Hari itu mendung menggelayut mengantarkan matahari menuju senja
Aku duduk menunggumu di sebuah gazebo yang hampir rubuh atapnya
Dingin
Angin meniup dari segala penjuru
Sepi
Sendirian
Semua orang kembali ke peraduan karena hari akan hujanHari makin gelap
Entah karena mendung yang semakin pekat atau karena malam yang kian mendekat
Aku masih menunggumu
Ditemani nyamuk yang kadang menggigit di sana sini
Angin makin kencang
Pandanganku semakin berkurang
Gelap
Hanya cahaya komputer lipat dan ponsel sebagai penerangHujan akhirnya turun
Lebat
Hawa semakin dingin
Tiupan angin dari sana sini kian kencang
Gazebo bocor dan cipratan-cipratan airnya mengenai tubuhku
Aku basah
Aku masih menunggumu
Kamu beberapa kali menanyakan keadaanku lewat ponsel
Aku menjawab aku baik-baik saja
Tetapi sendiri
Sepi, dan agak menakutkan karena gelap
Kamu memintaku bersabar sebentar lagiAku masih menunggumu
Hujan belum juga reda, nyamuk masih mengganggu
Gelap, dingin, takut
Dari kejauhan aku melihat sorot lampu mendekat
Kamu datang dengan motormu membelah hujan
Menghampiriku yang duduk di gazebo seorang diri dengan wajah merasa bersalah
Tersenyum, kamu mengangsurkan sebuah mantel hujan untuk bekal kita membelah hujan menuju rumah setelah ini
Kamu sudah memakainya satu, berdiri di depanku dan memperhatikanku mengenakan mantel hujanSayup di sela suara hujan, permohonan maafmu terdengar
Kamu meminta maaf karena membuatku menunggu
Padahal aku tidak keberatan
Menunggumu entah kenapa sudah menjadi kebiasaanku
Aku menyukai waktu-waktu yang kuhabiskan dengan menerka-nerka kapan kau akan kembali
Aku menyukai saat di mana wajahmu muncul di ujung penatianku
Rasanya menyenangkan
Menunggumu sangat menyenangkan, asal kamu pastikan kamu akan kembali
Bukan seperti sekarang, kamu membuatku menunggu ketidak pastian
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary of Broken Hearts
PoetryLalu bagaimana jika diri ini tak ingin lupa, namun disisi lain ia pun tak menginginkan luka?