2. Pengangguran

8.6K 1.2K 68
                                    

Dug dug dug!

"Banguuuunnn anak gadiiissss! Udah setengah sembilan ini, Tishaaaaaaa. Malu sama ayam tuh, udah pada kenyang lagi dari subuh cari makan. Kamu masih ileran aja di atas bantal. BANGUUUNNNNN!"

YES, YES! BETUL SYEKALI SODARA - SODARA SETANAH AIR. Itulah suara super mama yang kalau aja aku enggak tahu bahwa Surga di bawah telapak kaki ibu, yang mana kutahu dari lagunya Dhea Ananda, udah pasti aku kirim ke Mars itu ibu - ibu di balik pintu kamar yang sekarang bergetar akibat gedoran dahsyatnya.

"Udah banguuunnn, Maaaaahhhhh." Sahutku, enggak kalah keras.

"YA KALAU UDAH BANGUN, BERESIN KAMAR, MANDI, TERUS BANTUIN MAMA DI DAPUR. JANGAN NGEDEKAM AJA DI DALAM. KAMU ENGGAK LAGI DIPINGIT, CALON SUAMI AJA ENGGAK PUNYA, GIMANA MAU DIPINGIT!" Jawaban mama nan sengit itu justru memunculkan tandukku.

Aku segera melesat membuka pintu dan berhadapan dengan ibu - ibu gemuk berdaster biru yang udah pudar pakai roll rambut yang sayangnya enggak akan pernah keriting tapi sering maksa ngeroll biar kayak ibu - ibu jaman now katanya.

"Enggak usah bawa - bawa status, berapa duit?" Aku memicingkan mata pada mama, yang dibalas dengan sehelai topo kotak - kotak untuk mengelap pipiku.

"Iler dulu elap, baru nantangin! Cepetan mandi! Kebiasaan baru kamu tuh, kelamaan nganggur jadi males!" Setelah sembarangan mengusap pipiku dengan topo dapur, ibu - ibu gendut itu berbalik dan kembali ke singgasananya yaitu dapur sebelum aku sempat teriak.

"IH MAMA, TOPO-NYA BAU AMIIIISSS!"

"Bau-an iler kamu!" Jawab mama tanpa mengindahkan protesku.

Membuatku geram dan menutup pintu untuk kembali bergelung dalam selimut dan menikmati pelukan Bang Johnny Depp dalam mimpi, tapi teriakan mama membatalkan kepalaku yang hendak mendarat di atas bantal.

"AWAS YA KALAU TIDUR LAGI, MAMA SIRAM PAKE AIR ES!"

"IIIISSSSSSHH!"

Dengan sangat terpaksa aku segera merapikan tempat tidur dan bergegas mandi, sebelum mama dan teriakannya mengintervensi pagiku yang seharusnya indah.

Ini tuh nikmatnya menganggur, bangun siang sesuka hati tanpa harus pusing dengan arus macet Ibukota pagi hari. Tapi kalau mamanya ibu Teti Suhartati kayak mamaku, enggak ada itu yang namanya pagi malas, hari Minggu tanpa mandi dan segala kenikmatan pengangguran seperti aku ini.

Baru juga nganggur satu bulan, mama mengancam kalau aku enggak kerja juga dalam waktu dekat, aku akan dijodohkan sama bang Komeng. Tukang bakso langganan yang kadang suka mejeng depan pagar rumah.

Idih. Bayanginnya aja merinding disko. Ya kali rambut keriting yang sekarang sudah aku highlight ungu bakalan kalah saing sama mie buat baksonya. Alih - alih merebus mie untuk pelanggan, bisa - bisa dia menggunting rambut ikalku yang menawan. Huh!

Setelah mandi, aku langsung ikut nimbrung 'breakfast talk' papa dan teh Nira di meja makan yang lagi seru bahas tiktok.

Baru mau comot pisang goreng, tepukan pedas mama Teti mampir di tanganku.

"Bantuin! Bantuin! Main comot - comot aja. Enggak ada fasilitas buat anak pengangguran. Nih tugas kamu hari ini!"

Mama meletakkan post it warna merah dengan 'Tugas Tisha' yang ditulis besar - besar pada bagian atasnya. Papa dan Teh Nira kompak tertawa.

Di rumah, mama adalah ratu. Meskipun papa rajanya, tetap aja mama ratunya. Raja mah nurut sama ratu. Dan aku? Harus jadi babu part sekian, setelah ribuan kali mencoba menghindari mama dan titahnya.

Tahu begini sih, kemarin - kemarin enggak usah resign dulu sampai dapat kerjaan. Enggak ada tuh hari tenang pasca resign, lagi menghabiskan jatah cuti aja mama udah menggalakkan peraturan, anti males - males day.

L E M O NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang