Bagian 2. Anak Drama

150 12 4
                                    

Bel sekolah berbunyi, menandakan waktu pulang sekolah. Gue masih di sekolah karena gue ikut ekskul drama.
Aslinya ingin banget ikut ekskul idaman gue, tapi terpaksanya join ekskul drama karena image gue sebagai anak imut bisa hancur di
mata orang-orang kalau ikut ekskul beladiri atau olahraga, secara gue kalau udah kecapekan atau keringetan, muka gue jeleknya enggak ketolong, kayak yang Abang Tora bilang, gue bisa bener-bener persis sama bison. Lubang hidung gue bisa besar sebelah lah, muka gue bisa berubah jadi kolam minyak, aroma alami tubuh gue bisa ngalahin aroma deodoran yang setiap hari gue olesin ke ketek hampir setengah botol.

Kedudukan gue dalam ekskul drama ini adalah sebagai wakil ketua. Sedangkan ketuanya adalah senior gue yang namanya Arjuna. Hal bagus yang gue dapetin selama hidup ini tentu enggak lepas dari keberuntungan. Jadi, asal muasal gue bisa terpilih jadi wakil ketua adalah, ceritanya dimulai di hari pertama ekskul dimulai setelah ajaran baru.

"Selamat siang adik-adik anggota ekskul drama! Gue Arjuna, ketua klub drama, panggil aja Juna," kata Juna yang kemudian dilanjutkan dengan mengenalkan para senior lainnya sambil terus mengulas senyum termanisnya itu, "di hari pertama ekskul, kami para senior memutuskan untuk full time kenalan dan sharing sama kalian tentang drama. Daripada melakukan perkenalan yang udah mainstream itu, kami ingin kenalan sama kalian sekalian lihat kemampuan kalian dalam berakting ya,"

Junior yang mendengar itu menunjukkan reaksi yang berbeda-beda. Ada yang menyeringai sombong, biasa aja, tiba-tiba nge-hang, izin ke toilet yang nyatanya kabur, dan ada yang pura-pura mati. Gue di sini termasuk orang yang nge-hang.

"Kambing! Gue bisanya berak, bukan berakting!!"

Gue langsung ngebayangin ekspresi gue nanti bakal mirip mayat hidup karena dari dulu gue nggak pernah hiper dalam berekspresi. Gue itu datar. Emang sih yang berisi lebih oke dan empuk daripada yang datar, tapi gue emang diciptakan datar dan dari dulu sedikit banget perubahannya. Eh, ngomong apa sih. Maaf maaf.

Juna tepuk tangan meminta perhatian, "Ok, jadi kalian akan berakting sesuai dengan peran dan situasi yang kami berikan. Lakukan sebisa dan sesantai kalian, ini sama sekali bukan penilaian kok. Langsung aja mulai dari yang duduk di ujung kanan sana ya,"

"Syukur gue ada di ujung kiri."

Beberapa junior udah maju, dan akting mereka bukan main. Bahkan ada yang melotot terus selama berakting supaya matanya pedes dan dia jadi bisa nangis cuma buat adegan puncaknya, yaitu adegan nggak sengaja nginjek semut. Ada juga yang cuma disuruh akting marah karena sandalnya hilang karena tidak dipantau saat sedang salat di masjid, aktingnya bisa kayak orang kesurupan.

Sekarang giliran gue, gue cuma bisa gemetaran sambil mandi keringet berdiri di hadapan anak-anak drama.

"Imutnya," gumam Juna lalu menggeleng memusatkan fokusnya lagi, "jadi, nama kamu siapa?"

"Nia, Kak. " jawab gue tegang.

"Ah," Juna nggak jadi bertele-tele, "ok Nia, ceritanya kamu kecopetan di jalan, tapi kamu nggak terima, lalu mengejar dan marah ke maling itu. Sekian, kelihatannya kamu gugup banget. Silahkan."

Begitu denger perintah senior, gue langsung kegirangan seakan akan gue lagi main perosotan di cincin Neptunus. Gue sama sekali nggak tegang karena kebetulan gue dapet peran yang nggak susah-susah amat. Sumpah, itu adalah tantangan termudah yang pernah gue dapet dalam hidup ini karena hampir setiap hari gue marah ke Abang yang sukanya pinjem barang-barang gue. Bahkan kadang gue enggak segan buat gebukin Bang Tora sampe dia harus dipijet dulu biar sembuh.

Status "Kakak-Beradik"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang