Tiga

23 4 0
                                    

"This is our Class , Welcome class Alen." kata Edga saat sudah sampai kelas yang menurutku sangat nyaman. Bernuansa putih dengan kaca yang bisa dipindah dibagian belakangnya menjadikan kelas ini terlihat sangat luas. Gorden berwarna gold menambah kesan elegan kelas ini. Pemandangan yang menakjubkan aku dapat ketika membuka gorden nya, rumah-rumah penduduk yang ada dibawah dan kegiatan-kegiatan penduduk menyambutku membuatku berpikir indahnya kelasku ini nantinya.

"Lantai berapa ruangan kelas kita ini, Edga?" Tanyaku pada Edga

"Tentu saja kau tak memperhatikan, karena kau sibuk dengan imajinasimu Alen. Kita berada di Lantai 3. Lantai teratas gedung sekolah ini." Jelas Edga

"Oh benarkah? jadi tadi kita naik lift?" Tanyaku penasaran

"Iya betul sekali Alena." Edga menjawab dengan sabar.

"Tunjukkan dia tempat duduknya Edga." Adga yang sedari tadi diam angkat bicara.

"Oh ya mari ikut aku, tempat duduknu disini karena penghuni sebelumnya mengikuti pertukaran pelajar untuk 3 bulan kedepan." Jelas Edga sambil menunjukkan bangku nomor 2 dari depan dan nomer 2 juga dari kiri. Posisi yang kukira nyaman.

"Terima kasih banyak, Edga. Ku kira kita bisa jadi teman yang baik."

"Sama-sama Alen. Kukira begitu, aku akan pergi ke bangku ku, Beradaptasi lah."

**

Aku berpikir Edga adalah lelaki yang manis menurutku. Dibanding Adga, Edga lebih banyak bicara. Edga juga lebih humble daripada Adga. Tanpa sadar aku tersenyum.

"Siapa yang menempati tempat disebelahku ini Edga?" Tanyaku

"Lihat saja, sebentar lagi dia datang."

"Dia laki-laki atau perempuan?" Tanyaku lagi

"Laki-laki." Jawab Edga dengan senyum

"Apakah dia baik? Apakah dia seasyik kalian berdua? Apakah dia kasar?"

"Kau ini banyak tanya sekali." Adga bersabda.

"Lihat itu Edga, Adga selalu saja menyebalkan."

"Yah seperti itulah-- HEI BRO!" Pernyataan Edga terpotong dengan datangnya seorang remaja laki-laki yang memiliki perawakan sangat gagah dan sangat kharismatik.

"Kau bicara dengan siapa Ed?" Lalu aku menoleh ke arah pandangan Edga, tatapan ku bertemu dengan tatapan tajam nan teduhnya, untuk sesaat aku merasa terpaku. tidak tidak, jangan berpikir aku terpaku karena jatuh cinta dengannya. Aku terpaku dalam arti yang sebenarnya, aku tak bisa bergerak dan seketika aku merasa seperti melayang lalu ada aliran-aliran listrik yang membuatku tak bisa berkutik.

"Alen! Alen!" Teriak Adga.

Dia masih terus menatapku, sepertinya diapun sama sepertiku, hampir kehilangan kesadaran hanya saja dia bahkan tak bergerak sekalipun. Aku mengucap 'jangan tatap aku, alihkan pandanganmu!' tapi yang terdengar,

"han-an ha-hap a-hu, a-lih-han han-ha-hanmu!" Tak ada suara yang keluar, suaraku seperti tertahan di kerongkongan seperti tercekik.

"Daren! Jangan tatap dia seperti itu, Daren!!!" Edga yang paham ucapanku langsung menyuruh laki-laki itu tak menatap Alen dengan berteriak, 2 kali berteriak namun tak membuahkan hasil. Pada akhirnya Adga berlari mendekati Daren dan menutup matanya dengan telapak tangannya. Seketika aku merasa terbebas, duniaku kembali namun mataku seperti tak ingin terbuka. Dan seketika, aku pingsan.

**

Disini indah sangat indah. Banyak bunga dengan sekelilingnya bernuansa putih. Banyak orang berlalu lalang disini. Alena berjalan dan mematut dirinya didepan kaca sebuah toko.

'Aku memakai baju seperti mereka, apakah aku bagian dari mereka?' tanya Alen dalam batinnya. Tak peduli, Alena pun pergi meninggalkan kaca itu dan berkeliling lagi. Hingga ia bertemu jalan sepi yang amat indah dan mewah. Seseorang menghampirinya.

"Alena, Iam a queen here. you should follow me." Jelas seseorang di dalam mimpi Alen.

"Where we go?" Tanya Alena bingung.

"Just Follow me and Don't ask anything without command." Jelas wanita cantik itu dengan tegas.

"Yeah, i know but i have one question, Do the people here have to use English?"

"Tidak, maafkan aku. Aku hanya terbiasa berbicara dengan bahasa Inggris." Jelas wanita itu yang hanya dibalas hmm panjang dari Alen.

Alen berjalan cukup jauh lalu Alen mendadak berseru kencang karena pemandangan di depannya, Kolam biru bersih seperti danau dengan biasan cahaya yang indah, sekelilingnya dipenuhi bunga bunga cantik nan wangi, banyak anak kecil berlarian.

"Kita sudah sampai. Ini adalah dunia kita, dahulu. Dunia kita yang sekarang diambang kehancuran Alen." Bisik wanita itu dengan halusnya. Pemandangan di sekitar Alen pun berubah, tak ada lagi danau biru bersih, tak ada lagi bunga-bunga yang indah nan wangi digantikan oleh bunga bunga yang hampir layu, air yang keruh dan tangis anak-anak kecil disekitarnya.

"Kau tau ini ulah siapa Alen? Ulahmu!" Bentak wanita itu yang membuat Alen sangat sangat terkejut, apa salahnya? dirinya tak pernah tau ini dimana lalu tiba-tiba disalahkan.

"Aku? Apa salahku?" Tanya Alen

"Salahmu? Kau tak tau salahmu? Dunia kita terserang karena ulahmu, dan sekarang kau harus tanggung resikonya! kau harus mati ditanganku agar dunia indah ini kembali!" Jelas wanita itu.

"Tidak! aku bahkan tak pernah tau ini dimana! Jangan main-main denganku!"

"Jangan melawan atau aku akan benar-benar membunuhmu!" Bentak wanita itu

"Aku Quinnesa. Aku ratunya dan aku yang berkuasa, aku penciptamu! Kau makhlukku yang sangat tak berguna! kau aku ciptakan dengan sangat indahnya, dengan kekuatan teramat besar dan teramat langkanya lalu kau menghianati aku!"

"Aku tak peduli siapa kau! kau bukan penciptaku! aku punya tuhan! dan pastinya itu bukan kau!" Alena muak

"Kau -- berani beraninya kau!" Quinnesa mulai murka. Alena tak bisa bergerak, persis seperti saat bertatapan dengan Daren, tapi yang ini lebih menyakitkan.

"ARGH!!! LEPASKAN AKU!!" Teriak Alena sangat sangat lantang hingga membuat air terlihat riaknya. Alena ingin membela diri tapi dia benar benar tak bisa bergerak. Alena mulai berkonsentrasi dan mulai mengerahkan potensi listriknya. Namun hasilnya sia sia.

Berkali-kali Alena mencoba melepaskan sambaran listriknya, tapi tak bisa. Alena mulai merasakan dirinya melemas.

**

Friday, 26 October 2018
Raleyya.

Vote dongg :)

Agni AristideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang