ㅤㅤ
ㅤ
ㅤ
Dari seribu macam cara untuk berbahagia,
Kenapa sakit yang harus kau pilih?
ㅤ
ㅤ
ㅤ
※※※
ㅤ
ㅤ
ㅤ
"Jadi bagaimana?"
ㅤ
Renjun pikir, hang out bersama Haechan akan menjadi hal yang menyenangkan, mungkin bisa membuatnya melupakan segala permasalahan yang terjadi di hidupnya belakangan ini. Tapi nyatanya Renjun keliru.
ㅤ
Haechan sama saja membuatnya sakit kepala. Justru stress yang Renjun alami rasanya lebih parah saat bersama Haechan daripada saat dia bersama Chenle, sepupu kecilnya di China.
ㅤ
"Bagaimana apanya?"
ㅤ
Renjun bertanya selagi memotong tenderloin steak setengah matangnya dengan khusuk, mengabaikan bau dari cat minyak yang membuatnya mual dan bisa saja memuntahkan makanannya tanpa dikoordinasi terlebih dahulu.
ㅤ
"Sabtu depan Jeno dan Jaemin akan menikah."
ㅤ
"Tentu saja aku tau, Chan." Renjun berucap, berusaha setenang mungkin dalam mengunyah daging steak-nya yang ternyata cukup alot saat ia gigit.
ㅤ
Haechan yang duduk di depannya menatapnya penuh dengan rasa penasaran, satu tangannya dilipat di atas meja sedangkan tangan yang lain sibuk mengaduk minuman yang tadi dia pesan, "Jadi?"
ㅤ
"Jadi apa sih?" Dengan alis menukik tajam, Renjun balas menatap Haechan tidak senang karena merasa terganggu. Dia mual dan tubuhnya lelah sekali setelah melukis Jeno dan Jaemin. Ditambah kepalanya yang berdenyut tidak karuan, setidaknya Renjun perlu sedikit asupan untuk melanjutkan harinya yang panjang.
ㅤ"Tentu saja perasaanmu, apa kau baik-baik saja?"
ㅤ
Ah...
ㅤ
Renjun menahan napasnya, tanpa disadari tersenyum kecil begitu mengerti ke arah mana pembicaraan ini akan berlangsung.
ㅤ
Ternyata topik ini lagi.
ㅤ
"Kenapa aku harus tidak baik-baik saja di acara pernikahan kedua sahabatku?" Renjun balik bertanya sambil tersenyum kecil, memancing raut kefrustasian dari wajah Haechan yang duduk dihadapannya.
ㅤ
"Renjun, kau tidak perlu lagi mengelak dihadapanku."
ㅤ
Harusnya Renjun tersentuh akan kekhawatiran Haechan padanya. Tapi pembicaraan ini sudah terlalu sering dibahasnya, hingga Renjun rasa ia sudah cukup kenyang, bahkan sebelum steak-nya habis dimakan.
ㅤ
"Memang apa yang salah denganku dan pernikahan Jeno dan Jaemin? Tentu aku akan berbahagia karena itu akan menjadi hari penuh kebahagiaan bagi sahabatku."
ㅤ
"Tapi kau dan Jenoㅡ"
ㅤ
"Oh Tuhan!" Renjun menggeram, hampir saja membanting pisau makannya sebelum dia selesai memotong-motong daging sekeras sandal itu untuk dilahap,
ㅤ
"Kenapa semua orang selalu salah mengira hubunganku dengan Jeno? Hubunganku dengannya tidak jauh berbeda seperti hubunganku denganmu!"
ㅤ
Kesabarannya akan segera habis kalau setiap orang yang dikenalnya selalu mempertanyakan hal ini terus menerus. Renjun bahkan biasa sajaㅡatau mungkin terlihat biasa saja, tapi kenapa teman-temannya sering sekali memojokannya seperti ini?
ㅤ
"Kau tau, Renjun. Kau bukanlah orang yang mudah menutupi perasaanmu,"
ㅤ
Renjun mendelik tidak suka mendengarnya. Ingin membantahnya sesegera mungkin, tapi perkataan Haechan selanjutnya mampu meraup habis kata-katanya.
ㅤ
"Mungkin selama ini kau dan Jeno tidak pernah sadar dengan perasaan kalian. Tapi aku dan Jaemin tentu tau, kami selalu memperhatikan kalian. Dan kami tau itu bukan hubungan yang wajar antar sahabat."
ㅤ
Bagai tamparan yang kasar, Haechan mampu membuat Renjun tak berkutik. Ingin sekali dia berkata untuk menghentikan Haechan dan segala perkataannya, tapi yang muncul hanya sekelebat bau cat minyak yang membuatnya mual dan pening sehingga yang bisa Renjun lakukan hanyalah menumpu kepalanya dengan tangan di atas meja.
ㅤ
"Kalian menaruh perasaan untuk satu sama lain, tapi kalian terlalu bodoh hingga aku rasanya sangat frustasi!"
ㅤ
Renjun tau Haechan tidak sedang bercanda atau melebih-lebihkan hal ini. Tapi nyatanya, mengakui perasaan pada Jeno tentu tidak semudah itu. Renjun sadar bahwa dia tidak sepantas Jaemin untuk bersanding bersama Jeno. Renjun tidak akan pernah bisa membuat Jeno bahagia.
ㅤ
"Aku tidakㅡ"
ㅤ
"Kau iya." ucap Haechan serius, tidak ingin dibantah. Sorot matanya menajam hingga membuat Renjun menunduk, merasa tertekan dan enggan membalas tatapannya.
ㅤ
"Andai saja kalian saling mengakui perasaan satu sama lain, semuanya tidak akan seperti ini."
ㅤ
Renjun terdiam. Sudah tidak dihiraukannya steak sealot sandal di atas piring. Rasa mual tiba-tiba saja membuatnya ingin memuntahkan segalanya, termasuk semua kosa kata yang sempat hilang entah kemana.
ㅤ
"Apa yang salah dengan ini semua?" ujarnya pelan, membuat Haechan mengernyit karena tidak mendengar perkataannya dengan jelas.
ㅤ
"Aku hanya ingin kedua sahabatku bahagia, apa ada yang salah?" kicaunya sekali lagi, tangannya yang berada di atas meja dikepalkan kuat-kuat guna menahan gejolak untuk menumpahkan segalanya. Di depannya, Haechan lagi-lagi mengerang frustasi.
ㅤ
"Tapi kau tidak akan pernah bahagia kalau terus begini!"
ㅤ
"Yang terpenting adalah kebahagiaan Jeno dan Jaemin."
ㅤ
"Mereka tidak akan pernah bahagia, Injun!" Haechan berkata dengan gusarnya. Dengan intonasi yang senada dia melanjutkan, "Mereka tidak akan pernah bahagia karena perjodohan sialan ini!"
ㅤ
ㅤ
ㅤ
※※※
Buat kalian yang bilang Jenoku kerdus sini maju :"))
Dan kenapa ya aku merasa makin sini diksinya makin aneh, wokwokwok. Padahal baru chapter 3 tapi aku sudah goyah :")
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Happiness
FanfictionRenjun terlalu akrab dengan rasa sakitnya sendiri. Bahagia dan rasa sakit, baginya tidak ada bedanya. Dan sejauh ini... Tidak pernah ada keluhan. Warning : AU! TYPO(s)! BoysLove! NoRenMin yang lebih condong ke NoRen. Dan bahasa yang amburadul.