Semilir angin meniup rambut gadis yang kini sudah tak karuan lagi. Terdengar cacian dan tawaan yang membuat kondisinya semakin lemah tak berdaya.
"Lo jadi cewek gak usah kegatelan, tolol!"
"Muka lo tuh udah cocok disamain sama sampah, bahkan lebih buruk dari sampah. Sampai kapanpun lo gak akan pernah pantas untuk disandingkan sama gue!"
"Lo gak layak hidup, tau gak!"
Tamparan, jambakan, hingga tendangan pun mendarat di beberapa bagian tubuh gadis itu. Suara-suara itu masih menggentayangi dirinya saat ini.
Gelap nan sunyi mendukung sendunya hari. Kala itu, memeluk diri sendiri adalah bagian terbaik dalam hidup saat tangisan tak mampu mengeluarkan suaranya.
Tampak seorang gadis tengah meringkuk dalam dinginnya pojokan kamar. Langit-langit kamar menjadi saksi bisu tentang cairan merah segar yang mengalir dari lengan kiri yang kini sudah tak indah lagi.
"Rel," ucap gadis itu seraya memegang foto yang tampak usang. "Karel kapan kembali? I miss you, Rel. Nanta masih butuh kamu, tolong kembali."
Air mata pun jatuh membasahi lengan kirinya dan meninggalkan pedih nan candu.
*Ceklek*
"YA ALLAH GUSTI! DEK, KAMU ITU NGAPAIN TAH ASTAGHFIRULLAH!" seru wanita tua dengan membawa segelas susudi tangannya.
"J-jangan kasih tau Bunda ya, Bi. Nanta g-gamau bunda sedih."
Wanita tua dengan pembawaanya yang hangat bergegas mendekap dan mengelus kepala gadis malang itu. "Bi Inah janji gak akan kasih tau ke Bunda. Bi Inah obatin ya, Nanta?"
"Nanta bisa sendiri bi," ucapnya lirih. "Bi Inah tidur aja, sudah malam."
"Beneran gak apa-apa?" tanya Bi Inah. "Janji sama bibi jangan diulangi lagi ya, Dek?"
Ananta tersenyum kecil. "Nanta janji."
Bi Inah bergegas meninggalkan ruangan, sedangkan Ananta masih termenung di pojokan kamarnya hingga terlelap.
Kalau suka tolong bantu vote dan komen yaa, terimakasih <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Ananta
Teen Fiction"Jika aku bisa meminta kepada Tuhan, maka aku akan minta untuk bisa hidup abadi bersamamu." Ananta, 2021.