Masih ingat ritual kita setiap musim hujan tiba?
Selepas berkendara membelah hujan sedari kampus
Pulang dalam keadaan kuyup dan mengigil
Mie instan dengan kopi hangat
Hal yang tak pernah absen kamu minta sesaat setelah kita menapak lantai rumah yang setengah basahAku melesat ke dapur, sementara kamu menggantung mantel hujan kita yang basah di teras rumah
Dua bungkus mie instan kuah, dua butir telur, cabai rawit, dan sawi hijau tertata di dapur
Terkadang kau menghampiriku menawarkan bantuan
Terkadang aku menerima tawaranmu, tapi lebih sering ku tolak dan memintamu menunggu sambil menonton televisi
Atau hanya bermain dengan ponselmu di ruang tamu sembari menunggu aku memanggil ketika mie rebus kita sudah siap
Kemudian kamu akan membantuku membawanya menuju ruang tengah
Menata 2 mangkuk mie kuah dan 2 cangkir kopi hangat di meja kecil berwarna putih yang kau letakkan di tengah ruanganSaat asap masih mengepul, kedua mangkuk kita kamu dekatkan
Kemudian kamu memindahkan putih telur di mangkukmu ke dalam mangkukku
Dan aku menggantinya dengan kuning telurku
Kamu sudah sangat tau
Aku tidak pernah suka kuning telur yang menjadi favoritmu
Dan kamu tidak begitu menyukai putih telur yang menjadi favoritku
Kamu bilang makan mie denganku selalu istimewa
Karena kamu bisa mendapat dua kuning telur
Begitu juga denganku, karena aku bisa menyantap banyak putih telurKamu suka apa yang aku tidak suka
Dan aku suka apa yang kamu tidak suka
Bukankan kita saling melengkapi?
Tapi sayangnya bagimu tidak cukup seperti itu
Kamu mau yang lebih, dan lebih seperti apa, entah aku tak pernah tau dan tidak pernah bisa mencukupinya
Yang ku tau
Aku hanya bisa memberimu kuning telurku apa adanya dan menerima putih telurmu apa adanya, tanpa paksa tanpa protes
Karena rasaku padamu juga begitu adanya, mereka tumbuh tanpa paksa tanpa protes
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary of Broken Hearts
PoetryLalu bagaimana jika diri ini tak ingin lupa, namun disisi lain ia pun tak menginginkan luka?