1

37 7 0
                                    

Awal baru telah dimulai dalam hidupnya. Wanita itu berjalan dengan anggunnya menuju ruangannya, setiap mata yang memandang, setiap kata yang masuk lewat gendang telinganya tidak pernah ia hiraukan.

Hingga..

"Naya!" Pekikan histeris tersebut menghentikan langkahnya.

Safira Nugraha.
Gadis yang berasal dari keturunan Nugraha. Si pecicilan yang lahir dikeluarga Nugraha. Atraktif yang berlebihan diumur 22 tahun.

Sebuah tepukan dipipi Naya menghentikan halusinasinya.

"Helloo Naya!!" Suara cempreng tersebut mengalun dan masuk ke gendang telinga Naya, menyentak kesadarannya.

"Mrs. Safira" nada hormat masih terdengar walau terselip nada kegelian dalam suaranya ketika melihat wajah safira yang begitu menggemaskan.

"Berhenti memanggilku seperti itu!!" Nada sarkas yang dikeluarkan oleh mulut pedas Safira hanya dianggap guyonan oleh Naya.

Ia sudah terbiasa dengan sikap aneh gadis ini, 10 tahun bersama membuat mereka tampak seperti saudara kembar.

"Aku membencimu!. Kau tau itu!!!" Pekikan melengking tersebut membuat beberapa pegawai kantor menoleh ke sumber suara, membuat Inaya meringis malu akibat ulah sahabatnya tersebut.

Dengan ketidaksopanan nya kepada anak bos-nya tersebut, Naya menarik lengan Safira menuju ruangannya. Ruangan yang 1 tahun ini menemaninya melupakan segala bentuk masalahnya melalui pekerjaan yang menumpuk.

"Sekarang katakan, ada apa kau datang kekantor?" Kata tersebut meluncur dari mulut Naya, ketika ia dan Safira sudah duduk di sofa ruang kerjanya.

"Untuk menemuimu." Suara manja tersebut terlontar dari bibir Safira.

Ia tau, jika sudah seperti ini pasti ada udang dibalik batu. Ada sesuatu yang berhubungan dengan membujuk ayahnya safira, yang berarti Naya harus membujuk Mr.Nugraha karena ada sesuatu.

"Katakan Safira, jangan bertele-tele"

"Pria tua itu ingin aku mengurus perusahaannya yang ada di italia Naya!!."

Tertegun sejenak dengan apa yang ia dengar.

"Lalu mengapa? Seharusnya kau membantu bisnis ayahmu, bukan begitu?"

"Tapi aku tak ingin sendiri disana!. Mengertilah Nay-." Rengekkan Safira terhenti dikarenakan pintu ruangan Naya yang terbuka, menampilkan pria tua yang sedari tadi dibicarakan Safira.

Naya dan Safira cengo dengan wajah kagetnya, dikarenakan datangnya sang CEO diperusahaan ini yang tiba tiba.

"Berhenti merengek Safira! Ayah tidak menyuruhmu untuk pergi ke dunia lain, kau tau?" Geraman tersebut keluar dari mulut pria paruh baya yang masih terlihat  gagah tersebut.

"Dan berhenti untuk merengek kepada Inaya!"

"Tapi aku tak ingin pergi ke Italia, mengertilah ayah! Aku tak ingin sendiri, ayah pun tau jika aku tak bisa hidup sendiri tanpa bantuan seseorang yang ku kenal!" Suara lirih nan putus asa tersebut keluar dari mulut Safira yang saat ini berlindung ditubuh Naya.

"Kau bisa mencari teman disana, kondisi perusahaan disana harus segera diperbaiki, dan ayah yakin kau bisa dalam hal ini!!" Nada geram masih terselip.

"Tapi aku tak mau, itu negri orang!"

Ayah dan anak sama saja.

"Berhentilah bertengkar, kalian berdua sama sama keras kepala!"

"Terserah apa katamu Safira, tapi yang pasti ayah ingin minggu depan kamu sudah ada di Italia tanpa penolakan, dan kamu Naya, bantu bujuk si anak durhaka ini!!" Ucapan sarkas sekaligus gertakan tersebut keluar dari mulut ayah Safira, Mr. Nugraha.

Bertepatan dengan keluarnya ayah Safira, dengan itu pula air mata yang sudah menggenang diujung pelupuk mata Safira jatuh, menghasilkan sungai kecil yang terus meluncur melalu pipi Safira. Naya menghela nafas, sudah menjadi kebiasaan bagi Safira untuk menangis didepannya.

"Berhentilah menangis Sasa, kau terlihat jelek,kau tau?" Sasa merupakan panggilan kecil yang biasa Naya ucapkan jika sedang membujuk Safira. Naya mendekat ke arah Safira dan memeluk gadis cengeng tersebut.

"Ak- aku tid-dak mau!!" Safira yang sesenggukan tersebut mengelap hingus nya ke pakaian yang dipakai Naya, membuat Naya medengus kasar.

"Kau tau, itu menjijikan!"
"Berhenti mengeluh Safira, dia ayahmu, bersyukurlah sampai sekarang ayahmu masih ada, turuti perkataannya." Suara lemah lembut tersebut mengalun ditelinga Safira, menyadarkannya bahwa Naya sedang mengingat ayahnya yang telah tiada.

"Iya, maafkan aku"
"Hanya saja aku tidak mempunyai teman disana, dan aku tidak suka sosialisasi, kau tau itu Nay." Helaan nafas kasar keluar dari mulut mungil tersebut.
"Aku mau berangkat kesana, asalkan ada yang menemaniku, kau tau? Mungkin saja kau bisa menemaniku kesana? Bagaimana? Aku akan minta izin kepada ayah sekarang juga, terima kasih Naya"

Kecupan singkat di pipinya menyadarkan bahwa dirinya tak ingin. Tak ingin jika masa lalu itu muncul lalu menghancurkan pertahanan selama 3 tahunnya.

04 September 2018
14.50

Tbc

Thankyou buat yang baca.
Sorry cerita sebelumnya udah aku hapus, soalnya rada gak nyambung❤

Mine's GlamourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang