hari di awal minggu adalah jadwal gue untuk ekskul. jadi, setelah pelajaran terakhir beres, gue segera berjalan menuju ruang audio-visual untuk berkumpul dengan anak-anak. gue juga harus memberi materi kepada adik-adik yang baru masuk ekskul audio-visual.
"wan," ujar michael sambil menarik lengan gue,
"apa, mike?" tanya gue,
"maafin gue waktu itu ninggalin lo," ujarnya, "gue harus jemput crystal buru-buru dan gue bener-bener lupa kalo lagi sama lo,"
"yaudahlah," ujar gue, "gue juga buru-buru mau ekskul. duluan," ujar gue berjalan cepat meninggalkan michael yang masih terdiam di tempat.
gue segera mengetuk pintu ruangan audio-visual. seseorang membukanya dari dalam dan ternyata liam sedang memberikan materi kepada adik kelas.
"maaf, gue telat," ujar gue kepada louis.
"kalem aja," ujar louis lalu tos kepada gue. gue juga tos kepada anak audio-visual yang lain. gue menyimpan tas di bangku belakang dan mengambil absen. lalu gue mengedarkannya kepada adik kelas yang duduk di depan.
"wan, tadi lo dicari pak david," ujar connor,
"ada apa?" tanya gue,
"gatau. lo disuruh ke studio katanya," ujar connor. gue mengangguk dan izin kepada louis terlebih dahulu.
gue segera memasukki studio yang letaknya di sebelah ruang audio-visual dan masih menyatu dengan ruang audio-visual. biasa kami pakai saat siaran pagi mulai dari pukul tujuh sampai setengah delapan. siaran kami ditampilkan di seluruh ruangan disekolah ini. mangkanya tiap ruangan di sekolah ini tersedia tv.
disana sudah ada pak david, pembina ekskul audio-visual dan seorang anak dari angkatan gue. entah apa maksud pak david menyuruh gue kali ini.
"pak," sapa gue. pak david menoleh.
"eh, wanda. bapak boleh minta tolong, gak?" tanyanya,
"kenapa, pak?" tanya gue,
"gini, luke kan baru pulang student exchange. dan sebagai pengganti nilai kesenian dari saya, luke saya suruh ikut ekskul audio-visual selama tiga minggu. tolong kamu kasih tau bagian-bagian di studio apa dan jangan lupa ajak luke kumpul rutin ya," gue terdiam sebentar lalu mengangguk.
"yaudah. luke, wanda, bapak tinggal dulu, ya," ujar pak david lalu keluar dari studio. luke tersenyum kepada gue dan gue membalas senyumnya. gue mengulurkan tangan dan dijabat oleh luke.
"wanda," kata gue memperkenalkan diri,
"luke, temen english lo waktu kelas satu," ujarnya. gue mengingat-ingat sebentar dan ya–ternyata gue dan luke sekelas waktu kelas satu.
"ya–gue lupa dan sekarang udah inget," ujar gue. luke mengangguk.
"lo berapa minggu di london?" tanya gue. mengingat luke baru kembali bersekolah setelah mengikuti program pertukaran pelajar dari sekolah.
"sebulan deh, kayaknya," ujar luke,
"asik dong musim panas di london," ujar gue,
"tapi panas banget, anjir. lo pernah kesana?" tanya luke,
"nope," ujar gue, "my mom once lived there," lanjut gue.
"really?" ujarnya,
"yep,"
"terus sekarang mama lo udah disini lagi?" tanya luke. gue menggeleng.
"paris with her boyfriend," ujar gue yang membuat luke melongo.
"sorry, I didn't meant to," ujar luke,
"it's okay," ujar gue.
lalu setelah itu, gue menjelaskan kepada luke bagian-bagian di studio apa saja. mulai dari kamera satu sampai tiga, tempat penyiar, sampai bagian pengatur sound.
"gue biasa megang kamera satu. nanti selagi lo gabung, lo pake aja," ujar gue,
"thanks," ujar luke sambil tersenyum.
"kalo nanti ada yang gak ngerti tanya gue aja. jangan sungkan," ujar gue,
"yap," ujar luke. gue terduduk di salah satu kursi kosong di studio ini.
"so, how was your life?" tanya luke. mengingat luke tau kalau gue bukan anak populer yang hanya berteman dengan michael. karena baru gue kasih tau saat kami mengobrol kecil sambil gue memberi tahu isi studio.
"biasa aja," ujar gue, "even just not like michael's,"
"mungkin banyak yang bilang bahwa jadi gue–jadi sahabatnya michael itu enak. tapi gue gak merasa kayak gitu," ujar gue,
"gue juga kok, wan," ujar luke,
"banyak yang berfikir bahwa hidup gue itu enak-enak aja. gue bisa matematika dan terbilang pinter. gue bisa ke london cuma pake otak gue. padahal ya sama aja, gue juga punya masalah," kata luke,
"you've just seen in your point of view, not mine," ujar luke,
"duain ya, luke," seru gue. kami berdua tertawa.
"tapi bener loh, luke. lo kayak fine-fine aja gitu," ujar gue. luke tersenyum.
"i'm bad at loving someone, wan," ujar luke yang membuat gue terdiam. seketika wajah ashton muncul dipikiran gue. gue juga gak tau apa yang terjadi sama gue. tapi rasanya itu aneh ketika gue tau ashton punya gebetan dan dia sendiri yang ngasih tau ke gue.
"like, ketika lo punya pacar, lo gak tau harus ngapain saat pacaran. mangkanya cewek cepet bosen sama gue, wan. katanya gue terlalu monoton," ujarnya,
"i think you're not," ujar gue, "coba cari cewek yang satu pemikiran sama lo. kayak misalnya, lo suka band nih, coba lo cari cewek yang suka band itu juga. nanti juga apapun topiknya selalu nyambung sendiri. yakin sih gue," ujar gue,
"iya ya," kata luke.
"yap. thanks to me," ujar gue senang,
"thanks to wanda," ujar luke,
"you're welcome,"
"obrolan yang berfaedah loh, wan," kata luke sambil tertawa.
"iya woi hahaha,"
"kalo lo butuh temen cerita selain michael, jangan sungkan buat cerita sama gue," ujar luke.
"okay," ujar gue.
well luke,
thanks for being my second best friends.
κελασ σεςαραη • 5σοσ
bertahun-tahun gue tinggal di negeri ini. makan dari tanahnya, minum dari gunungnya, dan hidup dari udara segarnya.
happy 73th to my beloved country! semoga kita dapat merasakan 'merdeka' yang sesungguhnya secepat mungkin 😭🖤
yang suka sejarah boleh ditonton ya film Adriana. film nya bagus banget dan banyak banget pelajaran yang didapat hehehe ditonton ya gaiz
KAMU SEDANG MEMBACA
kelas sejarah • 5sos
Fanfictionlearning history with wanda not only about world war I and II, but also how they fall for each other from itself. [this story written in indonesian and contain harsh words, violence scenes, and a lot of 'receh' things. be aware] κελασ σεςαραη • 5σοσ