1

3.1K 118 36
                                    

Anggiana Praba, atau yang biasa dipanggil Gia, sedang sibuk merapikan rambut panjangnya yang baru saja selesai dikuncir dua. Dia bergegas menggunakan flat shoes warna hitam dan mengambil tas ransel hitamnya dari atas meja, lalu segera keluar kamar. Berlari menuju garasi. Wajahnya panik bukan main.

"Gia sarapan dulu!" Teriak Bunda dari ruang makan saat melihat anak gadisnya itu berlari seperti dikejar anjing.

"Nggak sempet Bun," tolak Gia masih sambil berlari. "Gia berangkat. Assalamualaikum," pamitnya buru-buru tanpa menoleh sedikit pun. Segera dinyalakan mobil Honda jazz putihnya, dan memacunya secepat yang dia mampu.

Hari ini adalah hari pertama Gia resmi menyandang status mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Gajah Muda. Hari pertama ospek. Dan sayangnya dia kesiangan. Semalaman dia nggak bisa tidur karena terlalu excited membayangkan keseruan esok hari. Gia baru berhasil memejam saat pukul 03.20 dan bangun pukul 06.30. Itu pun setelah Bunda membasahi wajahnya dengan segelas air. Padahal dia harus berada di kampus pukul 7 tepat. Sedangkan jarak rumah ke kampusnya 15 menit, belum pake mandi plus dandan. Ditambah macet yang biasanya terjadi saat pagi hari. Bisa paham kan gimana paniknya Gia sekarang?

Mobil Gia baru masuk parkiran fakultas hukum pukul 07.10. Gia makin panik. Segera diraihnya ransel hitam dari kursi penumpang di sampingnya, lalu berlari ke arah lapangan yang berada di bagian belakang kampus. Upacara pembukaan masih berlangsung. Pak Dekan sedang memberikan sambutannya. Gia ragu untuk mendekat. Dia masih berdiri di luar lapangan. Di bagian barisan belakang berjejer para senior anggota BEM yang bertugas memastikan kelancaran ospek. Mereka menggunakan jas almamater berwarna merah, sangat mencolok dengan para mahasiswa baru yang menggunakan atasan putih dan bawahan hitam.

Pundak Gia ditepuk tiba-tiba. Mengagetkan Gia. Perasaan Gia nggak enak.

"Ngapain di sini?" Tanya orang yang tangannya masih di pundak Gia, mencengkram kuat seakan takut buruannya lepas.

Gia menoleh. Di belakangnya berdiri lelaki dengan mata tajam memandang ke arahnya. Wajahnya nggak menunjukkan keramahan sama sekali. Gia mengamati lelaki di depannya dari atas ke bawah. Kaos hitam polos dan celana jins yang robek di sana sini serta sneaker shoes abu-abu yang diinjak bagian belakangnya. Dan dia menggunakan jas almamater merah.

"Mampus," maki Gia dalam hati.

"Lo telat. Berdiri di sana!" Perintah senior itu sambil menunjuk sisi kiri lapangan yang memang kosong. Suaranya berat sedikit serak dan terdengar sadis di telinga Gia.

Gia yang mengakui dirinya salah pun hanya bisa menurut dalam diam. Gia melangkah ke tempat yang diperintahkan senior galaknya tadi. Di bagian kiri agak ke belakang lapangan ada spot kosong yang mungkin memang sengaja disediakan untuk mahasiswa baru seperti dirinya yang datang terlambat. Senior tersebut mengikuti di belakang Gia. Benar-benar menjaga mangsanya.

Gia berdiri menghadap ke tengah lapangan. Mengikuti prosesi upacara pembukaan ospek sendirian. Beberapa orang melihatnya, aneh. Seakan-akan dirinya manusia langka yang sedang dipamerkan.

"Ini seriusan dari 150 mahasiswa cuma gue doang yang telat? Pada rajin banget sih," keluh Gia dalam hati.

Senior galak tadi masih mengawasi Gia. Berdiri agak jauh di belakang Gia, di bawah pohon mangga menghindari panas. Sementara posisi Gia sangat strategis sekali mendapatkan panas matahari. Sangat bagus untuk pertumbuhan tulang dan gigi.

Satu jam kemudian. Serangkaian prosesi upacara pun selesai. Gia yang berdiri seorang diri pun menghembuskan nafas lega. Dia segera berbalik dan angkat kaki, mengikuti kerumunan pasukan hitam putih di hadapannya.

"Jangan pergi!" Bentak suara di belakangnya.

Gia lupa kalo dirinya sedang dihukum. Dan di belakangnya sedang ada singa kelaparan yang akan menerkam mangsa. Gia membalikkan badan. Di hadapannya berdiri senior galak yang sedari tadi terus mengawasinya. Matanya masih tajam menatap Gia.

Love by Choice (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang