Hai, kepala beliamu yang dulu penuh uban
Ingat?
Siapa yang mencabutnya dulu?
Aku kah?Di belakang gedung ke lima, kita duduk di atas anak tangga
Kau di tingkat bawah, aku di atasmu
Satu tingkat di atasmu
Kemudian satu per satu ku cabuti rambut-rambutmu yang mulai memutih
Sampai habis
Gatal, kau bilang kalau tidak dicabutSulit, karena rambutmu terlalu pendek dan masih lebat
Sulit, karena cahaya menyilaukan
Kadang aku salah membedakan hitam dan putih
Tapi akhirnya uban di kepala beliamu lenyap hari ituKu bungkus semua ubanmu di selembar daun yang jatuh dari pohon akasia
Kemudian ku lipat dan ku letakkan di tanah dekat pijakan kita
Ku timpa daun itu dengan batu berukuran sedang, berharap kelak saat kita kembali, ubanmu masih ada, entah supaya apaUban di kepala beliamu adalah pemanasan agar kelak saat kita beranjak tua, aku mampu membersihkannya dari kepalamu
Agar kamu tidak merasa gatal
Atau malu dengan orang-orang karena tampak tua dengan rambut memutihmuKau tidak perlu malu padaku
Aku mencintaimu dengan semua uban2 di kepalamu yang telah tumbuh sebelum kamu tua dan yang akan tumbuh setelah kamu menua
Bahkan meskipun kau sudah tak ingin lagi menua bersamaku
Aku mencintaimu
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary of Broken Hearts
PoetryLalu bagaimana jika diri ini tak ingin lupa, namun disisi lain ia pun tak menginginkan luka?