Lilac

573 82 34
                                    

Pintu pemanggang dibuka. Lilac yang telah memakai sarung tangan tebal langsung mengeluarkan nampan dengan beberapa muffin di atasnya. Dua belas muffin dengan tiga macam irisan buah; bluberi, stroberi dan jujube. Hatinya seketika berbunga-bunga mendapati percobaan pertamanya berhasil. Bentuk muffinnya sempurna, serta menguarkan aroma harum.

"Wah, kelihatannya enak," komentar seorang siswa yang juga menjadi asisten Lilac

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Wah, kelihatannya enak," komentar seorang siswa yang juga menjadi asisten Lilac.

Kurang dari seminggu sejak dilantiknya kepala-kepala asrama yang baru. Semuanya dilantik bersamaan. Lilac menjadi satu-satunya kepala asrama perempuan di angkatannya. Gadis itu selalu tampak bersemangat. Terlebih, dia tidak lagi sungkan merombak beberapa hal di Ruby hingga menjadi lingkungan yang lebih menyenangkan.

"Aku akan membawanya ke royal garden. Semuanya akan berkumpul pukul dua siang nanti," kata Lilac seraya melepaskan celemek menyusul sarung tangan. "Di mana teh merahnya?"

"Ini." Asisten Lilac menyodorkan sebuahkotak berisi daun teh kering. "Padahal tidak perlu anda sendiri yang menyiapkannya. Ah, mau saya bantu membawa?"

"Tidak usah. Cukup aku saja." Lilac beralih memindahkan seluruh muffinnya ke keranjang kecil. "Aku juga bisa menyeduhnya langsung di sana. Kalau begitu, aku pergi dulu. Dah!"

Si siswa asisten balas melambai dan tersenyum—ikut senang melihat gadis itu dalam suasana hati yang lebih bagus dari biasanya.

Akan tetapi ....

Kata-katanya tadi menyoal tidak seharusnya Lilac menyiapkan kudapan, sebenarnya tidak hanya sebatas basa-basi. Sang Asisten sungguh-sungguh serius dengan ucapannya. Bagaimana tidak? Saat hanya tinggal dia seorang di ruang tata boga, tubuhnya berbalik ke meja beserta seluruh peralatan dan perlengkapan memasak yang Lilac gunakan.

Tepung kering dan basah berceceran, bergabung dengan gula, lelehan mentega, ragi, juga buah-buah yang berpotongan kacau. Hanya membuat dua belas muffin sialan itu, Lilac entah kenapa memakai puluhan baskom yang kini bertumpuk menyedihkan—sekali sentil, gunungan itu akan langsung roboh. Alat pemanggang juga penuh berhias kerak-kerak cokelat kehitaman.

Dia hanya berharap muffin tadi tidak beracun—karena Lilac terkenal selalu jadi sumber bencana di dapur asrama.

***

Cyde, Dalga dan Ren telah memulai diskusi mereka kali ini sedangkan Lilac menata muffin beralas piring kecil dan menuang teh ke empat cangkir. Setelah semua hidangan itu ditaruh di depan masing-masing mereka, Lilac pun akhirnya bisa duduk manis sambil membaca kumpulan berkas jatahnya.

"Cuma perasaanku saja, atau pekerjaan ini jauh lebih banyak daripada pekerjaan kepala asrama sebelumnya?" gerutu Dalga yang berulang kali mencorat-coret kertas tersebut.

"Apa boleh buat. Dari kepala asrama yang lama lulus, sampai ke pelantikan kita, pasti tidak ada yang mengurus semua ini," tanggap Cyde.

"Aku tidak bisa lama-lama di sini. Kurang dari satu jam lagi aku harus ke bangsal untuk membantu mengawasi ular-ular yang disembelih," sambung Ren.

"Hei, jangan terlalu kaku begitu," kicau Lilac kali ini. "Ada apa dengan diri kalian tiga tahun lalu yang bernafsu duduk di kursi kepala asrama? Aku sangat menikmatinya. Pergi ke mana pun ke Gihon ini, tidak akan dilarang. Cyde, kau janji memberiku gulungan peta Oltra yang baru. Dalga, kau menjanjikanku pergi mengunjungi Taruhi. Dan Ren, jangan lupa kalau kau berhutang ramuan perilla merah untukku."

Hening. Gadis itu benar-benar memanfaatkan posisinya dengan sangat baik. Tidak terhitung berapa kali Lilac "terbang" ke asrama satu ke asrama lainnya dan suka sekali berdengung pada tiap-tiap mereka seperti lebah. Kadang karena cukup terganggu itulah, baik Cyde, Dalga dan Ren terpaksa menjanjikan sesuatu padanya supaya Lilac tidak sering-sering datang.

"Tehnya akan dingin kalau tidak buru-buru diminum. Oh, jangan lupa makan muffinnya. Aku sudah susah-susah membuatnya tadi." Kening Lilac tiba-tiba mengernyit saat mengingat sesuatu. "Ah! Aku lupa membawa stempel! Aku akan segera kembali!"

Cyde, Dalga dan Ren bersamaan mengembuskan napas tertahan. Otak mereka sudah penat tanpa Lilac menambahnya. Meski baru lewat dua setengah jam dari waktu makan siang, perut mereka terasa perih minta diisi. Tangan mereka pun meraih muffin buatan Lilac yang berukuran sekepalan tangan.

"Astaga." Dalga menggigit muffin itu dan seketika mendelik lalu melotot horor.

Cyde dan Ren pun bereaksi sama. Mereka kemudian saling berpandangan, berdiskusi tanpa bertukar kata untuk menentukan nasib muffin itu.

Ketika samar-samar terdengar langkah kaki dari luar royal garden, mereka tahu harus bergerak cepat.

Lilac kembali!

Hanya sepersekian detik pandangan ketiganya beradu. Lalu secepat kilat pula pikiran mereka mencapai titik temu. Tangan mereka kompak melontarkan muffin itu ke satu arah—dekat bagian taman yang paling rimbun supaya tidak ketahuan. Namun naas, saking paniknya, mereka terlalu keras melempar hingga muffin itu melayang ... dan serta merta menjebol dinding kaca royal garden.

Tiga lubang itu masih ada hingga saat ini.

.

.

.

Aku sungguh-sungguh menyukai hubungan keempat tokoh ini, dengan Lilac sebagai pusatnya. Dan seperti yang kalian ingat, masalah mulai berdatangan waktu Sira datang ke Gihon~ perangai Lilac tidak jauh berbeda dari Rife yang selalu berusaha mencairkan suasana. So yes, she was indeed a lovable chara. Poor girl ....

Fun fact: Lilac adalah satu-satunya siswa yang mendapat perhatian Cambyses di luar para Diamond.

Silver Maiden - Out of StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang