8: Karel dikejar anjing

234 15 2
                                    

Hari Selasa yang cerah menghampiri sekolah dengan semangat yang menggebu. Suara bel istirahat bergema, mengisyaratkan waktu istirahat yang dinantikan oleh seluruh siswa. Gue, dengan bekal makan siang dari rumah, menikmati sendirian waktu istirahat di dalam kelas yang sepi, hampir seperti raja di atas takhta kosongnya.

Karel mendekati gue dengan langkah ringan, memecah kesendirian gue. "Ra, mau nyanyi apa nih?" tanya dia dengan antusias, mengganggu kedamaian makan siang gue.

"Gue? Nyanyi?" balas gue, agak kebingungan dengan tawaran Karel.

"Iya, kita kan udah janjian," jawab Karel, mengingatkan gue akan janji mereka.

"Oh, betul juga. Tapi kan baru kemarin dikasih tugasnya, nanti aja deh," gue mencoba menunda.

"Ya udah, deh. Pulang sekolah, gue ke rumah lo, deal?" Karel mengajukan tawaran dengan senyum cerahnya.

"Gue rasa, mendingan enggak deh," tolak gue.

"Kenapa sih?" tanya Karel heran.

"Ada anjing galak di rumah tetangga, nanti ngejar lo," gue memberikan alasan.

"Anjing siapa? Tetangga lo?" Karel penasaran.

"Iya, dia suka banget sama gue. Jadi, kalau ada cowo ke rumah, bisa-bisa dia jadi ngejar lo," jujur gue.

"Eh, gue kan pawangnya, tenang aja," Karel memberi semangat.

"Oke deh, kalau gitu..." gue memutuskan dengan setengah yakin.

Kemudian, Dira muncul bersama teman-temannya dengan wajah kesal."Ada apa nih, kalian?" tanya Dira dengan nada kesal.

"Ngomong sama siapa?" balas Karel sambil menggoda.

"Kalian berdua!" sahut Dira.

"Di sini banyak yang berdua, coba lihat Asep dan Ujang yang lagi ngobrol di belakang, atau Wina sama Abi yang lagi debat, kan banyak," balas Karel sambil menggoda lagi.

"Pergi sana!" Dira mengusir.

Karel pergi dengan gaya yang menggemaskan, membuat Dira semakin kesal
."Tuh, nggak nyadar aja, deh," komentar gue sambil tertawa.

"Seakan-akan enggak ada yang terjadi, ya, memusingkan kepala ini," ucap Dira.---Pulang sekolah tiba. Murid-murid berlarian ke luar kelas menuju gerbang sekolah. Mereka berdiri di depan gerbang, menunggu dengan gelisah, memohon-mohon kepada Pak Satpam dengan ucapan lucu.

"Pak, buka dong, tolong!"
"Pak, Anda ganteng sekali, buka pintunya."
"Pak, imutnya, pak!"
"Pak, ibu saya di rumah menunggu masak, saya mau makan!"
"Pak, saya sakit, ingin pulang. Buka pintunya, saya menderita!"
"Pak, dengarkanlah suara hatiku! Saya ingin pulang!"

Tiba-tiba, Bu Kity, wali kelas yang ditakuti, muncul di antara mereka."Kity, hei!"

"Halo, Bu Kity!"
"Mohon maaf, Bu Kity!"
"Jangan berdiri di sana, silakan berbaris!"

Murid-murid bergegas menyembunyikan diri atau berjejer di sepanjang jalan menuju gerbang. Gue melangkah di belakang Bu Kity, membawa barang-barangnya, seperti seorang pelayan mengikuti tuannya. Semua hening, seolah gue adalah putri yang disambut oleh para dayang-dayang, seperti dalam cerita dongeng.

"Kenapa kalian diam saja?" tanya Bu Kity.

"Maaf, Bu," sahut salah satu murid.

"Kenapa kalian berjejer seperti ini?" Bu Kity bertanya lagi.

Semua terdiam."Kok pada bisu?" Bu Kity semakin penasaran.

"Maaf, Bu, barang-barang Bu Kity mau disimpan di mana? Saya sudah dijemput," jelas Rara.

"Oh, iya, maaf ya, Ra. Saya lupa. Sudah, ayo kita ke ruang guru," ucap Bu Kity.

Semua kembali normal ketika Pak Satpam membuka gerbang. Setelah dari ruang guru, gue melangkah menuju halte di dekat sekolah. Karel datang dengan motornya dan berhenti tepat di depan halte.

"Eh, Ra! Ikut gue, yuk! Mau ke rumah lo, kan?" ajak Karel.

"Gue rasa, nggak usah buru-buru banget, deh," gue menjawab dengan malas.

"Ah, sudahlah, ayo!" Karel semangat.

Namun, sebelum gue menghampiri Karel, ada seseorang yang menarik gue dari belakang.

"Kok tiba-tiba merinding ya? Apa ini tanda-tanda kehadiran setan?" batin gue.

"Rara, pulang sama gue, yuk. Biar dia pergi aja," suara yang menahan gue ternyata Kevin.

"Kok kenal ya suaranya?" batin gue.

"Gue ada urusan sama dia. Mau, Japok? Lo ga usah ikut-ikutan, Vin," Karel ikut campur.

Ketika gue menoleh ke belakang, ternyata yang menahan gue adalah Kevin, cowo yang diidamkan banyak cewek di sekolah, tapi dia lebih suka menjaga jarak dari mereka dan gue dianggap sebatas teman biasa.

"Rara, ada urusan penting sama gue," kata Kevin.

"Eh, lepasin, Vin," gue mencoba melepaskan diri karena genggaman tangannya semakin kuat.

"Gak," Kevin menegaskan.

"Lo liat ga itu! Rara kesakitan gara-gara lo," tegas Kevin.

Karel turun dari motornya dan menghampiri gue serta Kevin. Dia menarik gue menjauh dari Kevin dan mengajak gue naik ke motornya. Motor Karel membawa kami berdua melintasi jalanan yang ramai, dan hanya deru kendaraan yang terdengar sepanjang perjalanan.

"Ra, jangan sedih ya. Cowo yang ga pernah nangkep perasaan cewe kaya dia, ya, mendingan ditinggalin," ucap Karel.

"Gue rasa, gapapa," gue mencoba meyakinkan diri.

"Rumah lo ada di mana, ya?" tanya Karel.

Gue menunjukkan arah ke rumah, dan ketika tiba di depan rumah, ada anjing yang tadi gue ceritain di sekolah. Karel dan gue turun dari motor, dan Karel mendekati anjing itu.

"Hati-hati, Rel! Anjingnya kelihatan naksir lo, nih," peringatkan gue.

"Enggak apa-apa, gue kan pawangnya," ucap Karel dengan percaya diri.

"Anjing lucu, baik, dan imut," Karel memujinya.

Anjing itu mendekati Karel, menggonggong riang, lalu tiba-tiba mengejar Karel hingga membuat Karel lari terbirit-birit dan menghilang di tikungan jalan.

Gue langsung masuk rumah yang sunyi, mengganti baju, dan menonton TV sambil menunggu Karel yang sedang dikejar anjing. Hingga bel rumah berdering, ketika pintu terbuka, terlihatlah sosok cowo yang membelakangi pintu.

"Karel?" seru gue."Karel siapa?" balas cowo itu.---Halo, para pembaca setia! Semoga kalian menikmati bagian yang telah direvisi ini. Meski tidak jauh berbeda dari versi sebelumnya, semoga tetap menghibur. Terima kasih atas dukungan kalian! Jangan lupa untuk vote dan tinggalkan komentar, ya! 😄

Ralanda (Classmate)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang