Mendung di Mata Mama

11 2 18
                                    

Langit sudah berubah gelap ketika Kaili memasuki gerbang perumahan. Jalanan yang dilaluinya pun beranjak sepi. Rintik air mulai turun menghasilkan bulatan-bulatan kecil yang tersusun secara acak di atas aspal.

Kaili menutupi wajah dengan telapak tangan dan mulai mempercepat langkahnya. Perasaannya tidak enak. Dia sedikit cemas karena baru kembali ke rumah lewat dari jadwal biasanya. Ini salah Gara, karena harus menemani cowok itu, Kaili terpaksa kehilangan kesempatan pulang gratis dengan menumpang kepada Adelia. Ia terpaksa menghabiskan waktu hampir satu jam di dalam angkot hanya karena rute angkutan yang dilaluinya memang memutar.

Helaan napas lega keluar dari mulut Kaili begitu menginjakkan kaki di teras depan rumahnya. Dia aman. Garasi di sampingnya masih kosong. Itu berarti ayahnya belum pulang dan dia terbebas dari omelan sayang lelaki terhebatnya itu.

Kaili melangkah pelan setelah berhasil membuka pintu dan meletakkan sepatunya. Dia berjalan mengelilingi rumah bergaya modern, tapi minimalis itu sambil berjinjit. Ruangan pertama yang dilaluinya kosong, begitu pun dengan ruangan lain hingga ke teras belakang. Ia tidak menemukan seseorang pun di sana. Rumahnya benar-benar sepi. Kaili sendirian, dan dia benci itu.

Dengan perasaan sedikit kecewa Kaili meneruskan langkah ke arah tangga dan menuju ke kamarnya. Dia merasa begitu lelah hari ini. Kakinya terasa pegal setelah dipaksa mengelilingi sekolah tadi. Kaili ingin segera meluruskan otot-otot tubuhnya di tempat tidur.

"Kak, kamu kok baru pulang? Lho, wajahnya kenapa?"

Suara pertama yang ia dengar ketika membuka pintu itu membuatnya kaget. Kaili mendapati seorang wanita yang masih cantik di usianya yang tidak lagi muda itu tengah duduk di atas ranjang kamarnya. Wanita tersebut menampakkan raut wajah yang begitu khawatir.

Kaili tersenyum singkat karena sadar bahwa dirinya tidak benar-benar sendirian. Mamanya ada di sana, selalu di dekatnya.

"Mama kok ada di sini? Aku tadi nyariin di bawah," tanya Kaili sedikit heran.

"Sini duduk dulu!" mama Kaili menepuk-nepuk bagian ranjang di sebelahnya.

Kaili kembali tersenyum lalu menurut. Dia mulai mendekati wanita terkasihnya itu dan segera duduk.

"Mama khawatir, Sayang. Biasanya kan jam tiga udah ada di rumah, tapi sampe sore gak pulang-pulang. Jadi Mama ke sini, keingetan kamu terus," jelas mamanya sambil ikut tersenyum.

Merasa tidak enak, Kaili menatap wanita di sampingnya sambil memelas. Dia lupa tidak memberi kabar saat di sekolah untuk pulang sedikit terlambat. "Maafin aku, Ma. Tadi lupa gak bilang dulu. Oh iya, kenapa Mama gak nelepon aja?"

"Mama dari tadi udah coba nelepon, tapi gak di angkat-angkat."

Jawaban mamanya semakin membuat Kaili merasa bersalah. Dengan terburu-buru dia segera mencari ponsel dari dalam tasnya. Dan benar saja, ada beberapa pesan juga panggilan tidak terjawab di sana.

"Ya, ampun. Ini gara-gara Gara ...," desis Kaili pelan.

"Kenapa, Kak?" tanya mama Kaili.

"Eh," Kaili kembali menatap mamanya, "maafin aku, Ma. Tadi abis nganterin temen dulu lihat-lihat sekolah."

"Temen baru?" Mama Kaili terdengar penasaran.

Kaili menggigit bibirnya, ragu untuk menjawab. Gara bukan orang baru dalam hidupnya. Dia sudah mengenalnya jauh sebelum cowok itu berubah menjadi makhluk jangkung bertubuh kecil seperti sekarang.

"Bukan, Ma. Dia temen aku waktu SD." Akhirnya Kaili membuka suara.

Mendengar jawaban Kaili, wajah mamanya berubah sendu. Beliau terlihat lebih khawatir.

"Dia baik, kan?" tangan mamanya naik mengelus pipi Kaili, "Gak ngapa-ngapain kamu, kan? Kakak baik-baik aja?"

Mendapat sederet pertanyaan seperti itu, Kaili hanya mampu mengangguk ragu. Ia tidak ingin mamanya semakin khawatir. Melihat bagaimana reaksi beliau saja, dia sudah yakin bahwa bukan hanya dirinya yang ketakutan. Mamanya tentu akan lebih terluka jika kejadian seperti dulu terulang lagi.

Senyum kecil Kaili muncul. Dia menarik tangan lembut wanita cantik di sampingnya dan kemudian menggenggamnya erat. "Mama tenang, ya. Aku baik-baik aja, kok. Gak akan ada kejadian kayak dulu lagi, aku janji. Kan sekarang aku kuat, lagi pula aku punya Adelia sama Rina juga. Jadi Mama jangan khawatir lagi, ya?"

Ada hening sejenak. Mama Kaili terlihat mencari keseriusan pada mata anaknya kemudian beliau tersenyum tipis.

"Mama percaya sama kamu, Kak. Tapi inget, sekarang kalau ada apa-apa bilang, ya? Biar Mama sama Ayah tau."

Seketika perasaan lega menghampiri Kaili ketika melihat wajah wanita di sampingnya kembali dihiasi senyum. Dia kemudian mengangguk lagi. Namun, tidak seperti sebelumnya, anggukan kepalanya kini penuh dengan keyakinan. Karena jauh di dasar hatinya, Kaili ingin selalu mendapati mamanya yang ceria dan selalu berpikiran positif, bukannya khawatir seperti sekarang. Dia ... tidak ingin membuat wanita itu kembali kecewa.

A/N:
Akhirnya bisa up part baru setelah sekitar setengah tahun lebih :')

Maaf baru bisa lanjut sekarang. Kegiatan di dunia nyata selain tidur sama makan ternyata cukup menyiksa >,<

Terima kasih untuk yang bersedia nunggu lama, rasanya seneng banget ada yang nanyain cerita ini :')

Kritik sarannya ditunggu, yaa :)

Semoga suka :)

Gara-Gara GaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang