Prolog

741 50 4
                                    

Hi, guys!

Jangan lupa vote dan komen ya🥰

Happy reading!


Happy reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



🎯🎯🎯


00. Prolog

"I like you."

Cangkir berisi cappuccino itu sudah sampai di bibirku. Aku hampir saja meminumnya, namun saat mendengar ucapannya, aku jadi meletakkannya kembali ke atas meja, dan beralih menatapnya.

Cowok yang berada di hadapanku ini tidak seperti orang yang sudah aku kenal selama sembilan tahun lamanya. Kejahilan, ketidakseriusan, dan sifat kekanak-kanakan miliknya telah menghilang dalam sekejap mata. Ia lebih pantas disebut pria yang sudah dewasa, melihat betapa seriusnya ia sekarang.

"I like you. I want you to be mine," katanya, mengulangi tanpa ada keraguan.

"Lo adik sahabat gue."

"Apa itu jadi masalah?"

"I have a boyfriend."

"Dia nggak pernah mencintai lo. Tinggalkan saja dia. Gue lebih pantas jadi pacar lo."

Ingin sekali rasanya aku mendengus saat mendengar ucapan super pedenya itu. "Lo memang selalu merasa lebih baik dari siapa pun 'kan?"

"Of course, I am."

Aku langsung tertawa sinis. 

Seharusnya aku tahu, dia selalu percaya diri. Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang ku kenal selalu percaya diri dan optimis di setiap keadaan, kecuali dirinya. 

Hanya dia. Hanya Khandra Alfa Omera seorang.

"Bokap mau kirim gue ke Australia," sambungnya mengabaikan tawaku.

"Salah siapa buat masalah?"

"Gue nggak akan begini kalau nenek sihir itu mengizinkan gue satu sekolah sama lo." Ia langsung membela diri.

"Supaya bisa deketin gue?" sambarku sambil tersenyum sinis.

"Iya."

Aku kembali tertawa. 

See? Tidak ada yang bisa mengalahkan seorang Khandra Alfa Omera perihal tingkat kepedean di dunia ini. Tidak juga saudarinya yang disebut nenek sihir.

"Tadinya gue pikir lo udah berubah, tapi gue salah, lo masih saja sama. Too childish. Kapan lo bisa dewasa kalau begini terus?"

"...."

"Sikap lo yang begini semakin buat gue yakin kalau lo itu masih childish dan akan terus begitu," tambahku. "Lo tahu kriteria cowok idaman gue kayak gimana? Gue suka cowok yang dewasa, bukan cowok childish seperti lo."

Aku tidak peduli jika ia terluka dengan perkataanku. Alfa perlu menjauh dariku, entah itu dengan cara kotor seperti ini.

"So, you reject me?"

"Gue memang nggak akan pernah nerima lo. My heart will never be yours."

"You like playing game, right? Then, play with me."

"Which game do you want to play?"

"Truth or dare, but let skip the truth, because I want to play dare, and I dare to win your heart."

Sorot mata penuh keseriusan itu telah berubah jadi amarah. Aku tahu kalau egonya kesentil saat aku bilang childish. Selama sembilan tahun mengenalnya, kata childish adalah kata yang paling ia benci. 

"Okay, let's play. I can't wait to see you lose."

Aku pun menantangnya.

Dan begitulah permainan ini di mulai. Permainan panas ini.

[],

Xo, R💋

LOVE GAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang