BAB 3

3.1K 164 1
                                    

Nia terkejut mendapati Dara yang tiba-tiba sudah ada di kamar. Gadis berambut panjang itu langsung menghambur pada Dara yang sedang meringkuk di kasur. Dengan cemas Nia langsung memberondongkan pertanyaan-pertanyaan, tapi ditanggapi dengan acuh oleh Dara.

"Baiklah, kalau kau tidak mau menjawab. Sekarang di mana ponselmu? Dari semalam kau tidak mengaktifkan ponselmu."

Dara terperanjat bangun lalu mencari-cari ponselnya, tapi tidak ada. Dara terdiam, apakah tertinggal di kamar pria itu? pikirnya.

"Kau kehilangan ponselmu?" Nia berdiri sambil berdecak pinggang.

"Dara, bicaralah padaku, sebenarnya apa yang terjadi? Kau tahu? Semuanya hawatir padamu, bahkan kita semua tidak bisa tidur dengan nyenyak, takut sesuatu yang buruk terjadi padamu," tutur Nia dengan wajah sedih. Mata Dara memerah siap menumpahkan air mata. Nia menghampiri Dara lalu menyandarkan kepala Dara ke bahunya.

"Bicaralah biar perasaanmu sedikit lega. Aku akan mendengarkan dan tidak akan bicara sama yang lain," kata Nia. Mendengar ucapan sahabatnya itu, tangis Dara pecah lagi, ia terisak-isak.

"Nia apa yang harus aku lakukan, aku takut, aku bingung," sahut Dara pilu. Nia mengusap lengan sahabatnya menenangkan sekaligus penasaran sebenarnya apa yang terjadi dengannya sampai seperti ini?

"Semalam aku ... aku melakukan sesuatu yang sangat bodoh. Memang semuanya tidak sengaja karena kami mabuk." Mata Nia langsung terbelalak kaget, memegang kedua bahu Dara mendorongnya pelan, Nia menatap lurus-lurus ke mata Dara.

"Apa kau bilang, mabuk? Astaga, kenapa kau melakukan itu?" Dara menunduk sambil terus terisak.

"Semalam Joseph menelepon, dia menolakku dengan sangat kejam, tanpa basa-basi dan tanpa minta maaf, makanya aku mabuk semalam. Aku benar-benar sudah kehilangan akal." Mata Nia berkaca-kaca lalu mendekap Dara menenangkan. Mengingat bagaimana perjuangan Dara untuk menarik perhatian laki-laki itu, Nia tahu ini pasti sakit sekali.

"Tapi ... ada sesuatu lagi yang lebih buruk seratus kali lipat dari penolakan Joseph," sahut Dara dengan suara pelan. Nia melepaskan pelukannya.

"Apa kau bilang?!" Nia kembali terbelalak kaget.

Dara menutupi wajahnya dengan kedua tangan. "Aku sudah melakukan dosa besar. Aku melakukan itu dengan seorang pria, karena aku salah masuk kamar. Aku bener-benar tidak ingat apa-apa karena mabuk."

Nia mengguncang-guncang bahu Dara, "Melakukan apa Dara, ayo bilang padaku! Apakah kau melakukan hubungan badan dengan pria yang tidak kau kenal?" tebak Nia. Dara mengangguk pelan lalu tangisnya semakin histeris.

"Aku harus bagaimana sekarang? Aku takut sekali." Nia berdiri lalu berjalan ke sana kemari sambil memegang keningnya. Ia ikut terbawa stress. Gadis berlesung pipit itu berpikir mencoba mencari jalan keluar.

"Dara, ayo kita temui laki-laki itu. dia harus bertanggung jawab. Bagaimana kalau kau hamil? Ini bukan masalah kecil Dara, ini benar-benar masalah besar, apalagi bagi kita sebagai perempuan. Ayo bangun! Kita temui pria itu," cetus Nia.

Dara menggeleng keras, sambil menarik tangan Nia. "Tidak!" ucapnya tegas.

"Hei, apa kau gila? Kita harus bicara serius dengan pria itu. Apa kau mau merusak masa depanmu sendiri? Bagaimana kalau orang tuamu tahu? habislah kau. Berhentilah menangis! Ayo kita temui pria itu. Katakan padaku dia di kamar nomor berapa?"

Dara tahu betul karakter sahabatnya itu, Nia akan memperjuangkan apapun yang dirasanya tidak adil, apalagi ini terjadi pada sahabatnya sendiri.

"Kamar 201 tepat di sebelah kamarku," kata Dara akhirnya. Nia menarik tangan Dara dan menyeretnya ke kamar itu.

Married Without Dating - Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang