Aku terbangun dari tidur panjangku yang menyenyakkan. Ku posisikan tubuhku untuk duduk agar bisa merenggangkan tulang-tulangku yang terasa sedikit linu. Mungkin karena salah tidur. Tapi saat aku membuka mataku, ada sesuatu yang aneh. Aku pun mengucek-ucek mataku, karena ku pikir aku masih mengantuk. Tapi ternyata tidak ada yang berubah setelah aku mengucek-ucek mataku. Aku tidak terbangun di kamarku. Dan aku benar-benar merasa asing dengan kamar yang cukup mewah ini. Dan yang membuatku tambah panik adalah, ada seseorang yang tidur di sebelahku. Dan dia mendengkur.
“Aaaah!!!” teriakku spontan. Sontak saja lelaki yang tidur di sebelahku itu langsung terbangun karena kerasnya suaraku.
“What the fuck?” umpatnya. Aku yang masih syok itu hanya melihatnya dengan mulut ternganga. “apa? Ada apa?” mungkin karena aku berteriak, dia menjadi ikut panik.
“si... siapa kau?” tanyaku jujur. Dan aku disuguhi wajah bodoh darinya. Ya Tuhan, ini benar-benar menakutkan. Aku tidak mengenal lelaki yang ada disebelahku ini. Dan yang lebih mengerikan adalah, ia tidak memakai sehelai pakaian kecuali selimut yang menutupi tubuhnya.
“Raine, ku mohon. Ini masih pagi, aku mengantuk. Tidurlah kembali,” pinta lelaki itu. Lalu ia merebahkan dirinya lagi. Ia mencoba untuk memeluk diriku, tapi tentu saja aku menghindar. Ya Tuhan, apa yang terjadi? Dia siapa? Bagaimana aku bisa disini? Bagaimana ia mengenalku?
“Aaaah!!” teriakku lagi. Dan aku berhasil membangunkannya. Ku rasa ia sedikit marah karena ulahku.
“Raine!! Kau ini kenapa? Bisakah kau berhenti berteriak? Itu menggangguku! Aku butuh istirahat, babe.”
“babe? BABE? Kau ini siapa? Berani sekali kau memanggilku babe!” sekarang ia benar-benar bangun dan memposisikan dirinya duduk. Ia menatapku aneh, dengan mengaitkan kedua alisnya. Lalu ia mencoba untuk menyentuh keningku, tapi aku menghindar.
“kau baik-baik saja?” aku menggeleng cepat. Tentu saja aku tidak baik-baik saja! Bagaimana aku baik-baik saja jika aku bangun di ruangan yang asing, di sebelah orang asing, dan parahnya dia mengetahui namaku, dan memanggilku babe. Aku benar-benar ingin pingsan sekarang juga. “Kau sakit, Raine?”
“ku mohon jawab pertanyaanku! Kau ini siapa? Bagaimana aku bisa disini? Bagaimana kau tahu namaku? Kenapa kau memanggilku babe?” aku berusaha untuk tidak gemetar di tempat. Ya Tuhan, ini benar-benar menakutkan. Aku ingin pulang.
Lelaki itu semakin menatapku aneh, “aku Harry, suamimu. Semalam kita kau terlalu mabuk, jadi ku putuskan untuk membawamu ke hotel.” Mendengar jawabannya, aku membelalakkan mataku. Aku yakin lelaki ini bohong. Aku masih berumur 16 tahun. Bagaimana bisa aku menikahi lelaki yang tak jelas ini? “apa semalam kau meminum drug lagi?” aku tidak menjawabnya, aku hanya terdiam. Bagaimana aku bisa menjawabnya? Yang ku tahu, semalam aku belajar untuk mempersiapkan ujian akhirku, lalu tertidur karena lelah. Tapi tiba-tiba aku terbangun di tempat ini, bersama lelaki asing ini. Harry berdecih, lalu mengacak-acak rambutnya lembut. “sudah ku bilang, Hujuboana memiliki efek samping yang berat, Raine. Aku tahu keadaan kita memang tidak terlalu baik. Tapi jangan terlalu banyak meminum itu. Drug is not the answer.” Aku bertambah bingung dengan apa yang dikatakannya.
“Hujuboana? Apa it-“ belum aku menyelesaikan pertanyaanku, ponsel milik Harry berdering. Dan anehnya, ponselnya itu terbuat dari kaca. Kaca yang tembus pandang. Apa lagi ini? Terakhir yang ku lihat, ponsel yang paling canggih adalah iPhone 4S. Ponsel apa itu?
“Halo?... Yeah... sekarang? Oke, oke. Aku bersama Raine sekarang. Oh? Sounds great. Oke. Bye.” Lalu ia menutup telponnya. Mungkin ia merasakan tatapan aneh dariku, karena ia langsung melihatku dan bertanya, “apa?”
“ponsel apa itu?” Harry menghembuskan nafas panjang.
“Raine, aku tidak punya waktu untuk bermain-main. Paul baru saja menelponku, dan kita harus menuju rumah Zayn sekarang. The boys semua ada disana.” Pertanyaan-pertanyaan pun mulai bersarang di kepalaku. Paul? Zayn? The boys? Siapa lagi mereka? Aku benar-benar ingin menemukan jawaban-jawaban dari pertanyaanku sekarang. Tapi rasanya tidak adil untuk Harry jika aku melontarkan bertubi-tubi pertanyaan padanya.
“bolehkah... um... aku tinggal disini?” Harry mengangkat kedua alisnya.
“tidak, tapi jika kau mau aku akan mengantarmu pulang.” Mendengar kata pulang aku merasa seperti tersengat aliran listrik.
“pulang?”
Harry mengangguk sembari memakai pakaian, “yup, flat kita yang ada di London, jika kau bertanya-tanya.”
“Flat? London? Kita ada di London?” Aku terbelalak lagi mendengar jawabannya. Ini tidak mungkin. Aku tinggal di Australia, dan tidak mungkin aku tiba-tiba berada di London. Melihat ekspresiku yang bingung, lagi-lagi Harry menghembuskan nafas panjang.
“aku tidak punya waktu untuk menjelaskannya. Yang pasti, kau harus berhenti meminum Huju. Oke? Dan jangan coba-coba untuk melanggar larangan ini,” ancamnya. Lagi-lagi pertanyaan datang lagi. Memangnya aku membutuhkan drug yang bernama Hujuboana itu? Untuk apa? Tidak ada gunanya meminum drug ketika yang kau inginkan adalah jawaban. “sekarang cepatlah berpakaian, dan kemasi barang-barangmu. Aku akan mengantarmu pulang.”
Aku cukup senang mendengar kata ‘pulang’. Tapi yang ku inginkan adalah ‘pulang’ yang sebenarnya. Ke Sydney, tempat tinggalku. Hari ini seharusnya aku menghadapi ujian akhirku di sekolah. Tapi disisi lain, aku juga ingin mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang bertubi-tubi berdatangan ke otakku ini.
***
Masih percobaan, jadi ya dimaklumi kalo gaje. Komen ya menurut kalian gimana :)
C x
KAMU SEDANG MEMBACA
Transferred (Pending)
FanfictionRaine Blossom, 16, mengingat bahwa semalam dirinya sedang belajar mempersiapkan ujian akhirnya sebelum tidur. Tapi saat ia membuka matanya, ia terbangun di ruangan berbeda. Dan parahnya, di sebelahnya ada lelaki asing yang sedang mendengkur. Lelaki...