PASSENGER - CHAPTER 2

13.8K 1.5K 107
                                    

Pukul 02.50 WITA. Tenaga ombak mulai terasa. Saat itu kapal sudah jauh dari daratan. Dengan semua keanehan yang dialami Zawali, dia mulai merasa terpisahkan dari dunia nyata. Ini bukan pertama kalinya ia melakukan perjalanan Banyuwangi ke Lombok. Pernah sebelumnya Zawali pergi ke pulau seribu masjid itu, tapi berbeda dengan perjalanannya kali ini, saat itu semua terasa normal. Ada banyak orang yang bisa diajak berkomunikasi, dan tidak satupun dari mereka yang melakukan hal-hal aneh. Baik tindakan, atau sekedar gesture yang mengerikan. Entah kenapa Zawali mulai merasa salah naik kapal.

"Mas, Top Mie satu. Seduh tanpa sayur kering, ya!" Kata Zawali pada seorang penjaga kantin kapal.

Ia mencoba melupakan keanehan itu dengan bersikap layaknya manusia normal, dan hal paling normal dari manusia adalah makan. Tapi, tebak apa yang ditulis Zawali dengan di buku jurnalnya?

Saya hanya mencoba membeli makanan, walau saya tahu di kapal harganya bisa dua kali lipat lebih mahal. Tapi saat itu, etalase dimana beragam snack dan makanan instant berjejer rapi, ternyata terkunci. Bahkan penjaga kantinnya mengaku tidak punya kunci. 'Yang pegang kuncinya bapak saya, mas. Beliau hanya dua kali dalam seminggu ikut penyeberangan' begitu kata pemuda kurus yang sejak tadi kerjanya hanya membaca buku.

Paragraf itu dilingkari seolah-olah berisi informasi yang sangat penting. Di halaman yang sama, ada sebuah catatan kaki yang menyebutkan bahwa setelah gagal memesan makanan malam itu, Zawali sempat termenung memperhatikan makanan ringan di dalam etalase yang ternyata sudah kadaluarsa semua. Disitu juga Zawali sadar bahwa sebagian besar kemasan snack di etalase adalah desain lama yang mungkin sudah tidak beredar di pasaran. Roti tawarnya juga sudah rusak karena jamur, jangan Tanya bagaimana isi dari susu kotak disamping roti itu. Membayangkannya saja, membuat Zawali semakin mual. Zawali pergi ke tempat lesehan untuk tidur. Berharap saat bangun nanti, semuanya jadi normal.

Pukul 03.00 WITA. Anita tampak sedang duduk memandang kearah Zawali. Sambil menggosok mata dengan telapak tangannya, Zawali yang baru bangun—masih pusing dan mual—merasa aneh dengan cara anita melihatnya.

"Ada apa? Apa kita sudah sampai?" Tanya Zawali.

"Kamu tidur berisik sekali. Mengigau dengan bahasa yang aneh. Makanya aku bangun." Gerutu Anita.

Zawali melihat jam tangannya. Ternyata Zawali hanya tidur kurang lebih 7 menit.

"Apa kamu mencium sesuatu?" Tanya Zawali.

"Ya. Siapa yang bisa melewatkan bau setajam ini? Selain karena tidurmu berisik, aku terbangun karena bau ini."

Saat itu mulai tercium bau atau wangi-wangian--tergantung selera penciuman orang—yang sangat kuat.

Sekilas tercium sedikit amis. Seperti aroma daging berlemak dalam sebuah hidangan acara atau perayaan besar. Anita melihat ke arah kabin dengan cara yang sangat serius.

"Ini pasti kerjaan orang-orang aneh itu." Kata Zawali.

"Kalau tahu seperti ini, aku tidak mau meninggalkan masker ku di motor. Aku mau pergi mengambil...."

"Hei-hei, jangan! Percaya sama saya, ada sesuatu yang lebih... aneh dan seram di bawah sana." Anita menurut. Ia mengurungkan niatnya untuk pergi. "Orang-orang ini... sepertinya mereka satu rombongan. Ada banyak kendaraan dari luar jawa di kapal ini. Bahkan hampir semua mobil dan mini bus memilik plat nomor yang sama."

"Truck dan motor juga?"

"Tidak. Saya melihat salah satu truck dengan plat DR dan motor berplat DK."

"Bukankah itu berarti, ada penumpang seperti kita juga di kapal ini—maksudku penumpang yang tidak termasuk golongan aneh itu." Ujar Anita.

"Sejauh ini, yang saya temui hanya kamu."

MIDNIGHT EXPEDITIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang