Empat.

13 3 0
                                    

"RIZKY!!!!" aku berteriak histeris memanggil dan berjalan mendekati cowok yang sedang mengisi ulang tinta spidol whiteboard tanpa memperdulikan tatapan beberapa orang akibat dari teriakanku tadi.

"Itu mulut apa toa Vin?" Canda Rizky saat aku sudah berdiri di sampingnya.

Secara otomatis tanganku membantu kegiatan Rizky dengan membuka tutup bagian atas spidol yang belum diisi, "Ky gue sore ini bakal belajar bareng dia," ucapku memulai sesi curhat hari ini.

"Dia siapa?" Rizky bertanya sambil melirikku sekilas.

Aku mengulum senyum, "William. Siapa lagi?"

"Oh si sipit? Emang dia bisa ngajarin lo?" Oke pertanyaan Rizky mulai menyebalkan.

"Ya bisa kali. Dia kan lebih pinter dari lo," balasku.

Rizky menyelesaikan spidol yang terakhir. Dia mengembalikan letak tinta isi ulang ke tempat semula dan mengambil alih beberapa spidol ditanganku sehingga hanya dia yang membawa benda yang sangat penting bagi kelas itu.

Kami berjalan kembali ke kelas. Jarak kelasku dan ruang TU tidak begitu jauh, cukup memberi waktu untuk kami saling mengobrol. Ah tidak, tepatnya untuk diriku curhat.

"Gue tau dia pinter. Tapi maksud gue bukan itu pe'a," sanggah Rizky melanjutkan pembicaraan tadi.

"Trus apaan?" Heranku.

"Dia kan matanya sipit emang bisa lihat buku pelajaran ntar?" Tanya Rizky dengan tampang yang ingin membuatku menonjok wajahnya.

"Dasar bego. Dia itu sipit bukan buta," kesalku sambil menyubit keras lengan atasnya.

"Hehe canda kali Vin, tapi kan sapa tau gitu?" Ucapnya dengan seringai jahil yang benar-benar membuatku ingin mencakar wajahnya.

Aku tidak membalas ucapannya hanya saja tanganku terangkat untuk mencubit lengan atasnya dengan sebuah senyum manis.

"Aaa ampun Vin ampun. Sakit bego," omelnya.

Senyumku semakin tertarik ke atas, "Elo yang bego," ucapku seraya memutar jempol dan telunjukku sebelum akhirnya cubitan itu terlepas.

"Galak amat jadi cewek."

Aku hanya tersenyum tanpa rasa bersalah, "Galak itu wajib."

Rizky melangkah memasuki ruang kelas dan meletakkan spidol di tempatnya yang terletak di samping whiteboard. Dia langsung menuju tempat duduknya yang segera kususul.

"Ky, gue minta saran buat topik pembicaraan dong."

Alis tebalnya terangkat sebelah sebagai respon dari ucapanku, "Ngapain nanya ke gue?"

Aku nyengir, "Ye kan gue bingung ntar sore mesti gimana."

"Ya lakuin kek elo biasanya lah. Ngapain mesti bingung?"

"Emang gue biasanya kek gimana?" Tanyaku dengan tampang yang kuyakini sangat bodoh. Lihat? Bahkan Rizky tak dapat menahan senyum gelinya.

"Dasar tolol. Lo biasanya kek apa? Ya pikir aja sendiri kan lo lebih tau tentang diri lo sendiri."

"Jawab aja kenapa sih," balasku menutupi rasa malu ku.

"Lo nanya pendapat gue nih? Lo itu gesrek, nyablak, gak ada feminimnya walau make rok, gak ada anggunnya, gak bisa diem, sendawa gak tau tempat, sering ng-"

Sebelum Rizky melanjutkan kalimatnya,aku langsung memotong dengan wajah memerah. Malu sumpah, "Sstt cukup cukup. Gue udah tau. Gak usah diperjelas."

Rizky tertawa, "Kan tadi elo yang maksa gue buat jawab."

W A W  [What are We?] -Slow UpdateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang