3. Wawancara

10K 1.3K 49
                                    

Setelah mendapatkan pesan dari Gadis untuk datang wawancara di kantornya, aku segera merapikan berkas yang diminta.

Mama tersenyum lebar saat melihatku sudah rapi dan wangi untuk berangkat ke kantor Gadis.

"Mama doain, semoga langsung diterima. Besok langsung kerja." Mama memegang kedua pundakku dan menempelkan pipinya ke pipiku.

Aku mencibir pelan, mama mendelik tapi kembali tersenyum. Sambil menjentik daguku, mama menyuruhku turun untuk sarapan. Sebagai anak.

"Aduh, yang mau kerja lagi. Disayang - sayang mama." Teh Nira nyinyir di sebelahku.

"Teteh kalau dandan gitu, makin cantik ya, Mah?" Salah satu adikku menyahut, enggak mau kalah, Rivaldi.

"Manis gitu." Dan "kembarannya" membeo, Riswaldi.

Jadi, mereka cuma beda satu tahun. Kalau bahasa kerennya, Rivaldi kesundulan si bungsu. Wajah mereka yang mirip dan usia yang hanya terpaut setahun membuat orang - orang mengira mereka kembar. Padahal enggak.

"Kalau senyum, makin cantik deh, Teh." Papa juga enggak mau kalah.

Aku menyeringai ke arah mereka semua dengan hati dongkol.

Mama mesem - mesem bahagia sembari menuangkan nasi goreng ke piring mantan pacarnya, alias papaku.

"Mau Papa antar enggak, Teh?" Papa bahkan menawarkan jasa antar tanpa jemput.

"Terus nanti Teteh pulang naik ojek? Kalau dapat supir yang ganteng, wangi dan peluk-able, enak. Kalau yang sejenis bang Komeng kan horor perjalanan." Jawabku, membuat papa terkekeh. "Lagian masih kepagian, aku mau santai dulu."

"Ya enggak apa - apa, sekalian sapu dan ngepel kantornya. Siapa tahu bisa jadi nilai plus di mata bos baru kamu." Teh Nira masih ikut meledekku sambil menggunakan kaos kakinya.

Membuatku memanyunkan bibir.

"Udah - udah, jangan diledekin terus si Tisha, bisi ngambek, enggak mau wawancara nanti." Mama menggerakkan tangannya ke arah teh Nira dan papa. "Aduh anak Mama nu geulis, minum dulu nih minum. Mau dipanasin motornya? Sini kuncinya."

Mama mengambil kunci motor dan memanaskannya untukku, sementara semua anggota keluargaku satu persatu mulai meninggalkan rumah bersamaan.

.
.
.

Aku sampai ke kantor Gadis jam delapan kurang sepuluh. Masih terlalu pagi. Jadwal wawancaraku jam sepuluh malah. Tapi Gadis bilang, bos besarnya sedang rapat di HO yang mana terletak di Bandung sejak dua hari lalu sampai besok, makanya dia memintaku datang lebih dulu untuk memberikan kisi - kisi.

Kayak ujian aja.

"Lemooonnnnn!" Jerit Gadis dan Risa begitu melihatku, udah kayak ngelihat idola aja.

Aku membenahi rambut dan berlagak seperti idol ketemu fans.

"Sabar, sabar, fotonya satu - satu."

Spontan Risa mejambak rambut keritingku.

"KDRT deh lo, Sa!" Sungutku.

Gadis serta merta memeluk dan memperhatikanku dari ujung kaki sampai ujung rambut yang berdiri.

"Makan lo masih banyak?" Aku mengangguk, "kapan lo gendut sih?!"

Maki Gadis frustasi, aku mesem - mesem bangga. Enaknya jadi orang yang banyak makan tapi enggak pernah bisa gemuk, bikin iri makhluk seperti Gadis yang cuma like foto makanan aja timbangan langsung naik.

"By the way, nanti yang interview gue siapa? Lo bilang bos-nya lagi enggak ada?" Tanyaku begitu disuruh duduk Gadis di depan mejanya.

"Asistennya pak bos. Enggak kalah jutek dan nyebelin. Cuma asisten aja belagu banget, dia tuh udah dipercaya sama pak bos. Jadi kalau dia interview dan terima, pak bos enggak akan interview ulang." Aku manggut - manggut.

L E M O NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang