08

594 64 15
                                    


*

Mingyu sudah tertidur nyenyak, luka di kakinya sudah diobati oleh Jaejoong. Beruntung lukanya tidak dalam. Jaejoong juga sudah memberi Mingyu obat, karena tadi Mingyu juga mengeluh sakit kepalanya. Jaejoong akan membawa Mingyu ke dokter keesokan harinya, khawatir jika Mingyu terkena tetanus.

Jaejoong membetulkan selimut Mingyu, lalu berbaring disamping anak keduanya. Jaejoong berbaring miring supaya bisa memandangi Mingyu. Mingyu ia tinggalkan ketika berumur 6 bulan, sekarang ia sudah menjadi remaja yang tampan seperti Ayahnya. "Mingyu-ya maafkan Ibu ya, Ibu tidak bisa mempertahankanmu disamping Ibu, kamu jadi terpisah sama Ibu." Jeejoong mengecup kening Mingyu lalu menyusulnya tidur.

#

Malam sudah berganti pagi, Jaejoong sudah membuka matanya, siap untuk mengawali hari seperti biasa. Jaejoong tersenyum melihat Mingyu masih tertidur sambil melingkarkan lengan diperutnya. Dengan hati-hati Jaejoong mengangkat lengan tersebut supay tidak mengganggu tidurnya.

"Ibu mau kemana?" tanya Mingyu dengan suara khas bangun tidur.

"Ini sudah pagi Mingyu-ya. . . Ibu harus menyiapkan sarapan untuk kalian."

"Tidak boleh, Ibu temani aku tidur saja, ini pertama kalinya aku tidur dipeluk Ibu setelah aku umur enam bulan." lirih Mingyu. "Ibu yang ada dirumah bukan Ibuku, dia Ibunya Jaehyun, makanya dia ga mau memelukku Bu, hanya Bibi Hwang yang mau memelukku Bu."

Jaejoong meneteskan air matanya mendengar perkataan Mingyu. Benarkan selama ini Yunho tidak menyanyangi Mingyu dengan baik, sampai Mingyu berkata seperti itu.

"Apa Ayahmu tidak pernah memelukmu? Bukankah Ayah sangat sayang padamu hemm?"

"Tidak! Ayah hanya peduli pada Jaehyun, jika Jaehyun menangis Mingyu yang selalu disalahkan,"

"Maafkan Ibu sayang, maafkan Ibu tidak berusaha mengambilmu dari Ayah. Untuk itu, ijinkan Ibu menebus kesalahan Ibu padamu." ucap Jaejoong.

"Temani aku tidur sebentar lagi Bu," pinta Mingyu.

"Baiklah sayang, Ibu akan temani Mingyu tidur lagi."

"Ibu!" Jungkook sudah ada disamping tempat tidur Ibunya, "Ibu . . . kenapa Ibu belum bangun? Nanti yang bikinin Kookie sarapan siapa? Trus kalau Kookie terlambat bagaimana?" Jungkook mengguncang lengan ibunya.

"Stt . . . jangan keras-keras sayang." Jaejoong mengingatkan Jungkook supaya tidak menganggu tidur Mingyu.

"Ibu . . .bukankah sunbae juga harus bangun untuk sekolah."

"Biarkan dia istirahat dirumah Kook. Oh ya dia itu kakakmu, panggil dia kakak jangan sunbae."

"Kalau Kak Mingyu bolos, Kookie juga bolos." rengek Jungkook.

"Ah . . baiklah, sekarang Kookie gantian temani Mingyu tidur. Ibu mau masak dulu, Ibu ga mau kelinci gendut kesayangan Ibu ini kelaparan." Jaejoong mencubit gemas pipi Jungkook.

"Ibu . . . Kookie bukan kelinci. Dan Kookie tidak gendut." Jungkook mode-on ngambek.

Jaejoong meninggalkan kamarnya sambil tersenyum melihat tingkah anak bungsunya yang sangat menggemaskan itu. Sepeninggal Jaejoong, Jungkook segera membaringkan dirinya dikasur milik Jaejoong, mulutnya masih manyun karena habis digoda Ibunya. Jungkook melingkarkan tangannya dipinggang Mingyu, kebiasaan Jungkook tidur harus ada sesuatu yang dipeluk.

#

Mingyu bangun dari tidurnya karena merasa sesak untuk bernafas. Begitu membuka matanya ia tahu penyebab sesak nafasnya. Ada kepala yang dengan seenaknya nempel didadanya. Siapa lagi kalau bukan kepala Jungkook.

Mingyu melihat jam dihadapannya, waktu sudah menunjukkan pukul delapan. "Apa bocah ini tidak sekolah?" gumam Mingyu, padahal dia sendiri juga tidak berangkan sekolah.

Dengan pelan Mingyu mengangkat kepala Jungkook, memindahkannya kesmaping dengan hati-hati. "Begini ya rasanya punya adik." gumam Mingyu lagi, selama ini-kan Mingyu tidak pernah tidur bersama adiknya. Jadi, ia tidak tahu rasanya tidur berdua dengan saudaranya, atau keluarganya yang lain. Bahkan, ketika sakit-pun Mingyu tidur sendirian tidak ada yang menemani, hanya Bibi Hwang yang bersedia begadang menjaga Mingyu.

Mingyu melangkahkan kakinya menuju dapur setelah membetulkan posisi tidur Jungkook dan juga menyelimutinya. Mingyu ingin mencari keberadaan Ibunya. "Ibu . . . " panggil Mingyu.

"Duduklah disamping Taehyung. Ibu buatkan kamu susu coklat."

"Terima kasih Bu."

"Bagaimana keadaanmu? Apa masih pusing?" tanya Taehyung yang duduk disebelah Mingyu.

Mingyu menggelengkan kepalanya, "Sudah tidak Kak, mungkin karena efek dipeluk Ibu semalaman. Jadi tidak sakit lagi."

"Baguslah kalau begitu, nanti istirahat saja di rumah ne. Jangan keluyuran, apalagi kakimu sedang sakit." nasehat Taehyung. "Kakak berangkat kuliah dulu," Taehyung bangkit dari duduknya, mengacak rambut Mingyu dahulu sebelum ia pamit kepada Ibunya.

Mingyu menatap kepergian Taehyung yang berjalan dengan pincang. Mingyu merasa bangga memiliki Kakak seperti Taehyung yang penuh semangat meski keadaannya tidak nomal seperti pada umumnya.

"Apa yang kau pandingi Mingyu-ya." suara Jaejoong me menghentikan lamunan Mingyu.

"Kak Tae Bu, Kak Tae hebat ya. Dia pandai, dan selalu bersemangat mseti memiliki keterbatasan."

"Iya benar,"

"Kak Tae juga beruntung."

"Beruntung kenapa?"

"Kak Tae yang dibawa Ibu bukan aku, hiks." Mingyu terisak. "Lebih baik Mingyu yang pincang supaya bisa dibawa sama Ibu, tidak tinggal bersama Ayah dan Ibu baru yang tidak menyanyangiku. Hiks."

Jaejoong segera beranjak menuju tempat duduk Mingyu, membawa Mingyu kedalam pelukan seorang Ibu. "Sttt . . . Mingyu tidak boleh berkata seperti itu. Ibu minta maaf ne telah membiarkan Mingyu tinggal bersama Ayah. Mulai hari ini Ibu tidak akan membiarkan Mingyu dibawa oleh Ayah lagi. Mingyu harus bersama Ibu bagaimanapun caranya."

*

HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang