3. As You Need

33 1 0
                                    

====


Sudah satu bulan berlalu dan Aufar masih suka memandangnya diam-diam. Terkadang ia bisa memerhatikannya dari selasar lantai 2 ketika sosok yang dia perhatikan sedang berkelompok dengan teman-temannya dibawah pohon mangga. Atau ia yang memerhatikan diam-diam kala sosok itu sedang memakan gorengan penuh semangat. Entah bagaimana bisa sosok itu begitu mempengaruhinya. Tepatnya setelah percakapan itu. Aufar merasa membutuhkan dia.

Aufar menghela napas panjang kala menutup buku Biologi. Akhir-akhir ini ia lebih sering fokus pada hal lain daripada sekolahnya. Padahal kurang beberapa bulan lagi dan ia akan terlepas pada masa penistaan macam sekolah ini. Sekali lagi memandang PR nya yang sebentar lagi akan ditagih oleh Ibu Silfi.

Suara berisik para perempuan yang membuka pintu perpustakaan memutus perhatian Aufar sesaat dari tugasnya. Dan gambar jaringan DNA nya yang amat jelek.

Clara.

Sosok itu yang ia perhatikan sebulan terakhir ini.

Matanya membeliak kala netra mereka bertemu di udara. Dan ada satu kelegaan dalam hati Aufar dengan senyum yang tersungging pada wajah ayu itu.

"Hai, my Nutcracker!" Shafa berbisik keras ketika ia sudah sampai di hadapan Aufar. Gadis itu duduk di sebelahnya. "Ngapain?"

Dagu Aufar mengedik pada lembaran folio yang berisikan rangkuman tentang jaringan DNA dan RNA pada manusia. "Tugas."

"Hmm, Bu Silfi, ya?" Aufar membalas dengan anggukan. "Aku udah kemarin. Tapi enggak dinilai. Cuma dikasih tanda tangan doang. Jaman sekarang guru itu sok yes banget, ye? Macam artis. Pakai tanda tangan segala."

Kesimpulan Aufar pada sosok Shafa adalah ia saat menjadi Shafa si cantik bintang sekolah sangatlah cerewet, sementara saat menjadi Clara-nya yang memandang sesuatu dengan begitu murni, sangatlah memesona. Keduanya berbeda. Namun keduanya begitu kuat dalam sosok yang akhir-akhir ini sering dibicarakan oleh kebanyakan anak karena kedekatannya dengan Alcander.

"Aku jadi penasaran...." Aufar menatap mata Shafa penuh kelembutan. Yang akan sulit ditampik oleh gadis itu jika mata sang pemuda lebih indah daripada miliknya. "Untuk apa lo di sini?"

Shafa menepuk jidatnya. Melihat Aufar membuatnya lupa tujuannya ke sini. "Gue mau cari buku Fisika. Disuruh Pak Agung."

Aufar mengikuti siluet Shafa yang masuk ke dalam lorong rak-rak buku. Melihat gadis itu kebingungan mencari bukunya, ia bangkit mengikuti. "Cari buku apa?"

"Fisika, Aufar," jawabnya tanpa melihat ke arah Aufar. Masih sibuk memilah buku-buku dalam rak.

"Judulnya?"

"Fisika modern."

Aufar menarik sebuah buku bersampul biru yang ada di bagian rak paling atas. Ia sudah sering menjelajah buku-buku di perpustakaan. Dan itu yang membuat hapal dengan letak-letak buku.

"Nih." Shafa menerima bukunya dengan berbinar. "Fisika modern, kan?"

Shafa mengangguk cepat. Menatap buku yang diterimanya dan pemberinya bergantian. "Thanks my Nutcracker."

====

Harusnya Tsania memang tidak bermain di dekat tabung-tabung pipet saat ia sedang bergurau dengan Maya - teman sebangkunya. Hasilnya, ia memecahkan tabung itu di laboratorium Kimia. Sebagai hukuman - selain membelikan tabung pipet baru - ia harus berlari keliling lapangan karena sudah bergurai di dalam gelas.

Ia berlari sudah 2 putaran dan masih ada 1 putaran lagi. Tiba-tiba seseorang bergabung dengannya. Jantungnya memacu cepat kala netranya bertemu dengan sang pujaan. Alcander sedang berlari bersamanya. Hanya dilihat sesaat saja, fokus Tsania sudah berubah. Ia seolah lupa kalau hukumannya hampir selesai.

The Georgeous WitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang