penuh misteri ini. Tapi, aku kini telah berhenti mencari tahu soal Sara dan juga ruangan sejenis kamar yang berada di belakang gedung barat. Terserah saja apa yang gadis itu lakukan, aku tidak akan ikut campur lagi.

Hal-hal aneh dan menyeramkan pun berhenti menyapaku. Aku, Susan, Brian dan Bobby kini lebih banyak menghabiskan waktu bersama di kafetaria atau pinggiran danau dan sepakat untuk tidak membahas soal Sara lagi.

Hingga akhirnya, pada suatu hari Sara mendadak menghilang. Ia tak menghadiri kelas.

"Sarazeva Adelina?" Bu Marilyn, guru kelas matematika peminatan saat itu tengah mengabsen di kelas. Tapi tak ada satu pun yang menyahut atau mengangkat tangannya saat absen terakhir di kelas peminatan itu disebutkan.

"Sarazeva Adelina?" ulang Bu Marilyn, kali ini sukses membuat seisi kelas ikut menyebar pandangan mereka, mencari orang yang tak kunjung menyahut saat namanya disebut.

Pada awalnya aku tak menyadari jika itu adalah nama panjang Sara. Sejujurnya, walau kami satu kelas dalam kelas peminatan matematika dan biologi, aku tak pernah merasakan kehadirannya karena gadis itu selalu diam menyendiri di belakang kelas. Dia tidak pernah kelihatan berbaur atau mengobrol dengan siapapun.

"Sara tidak ada, Bu." jawab seseorang yang kuketahui bernama Dea. "Di kelas sebelumnya juga sepertinya dia tidak hadir."

Seisi kelas mengernyit bingung. Begitu juga dengan Bu Marilyn.

"Siapa yang satu kelas dengannya di kelas reguler?"

Beberapa orang mengacungkan tangan mereka, termasuk Brian yang juga satu kelas peminatan denganku.

"Apa tadi pagi dia masuk kelas?" tanya Bu Marilyn lagi.

Mereka hanya terdiam dan saling melemparkan pandangan satu sama lain.

Bu Marilyn berdecak tak sabaran. "Jumlah siswa di kelas kalian hanya 25 orang, tapi saat ada satu orang yang menghilang saja kalian tidak menyadarinya."

Seisi kelas kompak menundukkan kepala, merasa sedikit bersalah.

"Siapa seksi absen di kelas reguler kalian? Coba tanyakan padanya."

Murid lelaki bernama Zian cepat-cepat berlari keluar kelas.

"Aku hanya ingin tahu apakah dia sakit atau apa." Bu Marilyn menyimpan buku absennya di atas meja. Selang satu menit kemudian, Zian kembali ke kelas dengan napas yang terengah-engah.

"Bu, sejak pagi Sara tidak menghadiri kelas."

Dahi Bu Marilyn kembali berkerut. "Begitu? Jika dia ada di UKS, Nona Paula pasti memberi surat pemberitahuan ke setiap kelas yang harus dihadirinya. Ada yang tahu kamar asramanya, murid perempuan?"

Selama berdetik-detik, kelas mendadak hening. Aku menelan ludah dengan susah payah, enggan berurusan lagi dengan Sara. Namun, karena tak ada siswa lain yang merespon, akhirnya aku mengacungkan tangan.

"Nah, Laura, coba kau periksa kamarnya. Aku khawatir dia sakit."

Aku mengangguk dengan terpaksa dan segera bangkit keluar kelas. Brian tiba-tiba saja berdiri sambil mengacungkan tangannya.

"Bu, apakah saya boleh ikut melihat Sara ke kamarnya?"

Seketika itu, seisi kelas menatapnya curiga.

"Sara pacarmu?" tebak Bu Marilyn sambil memicingkan matanya.

Brian segera menggeleng dengan wajah memerah. "Tidak, Bu. Bukan begitu."

"Lalu kenapa kau ingin ikut memeriksa ke kamarnya?"

You Are (Not) Alone : Kutukan Kematian di Saint AugustineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang