Part 3

12K 1K 75
                                    

Happy Reading 💝💝💝


Dave tersenyum geli menatap Anastasia yang terlihat beberapa kali menguap di sampingnya. Kepala mungilnya sesekali terlihat tersentak ke depan hingga membuat mata sayunya kembali terbuka lebar. Dave sangat tahu jika Anastasia sedang berusaha kuat menahan kantuknya.

"Berapa lama lagi kita sampai, Fox?" tanya Dave pada pria yang memang disewanya khusus untuk membawanya ke desa Dunster. Tentu saja ia tidak mengenali wilayah di desa kecil ini.

"Sekitar lima belas menit lagi, Sir." ucap Fox masih dengan fokusnya menyetir.

"Tidurlah, Anna! Aku akan membangunkanmu jika sudah sampai." Dave meraih kepala Anastasia berniat menyandarkan ke pahanya. Namun rupanya gadis kecil itu langsung menegakkan tubuhnya bersikap seakan-akan rasa kantuk yang sejak tadi melandanya sama sekali tidak ada.

"Aku tidak mengantuk, Paman."

Dave mengusap-ngusap puncak kepala Anastasia. Terlihat sekali jika gadis kecil itu bersikap waspada padanya. "Apa kau takut padaku?" tanyanya lembut.

Untuk sesaat Anastasia terdiam, ada sedikit keraguan yang terpancar di wajah cantiknya saat berkata, "Aku hanya bersikap waspada seperti yang selalu Mommy katakan padaku."

"Memangnya apa yang dikatakan ibumu?" Dave memiringkan tubuhnya, memberi perhatian penuh pada Anastasia yang sedang sibuk memainkan kuku jemarinya.

"Kata Mommy, hanya ada dua type orang di dunia ini yaitu orang jahat dan orang baik. Namun kita tidak tahu kapan saatnya orang baik itu berubah menjadi jahat dan orang jahat itu berubah menjadi baik."

Dave mengerjab beberapa kali merasa takjub dengan ucapan gadis kecil di depannya. "Sepertinya ibumu wanita yang pintar. Pantas saja bisa memiliki putri secerdas dirimu."

"Terimakasih, Paman. Ibuku memang wanita yang sangat hebat." Anastasia mengacungkan ibu jari kanannya dengan bangga.

"Anak baik," Dave kembali mengusap puncak kepala Anastasia. Rasa kagumnya semakin besar saja pada sosok kecil itu. "Kau tidak lapar, Anna? Kurasa sebaiknya kita mampir ke restoran terdekat untuk mengisi perutku yang sudah keroncongan." Dave melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul tujuh malam. Pantas saja perutnya sudah memberontak minta diisi. Jika dirinya saja lapar, apalagi anak kecil seperti Anastasia yang biasanya tidak bisa menahan lapar.

"Kita makan di rumahku saja, Paman. Mommy juga selalu menyuruh paman Shawn untuk makan malam di rumah setelah mengantarkanku pulang," Dave memperhatikan raut antusias Anastasia sebelum ia melepaskan tawanya ketika gadis kecil itu melanjutkan ucapannya yang terdengar sangat polos, "masakan Mommy memang tidak begitu enak. Tapi aku jamin kau akan ketagihan dengan roti dan teh buatannya."

"Benarkah?"

Anastasia mengangguk cepat membuat Dave tidak mampu mengontrol tawa gelinya. "Baiklah. Kalo begitu aku akan membuktikan ucapanmu nanti."

***

Mata Sharon tak berhenti memandangi pintu kaca di depannya berharap menghadirkan sosok yang sejak tadi ditunggunya. Dengan ponsel yang tetap menempel di telinganya, ia terus berjalan mondar mandir di toko rotinya yang sudah tutup. Sesekali tangannya yang bebas digunakan untuk memijat kepalanya yang berdenyut. Mungkin ini karena efek kecemasannya yang berlebihan.

Sekali lagi Sharon memandang benda berbentuk lingkaran yang tergantung indah di dinding. Sudah pukul tujuh malam, tidak biasanya Shawn mengajak Anastasia bermain sampai jam segini. Biasanya sebelum Sharon selesai bekerja, pria itu sudah mengajak Anastasia kembali ke rumahnya. Tapi sekarang, ponsel Shawn bahkan sama sekali tidak bisa dihubungi.

Unexpected LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang