Rumah Dan Kota

55 6 0
                                    

Pada pertengahan bulan agustus. Panas di kota membuat udara nafas terasa berontak mengetuk ngetuk dada ditekan tertindih gerah dan resah. Biasanya untuk merasakan hal yang serupa kita perlu merokok sebungkus lebih terlebih dulu juga tanpa minum dan berteduh. Pikirku untuk setahun kedepan, barangkali pengeluaran harianku akan berkurang banyak ketika akibat merokok sudah menjadi bagian dari pernapasan itu sendiri.

Tidak hanya panas. Debu yang dibawa angin musim dari kejauhan, layak hewan gembala yang kehilangan ladang pakan biasanya. Bergerombol pun sekaligus bertebaran. Membuat warga kota ragu untuk pergi bekerja maupun bersekolah. Mereka jarang sekali keluar dari kediamannya. Sekalipun untuk sekedar membuang sampah atau mengambil surat kabar perlu pakaian payung berwarna cerah lengkap dengan masker dan kacamata yang gelap.

Keseringan di dalam rumah membuat mereka terpaksa terbiasa dengan candaan keluarga dan kebiasaan kebiasaan baru bersama saudara dan seseorang sedarahnya. Mereka sadar selama ini mereka tidak pernah menyempatkan waktunya selain untuk makan, bermalas dan beristirahat saja.

Di belakang halaman rumah tetangga baruku, aku membangun sebuah taman kecil sederhana dari barang barang yang terbengkalai semenjak aku dilahirkan. Surga kecil kecilan untuk dapat menikmati pagi dan keramaian jalan.

Aku lahir bertepatan dengan hari raya lebaran dimana si ayah lebih cemas pada biaya sewa kendaraan mudik. Begitu pun ibu, ia segera beranjak melanjutkan mengupas ketupat dan mengipas opor yang sempat tertunda untuk sejenak melahirkanku.

Kehadiran hari kemenangan lebih mencuri perhatian mereka daripada aku. Kebiasaan melihat kelahiran kelima kakak ku membuat mereka bosan dengan kebahagiaan anak saat kali pertama melihat dunianya - Ayah dan Ibunya. Maka tidak untukku.
Dunia ku sedang sibuk berurusan dengan ketupat opor dan biaya sewa kendaraan mudik. Beberapa kali aku menyumpahi waktu dan hidup untuk mengingatkan bahwa aku sendiri masih memiliki kepedulian terhadap kelayakan hidup.

Kini umurku hampir 20 tahun, dan aku bersumpah untuk suatu hari nanti tidak akan membiarkan istriku melahirkan pada saat hari kemenangan tiba.

Jangan Lupa Mengingat ( Slow Update )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang