Dua

32 6 0
                                    

Aku memandangi ruangan besar nan megah ini , bahkan ukuran ruangan ini tiga kali dibanding 'rumah' nya yang dulu. Aku berfikir dimana aku? Papa kemana? hanya itu yang berputar di kepalaku selagi aku melihat-lihat ruangan ini. Pandanganku terkunci pada baju baru yang tertata di lemari kaca , pada pintu kaca yang terhubung dengan balkon dan semua fasilitas lengkap ruangan ini.

Setelah aku puas melihat-lihat aku mencari papa , aku keluar kamar dan memutari rumah besar ini tapi tetap saja papa dan Abi tak ada. Seorang paruh baya bertanya "Nyari tuan ya non?"

"Iya bu, Papa dimana ya?"

"Panggil saya bibi Sri non, Tuan ada di kolam belakang sama aden lagi berenang"

"Makasih ya bi.." setelah mengucapkan terimakasih kepada bi Sri, aku pun berjalan mencari dimana kolam yang dimaksud bi Sri.

Aku terus melangkah, didepan sana ada suara gemericik air dan tawa yang sangat aku kenal. "Abii!!" teriakku saat adikku masuk kolam dan berteriak seakan minta tolong. Aku ingin menghampiri Abi tetapi papa menahanku.

"Adikmu sedang belajar berenang dengan papa , tak usah takut papa akan menjaganya. Lagipula dia sudah pandai berenang." Papa menenangkanku tapi aku tetap was-was dan terus melirik Abi.

Tak lama Abi pun muncul di permukaan dan tertawa entah karena apa lalu dia berseru,

"Kak ayo berenang, sudah lama kan ga berenang? Aku sudah mahir berenang loh kak!"

Aku ingin merasakan berenang lagi, tapi sepertinya tubuhku tak mau bekerja sama , baru diluar rumah sebentar tubuhku sudah menggigil tak karuan. Papa yang tau hal itu segera ke tepi kolam dan memeriksa suhu badanku. Lagi-lagi Papa membuatku terkejut, Papa menggendongku ke dalam kamar dan merebahkan ku diatas kasur nan empuk itu meskipun akhirnya separuh badanku basah.

Papa keluar entah kemana. Lalu masuk kembali dan bertanya,

"Kamu tak apa sayang?" Tanyanya dengan nada khawatir terselip didalamnya.

"Aku tak apa Pah, Jangan memandangku seperti itu."

"Sebentar lagi dokter akan memeriksamu, tenang ya, sabar sebentar. Papa mau berganti pakaian dulu." Perintahnya lembut meski ada nada perintah mutlak di dalamnya.

"Ya, Pah."

Papa keluar kamar dan aku sempat dengar papa berteriak "Abi! masuk nak mandi! Bibi sudah menyiapkan air hangat untuk Abi." dan tak lama setelah Papa berteriak, aku mendengar pintu kamarku yang diketuk. Pria paruh baya dengan kacamata bertengger diatasnya dan baju serba putihnya masuk kedalam kamar.

"Nona Alen? Saya dokter pribadi Papa anda. Nama saya Jolona Nugraha , Panggil saya dokter Jo saja. Mari saya periksa nona." Jelas dokter itu singkat.

Cukup lama dokter Jo berkutat di hadapanku, mulai dari memeriksa, mendiagnosa, dan menuliskan resep obat yang harus saya tebus di apotek. Lalu, akhirnya dokter Jo keluar kamarku. Aku yang lelah mengamati aktivitas dokter Jo, mencoba untuk terlelap dan tak lama, Alam mimpi menjemputku.

**

Ah kenangan yang manis. Aku terbuai dengan kenangan itu, awal perpindahanku.

**

Seorang pria gagah berhadapan dengan seorang paruh baya di ruang kerjanya, sepertinya mereka tengah berbicara hal yang serius.

"Dia bukan sembarangan, dia permata yang kita cari selama ini. Didalam tubuhnya ada sesuatu yang tidak normal. Dia memiliki sel-sel yang membuat dia bisa mengeluarkan listrik dari tangannya. Itulah mengapa dia mengigil saat melihat air sebanyak itu. Tingkahnya kebalikan seorang Agni." Jelas pria paruh baya

Agni AristideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang